Features

“Curhat Pekerja Bukan ke Dukun, Tapi ke Disnakertrans Muba”

ist

DI MUSI BANYUASIN, ada satu tempat yang lagi naik daun, bukan karena jualan kopi kekinian, tapi karena jadi tempat curhat pekerja,
namanya Disnakertrans Muba.
Iya, benar, tempat curhat yang legal, bukan paranormal center. Yang datang ke sini bukan orang kesurupan, tapi pekerja yang keserimpet aturan.

Kalau dulu orang Muba punya tempat curhat kalau gak ke warung kopi, pos ronda dan grup WhatsApp,  sekarang bertambah satu lagi ruang mediasi Disnakertrans.

Ada bedanya sebenarnya, karena di warung kopi curhatnya berujung gosip, di grup WA berujung debat, tapi di Disnakertrans berujung… “Perjanjian Bersama dan Surat Anjuran”

Mau denger ceritanya…? Begini..pagi itu, ruang mediasi di Sekayu agak ramai, di sudut ruangan, seorang pekerja datang dengan wajah serius.
“Pak, saya udah lembur tiga malam, tapi honor belum turun. Lampu pabrik aja udah capek nyala, tapi gaji saya belum nyala-nyala juga”, katanya dengan nada getir.

Dari sisi lain meja, perwakilan perusahaan mencoba menahan senyum. “Bukan gak dibayar, Pak. Tapi lemburnya belum disetujui, belum masuk sistem”.
Nah lo, saling salah paham, tapi dua-duanya merasa benar.

Untungnya ada Herryandi Sinulingga, AP, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muba, yang tampil seperti pak guru SD 00 di tengah pekerja yang datang di siang bolong, terlihat tenang, senyum-senyum, tapi tegas.
“Kalau semua pihak patuh aturan, gak bakal sampai begini. Tapi ya sudah, kita cari damai, bukan cari menang”.

Langsung suasana ruangan berubah adem.
Pekerja yang tadinya megang map kayak pegang parang, mulai longgarin genggaman.
Perwakilan perusahaan yang semula keringatan, kini bisa napas lega.

Menurut data, kata dia, sepanjang Januari sampai Oktober 2025, Disnakertrans Muba udah memediasi 18 kasus perselisihan hubungan industrial.

Empat di antaranya berhasil damai lewat Perjanjian Bersama (PB), antara lain PT. Baturona Adimulya, PT. Sucofindo Episi, PT. Kencana Subur Sejahtera, dan PT. Pinus Merah Abadi.
Sisanya, 16 kasus diselesaikan lewat Surat Anjuran sebab semacam resep damai dari pemerintah.

Dan yang keren, gak semua harus ribut.
Ada yang selesai cuma dengan satu kalimat bijak dari mediator “bapak jangan emosi, nanti tensi naik, gaji gak naik”

Lucunya, banyak pekerja bilang, “Pak, datang ke sini itu rasanya kayak konseling, bukan sidang”
Ya jelas, mediatornya bukan hakim, tapi penengah dengan hati.
Saking ademnya, beberapa pengusaha bahkan nyeletuk, “harusnya kantor ini buka 24 jam, biar pekerja gak curhat ke Facebook”.

Zaman dulu, ngadu ke Disnakertrans itu butuh semangat seperti mau ujian CPNS, bawa map, antre, dan sabar.
Sekarang? cukup klik dan chat.

Di bawah komando Bupati HM. Toha Tohet dan Wakil Bupati Kyai Rohman, Disnakertrans Muba meluncurkan layanan online pada 17 Agustus 2025,  pas hari kemerdekaan, biar rakyat juga merdeka dari ribetnya birokrasi.

Cukup buka bit.ly/DisnakertransMubaPHI, isi data, kirim.
Atau kalau mau lebih cepat, tinggal WhatsApp ke 0822-7983-0006 (Panji).

Lucunya, ada yang kirim chat “Selamat pagi, Pak Panji” jam 2 subuh.
Balasannya baru besok pagi, tapi niatnya dihargai.
Kata Panji, “Gak apa-apa, yang penting mereka sadar curhatnya ke tempat benar, bukan ke dukun online”

Saking seringnya pekerja curhat ke tempat yang salah, muncul candaan di kalangan staf .”Kalau pekerja curhat ke dukun, ujungnya dikasih minyak penglaris”. Kalau ke Disnakertrans, dikasih solusi yang realistis”.

Emang benar, Dukun bisa panggil arwah, tapi gak bisa panggil perusahaan buat mediasi.
Makanya, Disnakertrans Muba ini lebih sakti, gak pakai kemenyan, tapi pakai UU Nomor 13 Tahun 2003, UU No. 6 Tahun 2023, dan PP No. 35 Tahun 2021, sebab ilmu hukum lebih ampuh daripada mantra.

Kata Faezal Pratama, Kepala Bidang Hubungan Industrial. “Kita ini cuma penghubung. Pekerja dan pengusaha itu kayak pasangan suami-istri. Kadang ribut, tapi kalau udah saling butuh, pasti baikan lagi”.

Dan bener juga, sebab  ada pekerja yang datang ke ruang mediasi dengan mata melotot, tapi keluar dengan mata berkaca-kaca, bukan karena sedih, tapi karena lega.

Hubungan industrial itu sama kayak rumah tangga, kalau komunikasinya rusak, pasti salah paham, kalau egonya tinggi, pasti pecah kongsi. Tapi kalau dua-duanya mau dengerin, beres urusan.

Bisa kita contoh luar negeri, misalnya di Jepang, ada sistem “Shunto”,pertemuan tahunan antara serikat pekerja dan pengusaha buat bahas gaji dan kesejahteraan.
Bayangin, mereka ngobrol sopan sambil minum teh matcha, gak ada yang nimpuk kursi. Mirip banget sama gaya Muba, yaitu mediasi, bukan demonstrasi.

Bedanya, kalau di Jepang mereka bawa laptop, di Muba cukup bawa niat baik dan sedikit humor.
Dan hasilnya sama, damai. Artinya, gak perlu jadi negara maju dulu buat bisa berdamai yaitu cukup jadi daerah yang berakal sehat.

Herryandi bilang, “Kita ingin dunia kerja di Muba ini bukan medan tempur, tapi ladang kerja yang subur”

Nah, ini kalimat yang bisa dijadikan quote of the year.
Karena di dunia kerja sekarang, semua orang sibuk jadi benar, tapi lupa jadi bijak.
Padahal menang itu bukan soal ngalahin orang lain, tapi ngalahin ego sendiri.

Coba bayangkan kalau semua konflik diselesaikan dengan gaya Muba, pasti jadinya..
Ngopi bareng, ngobrol, nyari titik temu.
Bukan nyari pembenaran, tapi nyari perdamaian.
Hasilnya? Dunia kerja jadi adem, rezeki ngalir kayak Sungai Musi pas musim hujan bahkan rada tenang lagi sang istri pun tersenyum simpul..

Kadang suasana mediasi bisa tegang. Tapi mediator-mediator Muba udah kebal tekanan.
Ada satu kejadian, pekerja datang sambil ngomel, “Saya udah kerja kayak kuda!”
Mediator menjawab santai, “Tapi Bapak dibayar kayak manusia, kan?”
Langsung ruangan pecah ketawa.

Humor adalah pendingin suasana.
Karena kalau semua dibawa serius, bisa-bisa nanti ada yang gigit pulpen.

“Teman ngobrol digital”

Oleh karena itu, sekarang ini, Disnakertrans Muba dinilai bukan cuma kantor, tapi “teman ngobrol digital”.
Ada yang lapor via website sambil di rumah, ada yang chat sambil di sawah.
Yang penting, semua bisa curhat tanpa drama.

“Curhat kerja sekarang gak harus ke HRD atau ke dukun. Ke Disnakertrans aja, biar tenang dan halal,” kata Faezal sambil ngopi.
Bahkan kalimat itu viral di kalangan buruh, ada yang sampai bikin stiker WA “Tenang bro, Disnakertrans standby 24 jam”.

Oleh karena itu, pesannya, kalau semua kabupaten punya sistem kayak ini, mungkin dunia kerja kita bakal jauh lebih sehat.
Gak ada lagi demo di jalan, gak ada lagi bos yang takut buka WA tiap awal bulan.
Pekerja gak lagi ngerasa sendirian, pengusaha pun gak lagi paranoid.

Tengok aja di Eropa, pemerintah punya “Industrial Peace Forum”. Di Muba? kita punya “Ngopi Damai Disnakertrans”.
Kedengarannya receh, tapi efeknya nyata, karena ternyata, kedamaian itu gak butuh seminar Internasional,  cukup ruangan kecil dengan niat baik dan kopi hitam tanpa gula.

Di akhir sesi mediasi, pekerja dan perusahaan salaman.
Yang satu bilang, “Ya sudah, Pak, kita maaf-maafan”
Yang lain jawab, “Setuju, daripada tambah masalah”
Mediator senyum, “Nah, gitu dong, gak perlu ke dukun, cukup ke Disnakertrans”

Semua ketawa, suasana cair, mungkin kalau ada background music, lagu “Rehat”-nya Kunto Aji pas banget.

Dari ruangan itu, keluar dua orang yang tadinya musuhan, sekarang bisa ngobrol soal harga pupuk.
Begitulah, Muba ngajarin kita satu hal penting di dunia kerja, bukan siapa yang paling galak yang menang, tapi siapa yang paling sabar yang bertahan.

Jadi kalau nanti ada masalah kerja, jangan langsung ke dukun, jangan juga update status pakai huruf kapital semua.
Datang aja ke Disnakertrans Muba  tempat di mana masalah diseduh pakai kopi, bukan kemenyan.

Dan kalau semua daerah bisa kayak gini, mungkin Indonesia bakal punya slogan baru “Kerja dengan hati, ngadu dengan logika, dan damai tanpa klenik”.[***]

Terpopuler

To Top