Olahraga & Otomotif

Paling Tidak Ada 3 Alasan Mengapa Kita Boleh Optimistis Menatap Kualifikasi Piala Asia 2023, Meski Satu Grup dengan Kuwait, Yordania

pssi.org/foto : pssi

SEBAGAIMANA umumnya negara-negara teluk, Kuwait dan Yordania mendapat sokongan penuh pemerintahnya untuk mencapai prestasi terbaik.

Karena bagi mereka sepak bola adalah jalan sutra untuk memperlihatkan eksistensi sebagai bangsa di kancah dunia.

Kuwait mengawalinya secara all-out paruh terakhir 1970-an. Sebagai penggemar sepak bola, Emir Kuwait (1977-2006) Amir Jabir al-Ahmad al-Jabir Al Sabah adalah tokoh yang dianggap paling berperan membangun sepak bola Kuwait. Bersama adiknya presiden federasi sepakbola Kuwait (KFA) waktu itu, Syeikh Fahid Al-Ahmad Al-Sabah, Emir Kuwait mendorong percepatan peningkatan prestasi timnas Kuwait.

Pada 1978 KFA mendatangkan pelatih kaliber dunia asal Brasil, Carlos Alberto Parreira. Carlos Alberto (yang kemudian menjadi pelatih timnas Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan membawa Brasil juara Piala Dunia 1994) sukses membawa Kuwait juara Piala Asia 1980 dan tampil di Piala Dunia Spanyol 1982.

Salah-satu puncak kecerahan timnas Kuwait adalah saat mereka lolos ke semifinal Asian Games Seoul 1986 ketika diarsiteki mantan pelatih Hongaria di Piala Dunia 1986, György Mezey. Di semifinal Kuwait kalah 4-5 (2-2) dari Arab Saudi lewat adu pinalti. Pada perebutan medali perunggu Kuwait mengalahkan Indonesia (5-0), yang dilatih Bertje Matulapelwa.

Dalam beberapa kesempatan kemudian, ada beberapa pertanyaan  wartawan kepada Bertje, mengapa bisa kalah 0-5. “Pemain kelelahan,” kata Om Bertje. Kelelahan atau ketidakbugaran pemain memang menjadi salah satu faktor yang ditakuti setiap pelatih.

Adolf Kabo dan kawan-kawan waktu itu tampil spartan di Asian Games Seoul 1986. Di fase grup menang 1-0 atas Malaysia, imbang 1-1 versus Qatar dan kalah 0-2 dari Arab Saudi.

Di perempat final Ponirin Meka dll menaklukkan Uni Emirat Arab 4-3 (2-2) lewat adu penalti. Sebelum takluk 0-4 dari tuan rumah Korsel (juara Asian Games 1986) di semifinal. Tapi dengan tim yang sama, Bertje sukses membawa Indonesia juara SEA-Games Jakarta 1987 untuk kali pertama.

 

Lalu apa kelebihan Kuwait di era emasnya itu? Karakter permainan ala Brasil yang ditanamkan Carlos Alberto Parreira selama lima tahun (1978-1983) menjadi sumber utama kekuatan Kuwait. Setelah era itu Kuwait terus meredup.

Kuwait kembali mencoba bangkit ketika ditangani pelatih kelas dunia lainnya asal Brasil, Luiz Felipe Scolari (pelatih timnas Brasil saat juara Piala Dunia 2002) dengan menjuarai Piala Teluk (Gulf Cup) 1990. Namun, invasi militer Irak pada 2 Agustus 1990 dan pendudukan selama tujuh bulan, menghancurkan segalanya termasuk infrastruktur sepakbola di Kuwait.

Bahkan presiden KFA Syeikh Fahid yang saat itu juga Presiden Dewan Olimpiade Asia (OCA) tewas saat memimpin pasukannya mempertahankan Istana Dasman di Kuwait City pada pagi hari 2 Agustus 1990.

Sebelumnya nama Syeikh Fahid menjadi terkenal di Piala Dunia Spanyol 1982. Dihadapan lebih dari 30 ribu penonton yang memenuhi Stadion José Zorrilla, Valladolid dan di tengah siaran langsung televisi ke seluruh dunia, Syeikh Fahid turun ke tengah lapangan memprotes wasit Myroslav Stupar asal Ukraina (waktu itu Uni Soviet) atas gol keempat Perancis yang dicetak Alain Giresse dalam pertandingan fase grup 4 pada 21 Juni 1982.

Kuwait tersingkir di babak pertama setelah kalah (0-2) dari Inggris, (1-4) Prancis dan imbang (1-1) dengan Cekoslowakia. Kuwait kembali menggeliat ketika juara Piala Asia Barat (WAFF) 2010 saat ditangani pelatih asal Serbia, Goran Tufegdžić.

Saat ini tim berjuluk Al Azraq (Si Biru) bertengger di peringkat 143 dunia. Sebelumnya sempat terperosok di peringkat 189 (Desember 2017). Peringkat tertinggi mereka 24 (Desember 1998). Tapi secara teknis, Kuwait tetap sebagai lawan terberat Indonesia di Grup A kualifikasi Piala Asia 2023. Bukan hanya sebagai tuan rumah, tapi Kuwait secara tradisionil memiliki pemain-pemain berkualitas individu yang baik.

Dalam sembilan pertandingan setahun terakhir di semua ajang, Kuwait memang hanya membukukan satu kemenangan, dua imbang dan enam kali kalah. Memasukkan empat gol dan kemasukan 12 gol. Karena itu pada 24 Februari lalu KFA memecat pelatih asal Spanyol, Carlos Gonzalez, yang baru bertugas selama tiga bulan.

Padahal Gonzalez baru saja naik pangkat karena sukses meloloskan Kuwait U-23 ke Piala Asia 2022 setelah menunggu sembilan tahun. Gonzalez sebelumnya menggantikan pelatih asal Kuwait, Thamer Enad Al Enazi yang juga dinilai gagal.

Rekor pertemuan dengan Indonesia adalah dua kemenangan, tiga imbang dan satu kali kalah. Bagaimana dengan Yordania? Sepak bola Yordania berkembang pesat terutama saat Federasi Sepak Bola Yordania (JFA) dipimpin Pangeran Ali bin Al Husein sejak 1999.

Pangeran Ali yang juga menjadi Wakil Presiden FIFA sejak 2011 melakukan banyak terobosan. Adik Raja Abdullah II ini adalah pendiri sekaligus presiden pertama Federasi Sepak Bola Asia Barat (WAFF) pada 2002.

Sejak itu pula dia menggulirkan kompetisi di semua kelompok umur. Baik di Yordania maupun WAFF. Seperti halnya Kuwait, Yordania juga memiliki pemain yang rata-rata berkualitas untuk level Asia. Prestasi terbaik tim berjuluk Chivalrous (Yang Kesatria) di Piala Asia mencapai perempatfinal 2004, 2011 dan 2014.

Di Piala WAFF Yordania menjadi finalis dua kali (2002, 2008). Saat ini Yordania berada di peringkat 90 dunia. Peringkat terendah mereka adalah 152 (Juli 1996). Tertinggi 37 (Agustus-September 2004). Yordania kini ditangani mantan pelatih timnas Irak, Adnan Hamad Majid.

Dalam 10 pertandingan setahun terakhir di semua ajang, Yordania mencatat enam kemenangan dan empat kali kalah. Memasukkan 19 gol dan kemasukan 12 gol. Rekor pertemuan dengan Indonesia adalah menang dalam empat pertandingan sehingga banyak yang memperkirakan tim asuhan Shin Tae-yong akan kesulitan mengghadapi Yordania.

Namun, bisa jadi sebaliknya. Timnas Garuda justru akan mampu mengimbangi Yordania karena peringkat bukan satu-satunya tolak ukur kekuatan tim.

Data hasil pertemuan sebelumnya juga hanya satu dari sekian banyak faktor yang bisa menentukan hasil akhir. Paling tidak ada tiga alasan mengapa kita boleh optimistis menatap kualifikasi Piala Asia 2023.

Pertama: kualitas individu Pratama Arhan dkk terus berkembang positif terutama dalam satu tahun terakhir. Kedua: dengan kekuatan pemain yang rata-rata berusia antara 19-23 tahun menjadikan timnas Garuda saat ini sangat bertenaga. Faktor penting yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi pertandingan berat sekalipun.

Ketiga: Shin Tae-yong memiliki kapabilitas dan kecakapan membangun tim muda yang bertenaga. Shin Tae-yong juga perancang taktik permainan yang ulung. Wajar kalau Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan dan seluruh rakyat Indonesia selalu optimistis.

Seperti yang sejak awal digariskan oleh Iwan Bule bahwa modal utama dari semua perjuangan dalam situasi apapun adalah optimisme, motivasi dan semangat juang. Sebagai bangsa petarung, kita punya hak berdaulat untuk optimistis bisa mencetak hasil terbaik saat bertemu Kuwait (8/6), Yordania (11/6) maupun Nepal (14/6).

Adagium bijak dalam nilai universalitas sepak bola adalah: Today Win Tomorrow Can Lose (hari ini menang besok bisa kalah). Sejarah sepak bola dunia sudah membuktikan kebenaran premis itu.[***]

naskah &foto : pssi.org

 

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com