LAPANGAN Baseball Jakabaring di Jakabaring Sport City [JSC], biasanya cuma dikenal untuk lemparan bola dan jargon atletik.
Namun kemarin, aroma minyak kayu putih sampe minyak nyong-nyong menjadi satu, terlihat semangat lintas partai, dan teriakan “oper, Bro!” mendadak menjadikan lapangan itu seperti menjadi saksi sejarah, lantaran para politisi melepas dasi, mengganti jas dengan jersey, celana panjang pun berubah menjadi celana pendek, dan mereka para anggota dewan itu sepakat untuk pertandingan lebih baik dan diselesaikan lewat tendangan, bukan perdebatan.
Itulah suasana terjadi di lapangan bukan di ruang sidang paripurna, untuk menjadi satu di Turnamen Sepak Bola Antar Partai Politik yang resmi dibuka Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru.
Tapi jangan bayangkan suasana kaku, karena ini bukan seremoni biasa, ini seperti reuni akbar para pemikir negeri yang iseng-iseng ngadu stamina dan strategi di rumput hijau.
“Tunjukkan kemampuan terbaik dan jaga sportivitas. Dan ingat, satu gol dihargai 250 ribu. Jadi semangatlah, bukan karena hadiahnya, tapi demi kebersamaan,” mantap ucapan Gubernur sambil tersenyum, mirip wasit yang ngopi dulu sebelum meniup peluit, he..he.!.
Kenapa demikian? pasalnya pertandingan ini bukan sekadar event olahraga tapi festival guyub lintas warna, pesta demokrasi dalam bentuk peluit dan tiupan semangat!.
Pemandangan hari itu unik sekali, para petinggi partai yang biasanya pakai jas dan dasi kini pakai jersey, celana pendek, dan kaus kaki panjang. Yang biasanya bawa map rapat, sekarang bawa sepatu bola. Dan yang biasanya adu visi-misi, hari itu adu akurasi tendangan!
Turnamen ini jadi semacam oase, tempat politikus dari berbagai partai bisa bersua bukan untuk berdebat, tapi untuk tertawa, terpelanting bareng, dan saling tos setelah bikin assist.
Di tribun, para penonton dari berbagai latar belakang ikut bersorak.
Anak-anak nonton sambil makan es krim, emak-emak jualan pempek, dan bapak-bapak ngerekam pertandingan sambil bilang “Tuh Pak Ketua bisa juga lari, lho! Kirain cuma bisa lari dari kenyataan. Eh, maksudnya… kenyataan bahwa dia dulu striker SMA-nya!”
Yang penting semua tertawa. Semua saling menyemangati. Bahkan yang kalah pun tetap pulang dengan peluh dan pelukan. Karena yang diincar bukan cuma trofi, tapi rasa persaudaraan.
Hal seperti ini layak dicontoh, kebersamaan yang ringan, penuh canda, tapi bermakna. Karena di banyak negara, olahraga memang jadi jembatan. Di Brasil, politisi main futsal mingguan. Di Korea Selatan, pemimpin komunitas tanding bowling. Di Finlandia, para walikota malah punya liga hoki es!. Dan di Sumsel? Kita mulai dengan sepak bola dan semangat lodeh persatuan!.
Yang paling menarik lagi di Inggris, mantan Perdana Menteri Boris Johnson pernah ikut pertandingan amal dan… jatuh tersungkur sambil nyundul orang. Di Jerman, partai-partai punya liga futsal sendiri untuk jaga kebugaran dan… networking diam-diam. Bahkan di Jepang, parlemen punya turnamen badminton tahunan, karena katanya debat lebih sejuk kalau habis lari-lari.
Artinya? Olahraga bukan cuma keringat. Tapi alat pendingin suhu politik yang kerap mendidih kayak mie instan overcooked.
Namun kali ini, bukan soal kursi, tapi gawang. Bukan rebutan jabatan, tapi rebutan bola.
Dan anehnya, justru di sini kita melihat politik dalam bentuk terbaiknya guyub, lucu, dan sedikit ngos-ngosan.
Turnamen ini bukan sekadar pertandingan. Ini pengingat bahwa beda partai bukan berarti beda hati. Bahwa jersey bisa jadi penengah, dan bahwa tawa bisa menyatukan lebih kuat dari kampanye.
“Kebersamaan itu seperti main bola,” salah satu penonton berkomen singkat.
“Kalau terus main sendiri, ya capek. Tapi kalau saling oper, bisa cetak gol bareng” katanya lagi.
Semoga pertandingan ini jadi awal dari banyak kegiatan guyub lainnya.
Lain kali siapa tahu ada Lomba Masak Antar Fraksi, atau Zumba Akbar Ala Ketua Partai, perserta dari anggota dewan kaum hawa, yang penting bersatu, berpeluh, dan bergembira.
Dan jangan lupa, satu gol = 250 ribu., tapi satu senyum tulus di lapangan? Tak ternilai harganya.[***]