KALAU pulang dari pasar bawa belanjaan, pulang dari kantor bawa capek, maka pulang dari Tanah Suci mestinya bawa yang suci-suci juga, hati yang baru, niat yang segar, dan semangat hidup yang tidak hanya bergantung pada saldo rekening dan suhu kompor tetangga.
Dan begitulah, jemaah haji Indonesia gelombang II telah resmi menutup rangkaian panjang penyelenggaraan ibadah haji 1446 H. Kloter KJT28 dari Majalengka dan Cimahi jadi rombongan penutup, take-off dari Bandara Madinah pukul 23.27 WAS. Lebih cepat dari jadwal. Luar biasa. Biasanya orang Indonesia dikenal karena “jam karet”, ini malah jam pesawatnya lebih gesit dari niat mantan ngajak balikan.
Tapi jangan cuma lihat dari sisi keberangkatan dan pemulangan. Mari kita ulas sisi lain dari perjalanan spiritual ini. Karena haji bukan sekadar soal naik pesawat, pakai kain ihram, atau nyetatus di medsos dengan caption “Labbaik Allahumma Labbaik” lalu nambah hastag #MabrurPlease.
Lebih dari itu, ini adalah perjalanan mengaduk-aduk batin, menggugah kesadaran, dan kalau berhasil bisa bikin seseorang pulang dengan paket lengkap jiwa bersih, hati bening, dan mulut lebih sedikit nyinyir.
Pulang dari Tanah Suci itu ibarat habis servis besar dalaman diganti, oli diganti, ban dicek, dan rem diperbarui. Tapi apa gunanya servis kalau mobilnya tetap ugal-ugalan di jalanan kampung?
Maka tantangan terbesar bukan saat sa’i bolak-balik Safa-Marwah. Bukan juga saat wukuf di Arafah, walau suhu panasnya bisa mengelupas niat. Tantangan sesungguhnya justru datang saat kembali ke rutinitas. Saat kaki sudah mendarat di Bandara Soetta, tapi hati masih di pinggir Kakbah.
Mereka yang pulang dari haji tidak sekadar menyandang status “Pak Haji” atau “Bu Hajjah”, meskipun di kampung biasanya langsung diundang jadi penceramah dadakan dan diminta doa biar panen durian lancar. Tapi seharusnya pulang haji itu berarti pulang dengan perubahan. Minimal kalau dulu suka marah, sekarang belajar sabar. Kalau dulu suka hutang dan lupa bayar, sekarang jangan lupa doakan si penagih juga masuk surga.
Di tengah euforia kepulangan, ada catatan haru yang tak bisa dilupakan. Sebanyak 446 jemaah wafat di Tanah Suci mereka tidak sempat menjejak kembali Tanah Air. Tapi yakinlah, mereka pulang ke rumah yang lebih kekal. Kalau haji itu panggilan, maka pulang di sana adalah undangan istimewa dari Tuhan langsung, tanpa antrean visa.
Kita yang masih bisa pulang harus belajar dari mereka. Karena umur itu kayak sinyal WiFi di masjid kita gak tahu kapan putusnya. Maka selama masih hidup, manfaatkan waktu buat yang baik-baik. Minimal berhenti ngomentarin orang di TikTok pakai akun anonim.
Layanan untuk jemaah haji tahun ini terbilang top cer. Akomodasi, transportasi, konsumsi, bahkan bimbingan ibadah disiapkan semaksimal mungkin. Meskipun ya, selalu ada dinamika kadang kamar sempit, AC ngadat, atau ayam gorengnya kalah renyah dari harapan.
Tapi hidup memang begitu gak semua bisa sesuai ekspektasi. Seperti jodoh, pekerjaan, dan hasil panen cabe. Yang penting niat baiknya dijaga, dan syukur tetap ditanam.
Pernah ada satu jemaah cerita waktu melempar jumrah, batu yang ia bawa malah nyasar ke sandal sendiri. Alih-alih marah, ia malah tertawa dan bilang, “Yah, ini berarti dosaku masih numpang di kaki”. Humor semacam itu justru yang bikin ibadah terasa lebih manusiawi. Tidak kaku, tidak tegang. Karena agama itu bukan buat bikin kita stres, tapi buat bikin kita waras.
Maka dari itu, mari kita rayakan kepulangan para jemaah bukan dengan pesta makan kambing semata, tapi dengan doa dan tekad agar kita semua jadi lebih baik meski belum sempat berangkat haji.
Karena sejatinya, setiap orang bisa jadi “haji” dalam kehidupannya sendiri. Haji dalam menjaga sabar. Haji dalam menolong sesama. Haji dalam membersihkan niat dan menjauhi drama.
“Kalau tubuhmu belum sampai ke Kakbah, pastikan hatimu tetap menghadap-Nya. Karena yang paling penting dari ibadah adalah niat yang lurus, hati yang bersih, dan hidup yang bermanfaat”.
Salam hangat untuk para jemaah yang baru pulang. Semoga hajimu mabrur, sikapmu makmur, dan hidupmu tidak cuma sibuk update status tapi juga upgrade akhlak. Aamiin.[***]