Sumselterkini.co.id, – Kalau industri kreatif adalah kebun sayur negara, maka film horor adalah cabai rawitnya kecil-kecil tapi pedasnya bikin merem melek. Sekali mekar, bisa bikin satu negeri keringetan bareng. Dan seperti petani yang tahu musim tanam paling subur, para sineas Indonesia paham betul tak ada musim panen paling gurih selain libur Lebaran, di mana orang-orang sudah kehabisan topik obrolan dengan sanak saudara dan butuh pelarian berupa tontonan yang bisa bikin jantung deg-degan tapi dompet tetap aman.
Nah, di tengah lebaran 2025 yang penuh ketupat dan sambal ati, datanglah Qodrat 2 bukan cuma sebagai film, tapi sebagai kejadian nasional. Film yang digarap Magma Entertainment dan Rapi Film ini bukan main-main. Dalam 10 hari saja, lebih dari 1,7 juta penonton menyerahkan waktu dan nyali mereka demi menyaksikan aksi Ustaz Qodrat memberantas kesurupan sambil dikejar suara angin yang entah dari sound system atau dari lubang kehidupan masa lalu.
Capaian itu tentu bukan kabar sepele. Saking hebohnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, langsung turun tangan mengapresiasi pencapaian Qodrat 2. Dalam suasana yang bisa dibilang lebih khidmat daripada buka puasa bersama, beliau hadir di Plaza Senayan XXI, Jumat (11/04/2025), untuk menyampaikan bahwa ini bukan sekadar film rame-rame, tapi sinyal positif bagi pertumbuhan industri kreatif kita.
Dan memang bukan cuma Qodrat 2 yang merajai layar perak. Libur Lebaran 2025 jadi momen istimewa bagi film-film nasional. Total penonton film Indonesia saat itu menembus angka lebih dari 5 juta. Lima juta! Itu kalau dikumpulin di satu lapangan bisa bikin konser Coldplay kalah gegap gempita. Artinya, rakyat kita ternyata tidak cuma doyan sambal goreng kentang, tapi juga lapar akan cerita lokal yang ngeri-ngeri sedap.
Sebenarnya, kesuksesan Qodrat 2 tidak datang dari ruang hampa. Ia berdiri di atas fondasi horor Nusantara yang sudah lama membuktikan diri punya massa loyal. Ingat Pengabdi Setan (2017)? Film itu sukses menanam rasa takut dalam benak penonton cukup dalam hingga mereka mulai menutup kaca kamar pakai sarung tiap malam. Lalu ada KKN di Desa Penari (2022), yang mencatatkan rekor fantastis dan membuat orang-orang berpikir ulang sebelum menerima undangan KKN ke desa terpencil.
Belum lagi Sewu Dino, yang bikin kita sadar bahwa angka 1000 ternyata terlalu sedikit untuk horor, dan Jailangkung yang berkali-kali bangkit dari kubur dalam berbagai versi. Semua film ini membuktikan bahwa Indonesia tidak kekurangan stok hantu berkualitas ekspor. Bahkan, kalau mau diseriusin, kita bisa bikin “Marvel Cinematic Universe”-nya sendiri, tapi isinya dedemit dari berbagai daerah mulai dari Wewe Gombel sampai Leak Bali.
Di tengah gempuran film asing yang kadang lebih banyak ledakannya daripada logikanya, film horor lokal tetap bertahan dengan kekuatan cerita, kearifan lokal, dan tentu saja, efek suara “kreekk” yang bikin dada sesak. Ini jadi bukti bahwa film horor bukan cuma hiburan musiman, tapi komoditas budaya yang bisa diolah, dikemas, dan dijual ke pasar global.
Menteri Riefky menyebut ini sebagai sinyal positif, dan memang betul. Industri film nasional sudah bukan bayi merah yang baru belajar jalan. Ia sedang bertumbuh, berlari, dan mulai menendang pintu ekspor. Bayangkan, kalau 1 film bisa meraup 1,7 juta penonton dalam 10 hari, bagaimana kalau dalam setahun kita punya 10 film horor berkualitas tinggi? Potensi devisa bisa meningkat, lapangan kerja terbuka, dan para kru film tidak perlu lagi ngedit pakai laptop pinjaman.
Kalau dulu kita ekspor barang tambang dan sawit, sekarang sudah waktunya ekspor hantu. Tapi jangan sembarang hantu, harus yang punya cerita, produksi niat, dan kualitas yang bisa bikin penonton luar negeri menjerit bukan cuma karena takut, tapi karena takjub.
Qodrat 2 dan kawan-kawan telah membuktikan bahwa setan-setan Indonesia, selain sukses bikin orang merem sambil nonton, ternyata juga bisa menyumbang pundi-pundi rupiah. Dan siapa tahu, di masa depan, devisa negara ikut naik gara-gara film hantu. Jadi, siap-siap ya, masa depan ekonomi kreatif kita bisa jadi dibantu oleh kuntilanak bersuara sopran dan ustaz-ustaz ruqyah yang ngalahin superhero Marvel.
Setan-setan lokal sudah saatnya naik pangkat. Tak hanya sekadar menakut-nakuti penonton lokal, mereka kini punya potensi jadi pahlawan devisa. Dengan kualitas produksi yang terus meningkat, cerita yang makin kreatif, dan dukungan pemerintah yang makin serius, film horor Indonesia bisa jadi andalan baru di kancah internasional.
Jadi mulai sekarang, kalau dengar suara ketukan di jendela malam-malam, jangan langsung takut. Siapa tahu, itu bukan hantu tapi sinyal bahwa ekonomi kreatif kita sedang mengetuk pintu masa depan. Dan kali ini, yang mengetuk bukan cuma ustaz Qodrat, tapi seluruh pasukan setan Indonesia yang siap sumbang devisa!.[***]
