Seni & Budaya

Siapa Al Hind ?

foto : istimewa

AL HIND  masih menjadi sosok mesterius oleh sebagian dari Sejarawan dalam kisah Nusantara, yang terselip menjadi bagian sejarah dalam rangkaian peradaban Islam di Tanah Sumatera, dalam beberapa riwayat juga mengatakan bahwa Raja Al Hind juga dikenal dengan nama Abdullah Samudri R. A.

“Hal ini juga tidak menutup kemungkinan memiliki kaitan dengan pulau Sumatera yang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya,” ujar Pemerhati Sejarah Palembang, Muhammad Abdillah Asmara, saat dihubungi, Jumat (21/12/18).

Nama Al Hind ditemukan pertama kali dalam kitab Mustadrak Al Hakim (Al-‘At’imah) yang diriwayatkan ada seorang Raja Hind yang datang bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, sebagaimana yang disampaikan  Abu Sa’id Al Khudri R.A.

“Seorang Malik Al-Hind telah mengirim Nabi Muhammad SAW sebuah tembikar yang berisikan jahe…..” Dalam penjelasannya “…kemudian Nabi Muhammad SAW memberi makan kepada sahabat-sahabatnya sepotong demi sepotong, dan Nabi Muhammad SAW pun memberikan saya sepotong makanan dari dalam tembikar itu” (H.R.Hakim).

Keberadaan Malik Al Hind, seperti yang dijelaskan dalam hadist itu, dikatakan Abdillah, melahirkan beberapa persepsi diantaranya beberapa sejarawan ada yang mengatakan Malik Al Hind tersebut adalah Cheraman Perumal seorang Raja dari Kerajaan Kodungallur (Kerala, India) yang telah masuk islam yang kemudian dikenal dengan nama Thajuddin R.A (Abdullah Samudri R.A).

Abdillah menerangkan, dimana sebelumnya telah ditemukan catatan yang ditemukan dalam lemari arsip Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umary sebuah surat Raja Sriwijaya kepada Khalifah Islam pada saat itu dipimpin Muawiyyah bin Abu Sofyan yang diambil dari kitab Al Hayawan karya Abu Utsman ‘Amr Ibnu Bahr Al Qinanih Al Fuqaymih Al Basri atau yang lebih dikenal dengan nama Al Jahiz (776 M).

Di kutip oleh Azyumardi Azra (2004) dimana menceritakan kembali isi pendahuluan surat tersebut yang jika diterjemahkan kurang lebih sebagai berikut :

“Dari Maha Raja Al-Hind yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, dan istananya terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi gaharu, kepada Muawiyyah…,”

Namun Melihat dari literasi yang ada dalam catatan sejarah tentang malik Al Hind menjadi sebuah hal yang menarik untuk dikaji mendalam terutama melihat apa yang disampaikan Al Maududi sebagaimana dikutip M. Hamidullah dalam kitab “Muhammad Rosulullah”

Bahwa Al Hind yang dimaksud adalah Chakrawati Farmas, hal itu juga dikuatkan dengan catatan yang terdapat dalam naskah tua di India Office Library, London (nomor referensi: Arab, 2807, 152-173).

Sedangkan Syeikh Abdul Majid Al Zandani menerangkan Al Hind adalah Raja Hindia yang beriman pada waktu peristiwa terbelahnya bulan oleh nabi Muhammad SAW.

Namun jika kita membuka lembaran sejarah Nusantara ucap Abdillah , kata Malik Al-Hind sering dipergunakan untuk raja-raja Nusantara terutama oleh Raja Sriwijaya sebagaimana yang terdapat dalam isi surat yang ditujukan kepada Muawiyyah bin Abu Sofyan (Azra, 2006).

“Dalam beberapa riwayat juga mengatakan bahwa Raja Al Hind juga dikenal dengan nama Abdullah Samudri R.A,” terangnya.

Hal ini juga tidak menutup kemungkinan ungkap Abdillah memiliki kaitan dengan pulau Sumatera yang menjadi wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya pada masa itu, dikarenakan menurut risalah Rihlah Ibnu Batuttah (1345M) menyebutkan kata Samudra menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatera (Krom, 1941).

Hubungan perniagaan antara Arab, India, Tiongkok dan Asia Tenggara sudah terjalin pada abad-abad pertama masehi, sehingga bukan suatu yang mustahil beranggapan bahwa Malik Al Hind merupakan Raja dari kerajaan nusantara terkhusus Raja Sri Indrawarman dari kerajaan Sriwijaya yang pernah beberapa kali mengirim surat kepada Khalifah Muawiyyah bin Abi Sufyan dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Namun kendati demikian bukan berarti secara sepihak dapat langsung mengklaim dengan penuh kebenaran bahwa Al Hind adalah Raja dari wilayah nusantara ataupun Raja dari India dengan segudang sejarahnya, seperti Chakrawati Farmas dan Cheraman Perumal melainkan haruslah melalui jalur kajian dan penelusuran secara detail serta mendalam.

“Terutama banyaknya indikasi-indikasi temuan yang menerangkan hubungan antara ajaran agama Islam di kepulaun melayu dan hal ini, bahkan telah ada semasa Nabi Muhammad SAW hidup… Waullahu a’lam,” terangnya.[**]

Penulis : Faldy

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com