Industri Kreatif & UKM

Telur Asin, OSS & Izin yang Tak Lagi Bikin Pusing!

ist

Brebes Tunjukkan Cara Birokrasi Bisa Ramah, Bukan Drama

SEANDAINYA ada lomba daerah paling sabar ngadepin urusan perizinan, Brebes mungkin langganan juara umum. Soalnya, banyak pelaku ekonomi kreatif yang ide-idenya udah meledak-ledak kayak popcorn, tapi kejedot di meja birokrasi. Mau bikin usaha? Izin dulu. Mau izin? Tunggu tanda tangan. Mau tanda tangan? Pejabatnya rapat. Giliran rapatnya kelar, semangat udah pindah ke jualan online.

Nah, biar nggak terus-terusan begini, Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) akhirnya turun gunung pekan lalu, mereka ngumpulin para pegiat ekonomi kreatif di King Royal Hotel, Brebes. Bukan buat makan siang bareng, tapi buat acara yang namanya agak panjang Sosialisasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko lewat OSS. Tapi intinya cuma satu, biar pelaku usaha nggak lagi takut sama yang namanya izin usaha.

Brebes emang terkenal dengan telur asinnya, tapi kalau pelaku ekonomi kreatif di sini dikasih kesempatan, bisa jadi asin-nya bukan cuma di telur, tapi juga di dompet. Coba bayangin, dari kuliner, kriya, sampai desain digital, semua bisa jadi sumber cuan kalau dijalankan dengan izin yang resmi.

Kemenekraf lewat Direktorat Pengembangan Akses Pendanaan, Pembiayaan, dan Investasi, datang bawa kabar baik “Sekarang izin usaha bisa lewat sistem OSS. Nggak perlu ngantre, nggak perlu surat sakti, cukup klik-klik di laptop”.

Kata Menteri Ekraf Teuku Riefky Harsya, OSS ini ibarat jembatan emas buat para pelaku usaha biar bisa jalan tanpa drama. “Perizinan yang mudah dan transparan adalah pintu masuk menuju ekosistem ekonomi kreatif yang inklusif,” katanya.
Bahasanya memang keren, tapi kalau diterjemahin ke bahasa warung kopi. “Sekarang ngurus izin gak perlu ngopi sampai dingin”.

OSS alias Online Single Submission ini kayak warung serba ada buat perizinan. Mau bikin usaha kerajinan, jualan desain, atau buka kafe tematik? Semua bisa diurus dari rumah. Asal sinyal kuat dan kuota cukup, izin pun langsung meluncur kayak orderan ojek online.

Kepala Subdirektorat Helmi Suhendry bilang, forum ini bukan cuma soal izin, tapi juga cara ngelihat peluang investasi dan kolaborasi. “Jadi bukan cuma ngerti caranya bikin izin, tapi juga ngerti gimana caranya bikin duitnya jalan”.

Sementara Direktur Anggara Hayun menambahkan, kegiatan ini juga buat ngasih edukasi tentang pentingnya izin berbasis risiko.
Alias, kalau usahamu cuma jual gantungan kunci, risikonya beda sama jual petasan. Tapi dua-duanya tetap butuh izin, biar usahanya aman dan dipercaya.

Asisten Sekda Brebes, Anna Dwi Rahayuning Rizky, juga nggak mau ketinggalan. Ia bilang Brebes punya potensi besar di kuliner dan kriya. Tapi potensi itu bisa nyangkut di pintu, kalau para pelaku usaha belum paham pentingnya izin.

“Izin usaha itu kayak helm waktu naik motor, kadang males dipakai, tapi pas ada razia, baru sadar fungsinya besar”.

Dan bener aja, kalau udah punya legalitas, produknya bisa dipercaya konsumen, bisa ikut pameran, bahkan bisa dilirik investor. Soalnya, investor zaman sekarang udah nggak mau investasi ke usaha yang “abal-abal tapi viral”.

Sekretaris Komisi I DPRD Brebes, Heri Fitriansyah, juga ngasih bumbu realitas. Katanya, Brebes bakal dapet bonus demografi, banyak anak muda produktif, tapi tantangannya adalah digitalisasi, jadi, mau nggak mau, perizinan pun harus ikut upgrade ke zaman online.

“Kami siap jemput bola, bukan nunggu bola masuk ke gawang birokrasi,” ujarnya penuh semangat.

Kalau acara kayak gini terus berlanjut, Brebes bisa jadi contoh daerah yang nggak cuma jual telur asin, tapi juga jual ide asin-manis-gurih khas anak muda kreatif. Bayangin aja, produk lokal yang dulu cuma dipajang di etalase kecil pasar tradisional, nanti bisa mejeng di marketplace internasional.

Dan semuanya dimulai dari satu hal sederhana: punya izin usaha, karena seperti kata pepatah versi upgrade, “Lebih baik izin di awal daripada diusut di akhir”.

Akhir kata, Kemenekraf bukan cuma ngajarin cara ngurus izin, tapi ngajak pelaku ekraf buat berpikir jangka panjang. Soalnya, kreativitas tanpa legalitas itu kayak nasi goreng tanpa kecap tetap bisa dimakan, tapi nggak lengkap.

Dengan sistem OSS, para pelaku ekonomi kreatif di Brebes dan daerah lain bisa mulai bergerak tanpa takut dihantui birokrasi, sekarang nggak ada alasan lagi buat usaha jalan di bawah meja.

Birokrasi boleh tetap ada, tapi harus adaptif. Daerah boleh kecil, tapi mimpinya besar, karena kalau Brebes bisa bikin telur asin mendunia, siapa bilang ide kreatif mereka nggak bisa bikin dunia jadi lebih asin gurih juga?.[***]

Terpopuler

To Top