Tekno

Ketika Google, Unity & Kemenekraf Main Bareng [Misi Rahasia Selamatkan Dunia dari Kekeringan Talenta Gim]

ekraf

Sumselterkini.co.id, – Di sebuah ruangan megah bernama Thamrin Nine Ballroom Gold yang namanya terdengar seperti nama karakter boss terakhir di game RPG sejumlah orang berdasi dan bergaun rapi berkumpul dengan satu tujuan menyelamatkan dunia. Bukan, bukan dari serangan naga atau zombie, tapi dari krisis yang lebih sunyi kekurangan talenta gim lokal dengan lisensi internasional!

Ibarat game dengan level yang makin susah, dunia industri kreatif Indonesia sedang butuh cheat code. Tapi cheat-nya bukan curang, melainkan pelatihan canggih, akses ke teknologi, dan bimbingan dari para penyihir teknologi digital. Maka muncul lah trio jagoan  Kemenekraf, Google Asia Pacific, dan Unity. Mereka meluncurkan program bernama Google Play x Unity Game Developer Training. Sebuah nama yang panjang, tapi seperti combo skill dalam game, efeknya dijamin dahsyat.

Dan jangan salah juga, ini bukan sekadar acara launching biasa. Ini semacam cutscene penting dalam game bernama “Leveling Up Ekraf Indonesia”. Tiga kekuatan besar ini bersatu, bukan untuk membentuk aliansi jahat kayak dalam film Marvel.

Sebuah nama yang panjang, memang. Tapi percayalah, ini bukan sekadar pelatihan biasa. Ini semacam Hogwarts-nya anak muda kreatif, tapi alih-alih belajar sihir, mereka diajar bikin game pakai Unity, kenalan sama AI, dan dibekali senjata pamungkas bernama sertifikat resmi dari Google dan Unity yang kalau diselipin di dompet bisa bikin HRD refleks ngundang wawancara meskipun belum kirim CV.

Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, yang pagi itu tampil seperti protagonis utama dalam game Simulator Pejabat Gaul, menyampaikan pidato yang lebih berapi-api dari kompor kosan. Dengan intonasi tenang tapi penuh tenaga dalam, beliau menyampaikan. “Ekonomi kreatif sebagai mesin pertumbuhan baru telah menjadi barometer perkembangan kreatif global…”

Bahasanya memang terdengar seperti password WiFi di kedutaan besar, tapi maksudnya jelas anak-anak muda yang selama ini dibilang cuma “main HP doang” itu sebenarnya sedang menabung masa depan.

Karena dalam visi Presiden Prabowo (yang bakal dicatat dalam sejarah sebagai Presiden yang open world vision-nya luar biasa), industri kreatif harus jadi lahan subur penciptaan lapangan kerja. Bukan kerja yang bikin bahu pegal dan gaji miring, tapi kerja yang bisa dibanggakan sama calon mertua.“Ini saya, Pak. Saya bukan nganggur. Saya pengembang gim. Sertifikat saya dari Google!”

Menurut laporan dari Yuzu (bukan buah), pasar gim Indonesia nilainya sudah 2 miliar dolar AS. Gede banget. Kalau diibaratkan, itu cukup buat beli kuota satu negeri selama setahun dengan bonus headset gaming RGB. Pemain gim aktif kita? 148 juta orang. Itu lebih banyak dari jumlah orang yang nonton sinetron jam tujuh malam.

Dan ironisnya, dari jutaan pemain itu, yang jadi pembuat gim masih segelintir. Ibarat desa yang penduduknya suka makan mie, tapi nggak ada yang bisa bikin mie. Nah, program inilah yang datang kayak ninja developer, ngajarin cara bikin mie instan versi digital alias gim.

Enam bulan pelatihan. Mandiri. Dikasih akses premium ke Unity. Belajar AI. Ada mentoring, magang, dan setelah tamat, peserta bisa dapet sertifikat dari Google dan Unity. Sertifikat ini semacam ijazah dari kampus dunia maya bergengsi. Bisa dibanggakan, bisa dipamerkan, bahkan bisa diprint dan dipigura buat dipajang di ruang tamu.

Targetnya? 500 pengembang gim lokal dengan standar global. Angka yang mungkin terdengar kecil, tapi ingat Mojang bikin Minecraft cuma pakai tim kecil. Siapa tahu salah satu dari 500 peserta ini jadi “Markus Persson dari Mojokerto”.

Dari pihak Google, hadir Karen Toa, yang menyampaikan  pada 2023, pengembang Indonesia sudah meraup Rp2,14 triliun [wow..luar biasa.!!!] dari aplikasi di Google Play. Itu bukan receh, itu pundi emas. Ada 33.800 aplikasi aktif, dikembangkan oleh 10.400 developer Indonesia.

Artinya apa? Anak-anak bangsa bukan cuma bisa bikin stiker WA atau nonton reaction TikTok, tapi juga mampu bikin teknologi yang usable dan bisa dijual.“Kami percaya Indonesia punya potensi luar biasa dalam ekonomi kreatif digital,” ujar Karen, sambil mungkin dalam hati membayangkan kelak dunia main game “Legenda Roro Jonggrang  The AI Awakens” buatan studio dari Cirebon.

Jago bikin gim

Acara peluncuran ini dihadiri banyak tokoh dari Google dan Kemenekraf. Nama-nama seperti Kunal Soni, Putri Alam, Agung Pamungkas, Shafiq Husein, hingga Deputi-deputi Kemenekraf yang nama jabatannya panjang tapi tugasnya satu memastikan anak muda nggak cuma jago main game, tapi juga jago bikin game.

Jadi, kalau selama ini orang tua bilang. “Main game terus, kapan suksesnya?”

Sekarang jawab aja. “Bentar lagi, Ma. Saya ikut pelatihan Google-Unity bareng Kemenekraf.”

Karena di dunia sekarang, yang bisa bikin virtual world, bisa mengubah real world. Dan lewat program ini, Indonesia nggak lagi sekadar pasar pengguna, tapi bisa jadi kiblat kreator.

Karena seperti kata pepatah versi game. “Barang siapa yang menanam coding, kelak akan memanen dollar dan prestasi.”

GGWP, Kemenekraf. GGWP banget. Karena kalau bicara soal sukses dari industri gim, dunia udah punya banyak contoh, seperti Korea Selatan, misalnya dulu dikenal karena drakor dan boyband, sekarang juga disegani karena developer-nya rajin bikin gim online yang bikin dompet gamer internasional auto kempes.

Atau Finlandia, negara dingin yang berhasil menghangatkan perekonomian lewat Angry Birds dan Clash of Clans dua gim yang lahir bukan dari markas alien, tapi dari garasi kreatif anak-anak muda berskill tinggi.

Kanada? jangan ditanya. Negara ini bukan cuma jago bikin maple syrup, tapi juga markas studio kelas dunia kayak Ubisoft yang melahirkan gim-gim sekelas Assassin’s Creed dan Far Cry. Bahkan Vietnam sempat bikin dunia heran lewat Flappy Bird, gim sederhana tapi mendunia. Saking viralnya, pemainnya lebih banyak dari jumlah motor di Jabodetabek.

Nah, Indonesia bisa seperti itu asal mau terus push rank, bukan cuma di game, tapi di ekosistem pengembangannya. Kita punya bakat, pasar, dan semangat. Yang penting, jalannya dibuka, fasilitasnya ada, pelatihannya jalan, dan… kuota internet tetap bersahabat.

Jadi, kalau negara-negara itu bisa sukses dari game, kenapa kita nggak?. Oleh sebab itu, tak salah jika peluncuran Google Play x Unity Game Developer Training ini jadi momen epik dalam sejarah ekonomi kreatif. Mungkin sekarang kita baru mulai dari level 1, tapi ingat semua pemain hebat pun dulunya cuma punya satu nyawa dan harapan.

Kalau ini diunggah di media sosial, dijamin bikin pembaca klik, senyum, dan… mungkin akhirnya ikut pelatihan.  Jangan heran kalau nanti anak tetangga yang dulunya suka dicibir karena tiap hari nongkrong di warung kopi sambil ngoding, tiba-tiba muncul di berita teknologi sebagai CEO studio gim asal Indonesia yang baru diakusisi perusahaan global. Jangan-jangan, itu hasil dari pelatihan ini.

Karena zaman sekarang, main game bukan cuma pelarian, tapi peluang pekerjaan. Dan bikin game bukan lagi hobi aneh, tapi karier masa depan yang bisa menyelamatkan ekonomi keluarga, bahkan negara. Kalau dulu orang tua bangga anaknya jadi dokter, insinyur, atau PNS, sekarang saatnya bangga punya anak yang bisa bikin game laku di pasar dunia. Coba bayangin, gim buatan anakmu dipakai buat edukasi di Korea, buat hiburan di Brasil, dan dipamerkan di konferensi teknologi di London. Gimana nggak bangga?

Jadi, untuk para calon developer di luar sana, ini saatnya bangkit. Ambil mouse, buka laptop, dan mulai belajar. Karena jalan menuju kejayaan kadang bukan lewat sekolah kedinasan, tapi lewat jalur Unity yang penting konsisten, sabar, dan bisa debug.

Dan untuk pemerintah serta mitra teknologi teruslah jadi power-up buat anak-anak muda kreatif. Karena industri ini bukan sekadar bikin orang main, tapi bisa jadi penyambung napas ekonomi bangsa yang makin digital dan makin kompetitif. Kalau boleh pinjam istilah gamer “Let’s go, Indonesia! Time to level up!”.Dan ingat…Game over itu bukan akhir, itu cuma loading buat babak selanjutnya.[***]

Terpopuler

To Top