Ekonomi

“Warung Kopi Naik Bursa, KreatIPO Bikin Pegiat Kreatif Cuan”

ist/ekraf

ANAK kreatif itu identik sama coretan di kafe, sekarang siapa sangka mereka malah bisa nyantol di lantai bursa, bukan bursa kerja, bro, tapi Bursa Efek Indonesia tempat saham-saham berputar kayak roda kehidupan, kadang naik, kadang bikin jantungan. Nah, di sinilah Kementerian Ekonomi Kreatif barengan BEI lagi getol ngajak para pegiat kreatif buat naik kelas lewat program KreatIPO semacam “bootcamp ekonomi kreatif rasa pasar modal”.

Lokasinya juga nggak main-main Eastparc Hotel Yogyakarta. Hotelnya aja udah kedengaran kayak startup yang baru dapet pendanaan seri A. Di sana, Direktur Pengembangan Akses Pendanaan, Pembiayaan, dan Investasi Kemenekraf, Anggara Hayun Anujuprana, kasih sambutan dengan gaya semangat membara mungkin kalau bisa, beliau langsung lempar saham gratis biar peserta makin semangat.

Menurut Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya dalam siaran persnya dilaman ekraf menyebutkan KreatIPO ini bukan cuma acara gaya-gayaan. Ini bentuk nyata kehadiran negara bukan sekadar hadir buat foto bareng spanduk, tapi buat bantu para pelaku ekonomi kreatif biar nggak terus-terusan jualan ide tapi “duitnya entah ke mana”, katanya, pasar modal itu peluang besar, asal siap dengan tata kelola dan inovasi yang kuat. Bahasa halusnya jangan cuma jago bikin logo, tapi juga ngerti laporan keuangan!

Bayangin aja, pegiat kreatif yang biasanya nongkrong di angkringan sambil nyoret konsep di tisu, sekarang diajak mikir soal IPO alias Initial Public Offering. Dari jual ide ke jual saham transformasi ini mirip kayak ubah motor bebek jadi mobil listrik. Beda kelas, tapi tetap butuh bensin, eh, maksudnya, modal.

Anggara bilang, KreatIPO ini langkah strategis biar pelaku kreatif bisa naik level, bukan cuma jadi  usaha keren di Instagram, tapi perusahaan global di Bloomberg. Gokil kan? Soalnya, kalau mau go public itu nggak bisa cuma bermodal semangat dan kopi sachet. Harus ada audit, manajemen yang rapi, dan mental baja menghadapi investor yang pertanyaannya kadang lebih tajam dari mantan.

Workshop ini juga rame kayak konser akustik sore hari. Ada Alan Fatih dari BEI yang ngomongin startup dan UMKM, ada Steffen dari Surya Fajar Sekuritas, Bimo Iman Santoso dari RSM Indonesia, dan Erlangga Ksatria dari Imago Mulia Persada Tbk. Pokoknya panelnya lengkap, tinggal kurang barista dan MC stand-up aja.

Dari sesi talkshow sampai pendampingan, peserta diajarin segala hal mulai dari tahap IPO, cara audit, strategi siap-siap go public, sampai dengar langsung pengalaman perusahaan yang udah sukses melantai di bursa. Ibarat belajar berenang, mereka bukan cuma dikasih pelampung, tapi langsung disuruh nyemplung, tapi tenang, ada pelatihnya.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Imam Pratanadi, juga nggak mau ketinggalan. Katanya, ekonomi kreatif itu tulang punggung pariwisata. Kalau pelaku kreatif naik kelas, otomatis wisata juga ikut berkilau. Ya iyalah, siapa yang nggak bangga kalau brand lokal Jogja bisa nongol di ticker saham BEI barengan Unilever dan BCA?

Yogya ini ibarat dapur kreatif nasional tempat ide lahir dari obrolan santai di angkringan. Kalau dapur ini dikasih akses ke modal dan bimbingan finansial yang mumpuni, bukan nggak mungkin nanti kita bakal lihat Gudeg IPO, Batik Tbk, atau Kopi Joss Ventures jadi kenyataan.

Ngomongin ekonomi kreatif, Indonesia nggak sendiri. Di London, pemerintah bikin program Creative Industries Clusters yang bantu seniman dan startup kolaborasi bareng investor hasilnya, ekonomi kreatif nyumbang lebih dari £100 miliar ke ekonomi Inggris.

Di Seoul, pemerintah Korea bikin K-Startup Grand Challenge yang ngegabungin hiburan, teknologi, dan modal asing. Jadi nggak heran kalau drama Korea bisa punya kualitas Hollywood tapi rasa lokal.

Lalu di Bangkok, lewat Creative Economy Agency, pemerintahnya kasih insentif pajak dan bimbingan supaya seniman dan pengusaha kreatif bisa ekspor karya. Dari mural sampai desain interior, semua diseriusin nggak cuma buat gaya-gayaan di Instagram.

Bikin nagih

Nah, kalau mereka bisa, masa kita nggak bisa? Toh, kreatifitas orang Indonesia itu kayak warung indomie ada di mana-mana, murah meriah, tapi selalu bikin nagih.

Dulu, kata orang bijak, “modal utama orang kreatif itu ide”. Sekarang, ternyata ide butuh modal kedua yakni pendanaan. Karena sebrilian apa pun ide kalau dompetnya kering, akhirnya cuma jadi status Twitter.

Program KreatIPO ini ngajarin kita satu hal penting mimpi boleh tinggi, tapi harus punya rencana dan pembukuan yang rapi. Kreatif bukan berarti acak-acakan. Karena di dunia usaha modern, cash flow itu sama pentingnya dengan creative flow.

KreatIPO ini semacam jembatan antara dunia ide dan dunia angka. Antara pelaku kreatif yang jago bikin konsep absurd dan investor yang maunya angka pasti. Kalau dua dunia ini bisa ketemu, bukan nggak mungkin ekonomi kreatif kita bakal jadi motor penggerak baru Indonesia bukan cuma di pameran, tapi juga di bursa saham.

Seperti kata pepatah (yang entah siapa yang bikin) “Rezeki bisa datang dari ide, tapi masa depan datang dari tata kelola”

Jadi, buat para pelaku kreatif, yuk, siap-siap go public! Warung kopi siap saingan sama korporasi besar, karena siapa tahu, obrolan santai hari ini adalah laporan keuangan tahun depan.[***]

Terpopuler

To Top