Pendidikan

SMK Kemenperin Jadi Magnet Baru, Bikin Anak Muda ‘Keracunan Produktif’

ilustrasi/kemenperin

DULU, kalau bilang SMK, orang tua suka merutuk “Ah, itu sekolah tukang, jangan harap masa depan cemerlang”, sekarang malah berbalik 180 derajat,  pasalnya SMK binaan Kemenperin malah jadi magnet baru buat anak muda, karena rasio pendaftar tahun 2025 tembus 1 banding 10,7. Coba pikirkan satu kursi direbut sebelas orang!, kalau dulu rebutan SMA cuma soal gengsi, sekarang rebutan SMK karena kerja nyata plus skill siap pakai.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam rilis dilaman kemenperin baru-baru ini bilang “Capaian ini mencerminkan kepercayaan masyarakat yang semakin tinggi terhadap kualitas pendidikan vokasi industri yang kami kembangkan”.

Di Sumsel, banyak SMK yang sudah ikut program vokasi industri, salah satunya SMK Negeri 4 Palembang, sekolah ini sudah menjalin kerja sama dengan berbagai industri ternama, mulai dari otomotif hingga manufaktur digital, biar lulusan siap kerja langsung. Bahkan, PT Astra Honda Motor (AHM) pernah menyerahkan 60 unit sepeda motor, 60 set special tools, dan materi ajar ke SMK mitra binaan mereka di Palembang sebagai bagian program Link & Match Kemenperin.

“SMK ini bikin siswa siap pakai, bukan cuma siap cetak rapor” kata Kepala BPSDMI Kemenperin, Masrokhan. Bayangin, satu tahun langsung magang di industri,  pengalaman kerja mereka bisa melampaui fresh graduate yang baru kelar kuliah.

Bisa dibilang, SMK Kemenperin di Sumsel ini seperti pepatah lama “Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui”. Sekali sekolah, anak muda dapat ilmu, pengalaman, dan kesempatan kerja sekaligus. Kalau dulu orang tua bilang Belajar itu biar pintar, sekarang anak muda bilang Belajar itu biar laku!.

Gen Z produktif

Anak-anak Sumsel yang tadinya identik rebahan scroll TikTok, sekarang banyak yang keracunan produktif, mereka sadar industri butuh tenaga kerja siap pakai, dengan magang setahun dan skill langsung pakai, mereka bukan cuma siap kerja, tapi siap bersaing di level nasional bahkan global.

Kalau diterjemahkan ala pepatah Sumsel “Gak belajar dari sekarang, nanti nyesel kayak ikan kering di matahari”, Wulan Aprilianti Permatasari dari Kemenperin menambahkan “SMK di bawah binaan kami jadi bagian ekosistem pendidikan vokasi yang menyiapkan SDM unggul, produktif, dan adaptif terhadap teknologi”.

Meski animo tinggi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan distribusi SMK di Sumsel belum merata, beberapa daerah kabupaten masih minim akses. Anak muda harus menempuh perjalanan jauh, yang bisa bikin semangat produktifnya turun. Kurangnya guru industri atau instruktur kompeten di beberapa SMK. Magang memang keren, tapi kalau bimbingan kurang, skill yang didapat bisa setengah matang dan Keterbatasan fasilitas modern di beberapa SMK, terutama untuk teknologi terbaru seperti robotik atau manufaktur digital, masih jadi kendala.

Sarannya yang bisa bikin SMK Sumsel makin jos perluasan dan pemerataan SMK berbasis industri ke seluruh kabupaten/kota di Sumsel. Jadi anak muda gak perlu jauh-jauh ke Palembang. Rekrut guru industri dari perusahaan atau latih guru lokal biar lebih update sama teknologi terbaru.Upgrade fasilitas laboratorium & workshop dengan dukungan industri, sehingga siswa bisa praktik sesuai standar dunia kerja. Kolaborasi lebih intens dengan startup lokal agar siswa tidak cuma paham industri besar tapi juga inovasi dan entrepreneurship, dan dengan langkah ini, keracunan produktif anak muda Sumsel gak cuma nular, tapi ngarah ke skill berkualitas dan siap kerja.

Kalau dulu SMK dianggap sekolah tukang, sekarang malah jadi tukang cuan,  karena anak muda lulus dari sana bukan cuma siap kerja, tapi siap bersaing di dunia industri. Judulnya udah pas mereka benar-benar keracunan produktif, tapi keracunan yang bikin masa depan terang dan kantong tetap tebal.

Oleh sebab itu, buat adik-adik SMP di Sumsel yang galau mau lanjut kemana, ingat, masa depan gak selalu lewat toga, kadang lewat helm, skill, dan pengalaman industri juga bisa bikin bahagia. [***]

Terpopuler

To Top