Catatan-Kaki Bukit

Kebijakan PPKM Mikro Di Palembang, Tepatkah ?

SEKITAR 1 tahun lebih dari tahun 2020 Pandemi Covid-19 melanda Indonesia khususnya Kota Palembang. Berbagai kebijakan telah pemerintah coba lakukan untuk melawan covid-19 supaya masyarakat terbebas dari virus membahayakan ini. Namun, masih saja pemerintah seperti kewalahan dalam menekan angka covid-19 yang hingga kini masih ada.

Mulai dari kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan beragam kebijakan lainnya masih saja pemerintah tidak berhasil dalam membesankan masyarakat dari virus covid-19. Hal ini terlihat dari angka kasus korban yang terus masih ada dan terus melambung tinggi hingga 2021 bulan juli kini. Tercatat pada data Dinas Kesehatan Kota Palembang terhitung per tanggal 12 Juli Kasus Konfirmasi bertambah 313 kasus.

Kemunculan kebijakan baru dari pemerintah dalam menanggulangi atau melawan pandemi Covid-19 yang diberi nama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) patut dipertanyakan apakah PPKM merupakan kebijakan yang tepat dalam menekan angka covid-19 ?.

Adapun beberapa bagian aturan PPKM dalam surat edaran Walikota Palembang Nomor 25/SE/DINKES/2021 Tanggal 7 Juli 2021  tentang pengetatan PPKM Mikro yang menyebutkan bahwa :

“Kegiatan makan dan minum ditempat umum kapasitas 25 persen dari kapasitas dan jam operasional sampai pukul 17.00 WIB. -(Layanan Pesan/antar atau dibawa pulang sampai pukul 17.00 WIB. Dan-bagi restoran yang hanya melayani pesan antar/ dibawa pulang bisa operasional sampai 24 jam).” “Pusat Perbelanjaan/mall, pusat perdagangan buka sampai pukul 17:00 WIB. -Kapasitas Pengunjung 25 persen.”

Bila ditelisik beberapa poin aturan ini pada bidang ekonomi maka yang benar-benar terdampak atas pemberlakuan kebijakan PPKM yaitu pengusaha UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) penjual makanan dan minuman khusus di malam hari seperti Pedagang Pecel Lele, Tongkrongan (Kedai Kopi, Cafe, Angkringan, dll), Pedagang Nasi Goreng, Sate, Soto dll.

Mengapa benar-benar terdampak?, karena seperti pedagang tongkrongan rata-rata tujuan pembelinya datang yaitu tidak hanya makan dan minum saja. Namun, banyak pembeli yang menghabiskan waktu mengobrol dengan teman-teman dan pacar pada sela-sela makan/minum di tongkrongan. Begitu juga pada pedagang pecel lele, nasi goreng, Sate, Soto seringkali pembeli makan ditempat bersama kekasihnya.

Sehingga atas adanya penerapan kebijakan PPKM di kota Palembang beberapa kelompok UMKM yang disebutkan diatas seperti pedagang pecel lele dan nasi goreng, soto, sate dll, akan berkurang pendapatannya. Karena terdapat kelompok pembeli/pelanggan yang terbatasi tujuannya akan kebijakan tersebut.

Begitu juga untuk kelompok UMKM seperti Tongkrongan (Kedai Kopi, Cafe, Angkringan, dll)  pedagang ini rentan akan kebangkrutan dan hilang pendapatannya karena tongkrongan identik dengan tempat obrolan santai dan buka pada malam hari. Hal ini tentu jelas berlawanan dengan kebijakan PPKM yang membatasi waktu seperti tidak diperkenankan makan/minum ditempat lebih dari 17:00

Walaupun dalam kebijakan PPKM masih ada pelonggaran seperti adanya layanan pesan antar/dibawa pulang. Hal itu dikirakan tidak membuat pelanggan untuk masih membeli. Ditambah tidak adanya jaminan kebutuhan hidup dasar dari yang terdampak (Penjual) akan kebijakan yang diterapkan.

Setelah itu Bila ditelisik pada evektivitas penekanan angka covid-19 tentu aturan ini masih melonggarkan dan memberi kesempatan aktivitas interaksi dengan lainnya. Seperti masih adanya waktu aktivitas perbelanjaan yang dibatasi jam 17:00 dan pembatasan pengunjung 25% di area sentral perbelanjaan. Walaupun memang dianjurkan tetap patuh pada protokol kesehatan dan adanya pengurangan kapasitas pengunjung. Akan tetapi, hal itu masih belum menjamin pemerintah berhasil membuat masyarakat terbebas dari covid-19. Karena Penularan Covid-19 terjadi pada ‘ruang sebab’ yang susah dikirakan.

Sebagai upaya penanggulangan pandemi covid-19 agar hilang dari indonesia khususnya Palembang, seharusnya Pemerintah Pusat berani mengambil langkah yang tepat, berani, serius, serta konsisten dalam menekan angka covid-19. Serta bekerjasama dengan Gubernur/Walikota/Bupati sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Langkah yang tepat, berani, dan serius yang dimakud seperti memberlakukan Kebijakan yang sudah ada dan jelas panduannya seperti kebijakan yang diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Sehingga bila pemerintah menerapkan kebijakan diatas akan memperjelas visi pengendalian covid-19 yang baik dan komprehensif.[***]

Oleh : Ilham Mardiantoro

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com