Sumselterkini.co.id, – Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru (HD), baru-baru ini melaunching Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) dan meresmikan Sultan Muda Sumsel Center (SMSC) pada acara Youthprenuer Summit 2025 diselenggarakan oleh OJK Sumsel di Kantor OJK Sumsel. Ambisi mulia dan ambisius mencetak 100.000 Sultan Muda ke depannya. Wah, sultan muda? Kedengarannya keren, berkelas, penuh bling-bling dan tentu saja… duit berlimpah! keren..beken..bakal jadi tajir!.
Tapi, kita kudu jujur nih, jadi sultan muda itu bukan cuma soal berdandan ala bangsawan dan punya rekening bank gendut. Harusnya, ini soal merubah mindset. Bukan cuma jadi pengusaha muda yang sibuk bikin usaha start-up yang bisa tutup setahun, atau kerja kantoran dengan jargon. “kerja keras tapi masih ngutang.”
Sultan muda yang sesungguhnya adalah mereka yang bisa bikin perubahan nyata di akar rumput. Dan akar rumput itu… ya desa kita, dengan tanah subur, petani yang belum tentu sejahtera, nelayan yang masih pakai jaring bocor, dan anak muda yang malah kebanyakan pengen jadi pegawai kantoran.
Kalau mau sukses jadi sultan muda sejati, coba dulu deh bayangin gimana kalau mindset anak muda kita bukan cuma cari kerja, tapi juga cari solusi dengan jadi petani modern, peternak inovatif, atau nelayan handal yang paham teknologi? Jangan cuma jadi “sultan kantoran” yang tiap hari ngopi sambil ngeluh gaji kecil.
Indonesia itu negara agraria, loh. Tapi ironisnya, kita sering menganggap jadi petani atau nelayan itu “kelas dua,” sementara anak muda berlomba-lomba jadi PNS atau kantoran di gedung tinggi yang AC-nya lebih dingin dari es krim.
Padahal negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, bahkan Belanda punya cara pikir yang berbeda. Mereka jadikan pertanian, perikanan, dan perkebunan sebagai lahan inovasi dan bisnis yang mendunia. Contoh kongkret? Di Belanda, petani bisa jadi jutawan karena pertanian mereka pakai teknologi canggih robot, sensor tanah, dan otomatisasi. Anak mudanya malah bangga jadi petani modern, bukan cuma jadi pekerja kantoran.
Jadi, kuncinya adalah merubah mindset dulu!. Jadikan anak muda bangga jadi petani, nelayan, dan pekebun. Dorong mereka dengan pendidikan, teknologi, dan akses modal yang mudah. Kalau perlu, bikin kampus petani dan nelayan biar anak muda makin paham dan makin yakin bahwa masa depan desa itu cerah.
Bukan Sekadar Label
Sultan Muda Sumsel ini harusnya bukan sekadar gelar keren untuk dipajang di kartu nama atau Instagram. Lebih dari itu, sultan muda adalah sejatinya mereka yang mampu menggerakkan ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, dan membangun desa jadi tempat yang cerdas dan makmur. Kalau cuma bicara omzet tapi mental masih “mager” alias malas gerak, ya sama aja kayak mobil sport tapi isinya mesin sepeda.
Panggungnya memang ada [SMSC dan program Gencarkan]. Tapi yang paling penting adalah memastikan program ini bukan cuma jadi “event seremonial” yang bikin ramai medsos, tapi jadi penggerak perubahan mindset dan tindakan nyata.
Contohnya, mahasiswa diajak turun langsung jadi petani digital, belajar agribisnis, atau anak muda nelayan dilatih manajemen usaha perikanan yang modern. Jadi, desa bukan cuma tempat pulang kampung, tapi jadi pusat inovasi dan peluang.
Ada beberapa contoh petani muda Indonesia yang telah berhasil mengubah kebun kecil menjadi sumber penghasilan besar melalui penerapan teknologi pertanian modern
1. Mas Iyun – “Sobat Ngarit” dari TikTok
Mas Iyun, seorang petani muda asal Jawa Timur, telah menginspirasi banyak anak muda melalui kontennya di TikTok. Dengan memanfaatkan platform digital, ia menunjukkan bahwa bertani adalah profesi yang mulia dan menguntungkan. Kesuksesannya tidak hanya meningkatkan pendapatan keluarga, tetapi juga mengubah persepsi masyarakat tentang profesi petani .
2. Petani Muda Palangka Raya – Pemuda yang Raup Keuntungan Puluhan Juta
Di Palangka Raya, seorang petani muda berhasil mengelola kebun melon dengan teknologi modern, menghasilkan keuntungan hingga puluhan juta rupiah. Keberhasilannya membuktikan bahwa dengan inovasi dan kerja keras, sektor pertanian dapat menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan bagi generasi muda .
3. Dan Sulaiman – Petani Milenial yang Menginspirasi
Dan Sulaiman, seorang petani milenial, telah menunjukkan bahwa pertanian modern dapat dijalankan dengan sukses oleh generasi muda. Dengan mengadopsi teknologi pertanian terbaru, ia berhasil meningkatkan hasil panen dan pendapatan, serta menjadi contoh bagi petani muda lainnya untuk mengikuti jejaknya .
4. Abimayu – Petani Milenial dari Kalimantan Timur
Abimayu, petani milenial asal Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, berhasil mengelola pertanian modern dan meraup pendapatan hingga Rp 24 juta per bulan. Keberhasilannya menunjukkan bahwa dengan penerapan teknologi dan manajemen yang baik, pertanian dapat menjadi usaha yang menguntungkan bagi generasi muda .
5. Sandi Octa Susila – Lulusan IPB yang Mengubah Nasib Keluarga
Sandi Octa Susila, lulusan Magister Manajemen Agribisnis dari IPB, kembali ke kampung halamannya di Cianjur dan mengelola kebun milik orang tuanya. Dengan menerapkan ilmu yang diperolehnya, ia berhasil meningkatkan produktivitas dan pendapatan kebun tersebut, serta membuka peluang usaha baru di bidang pertanian .
Kelima sosok di atas membuktikan bahwa dengan penerapan teknologi dan inovasi, sektor pertanian dapat menjadi ladang emas bagi generasi muda. Mereka adalah contoh nyata bahwa menjadi petani modern bukan hanya tentang bertani, tetapi juga tentang berinovasi dan beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Pepatah bilang “Sultan sejati itu bukan yang pakai mahkota, tapi yang menanam benih, memanen hasil, dan membangun desa jadi berdaya.”
Kita perlu sadar, lima tahun bukan waktu yang sebentar, tapi juga bukan waktu yang lama kalau kita bisa konsisten merubah pola pikir. Jangan sampai program ini cuma jadi wacana di atas kertas dan foto-foto narsis di medsos.
Mau bukti? Di luar negeri, ada banyak tokoh muda sukses yang memilih jadi petani dan nelayan. Misalnya, Boyan Slat dari Belanda yang menciptakan teknologi pembersih sampah plastik di laut. Dia bukan pengusaha teknologi di gedung tinggi, tapi pengusaha lautan. Di Indonesia sendiri, ada anak muda yang sukses mengubah kebun kecil jadi sumber penghasilan besar dengan teknologi pertanian modern. Mereka ini sebenarnya sultan muda sesungguhnya.
Kalau ingin benar-benar sukses mencetak 100.000 Sultan Muda di Sumsel, kuncinya ada di mindset dan tindakan nyata, bukan cuma gelar dan janji. Perlu kolaborasi nyata antara pemerintah, OJK, kampus, dan pelaku usaha untuk membuat desa cerdas, anak muda bangga jadi petani dan nelayan, serta memperkuat ekonomi lokal.
Jadi, kalau mau jadi Sultan Muda Sumsel, mulailah dari hal sederhana ubah pola pikir, berani mencoba, dan berani memimpin perubahan di desa. Karena sukses sejati bukan soal gelar sultan, tapi soal bagaimana kita bisa bikin Sumsel lebih makmur dan berdaya.[***]