DI Gandus, Palembang, angin sore membawa kabar baru Pasar Modern Grand Citra Mandiri resmi dibuka oleh Gubernur Sumatera Selatan, H. Herman Deru. Wak Bek, yang biasanya cuma keluar rumah kalau ada undangan kawinan atau kabar dapur tetangga kebakaran, langsung melirik Mang Zenal yang lagi ngipasin diri di teras.
“Eh, Zenal, katanya Gandus sekarang udah kayak Jakarta Pusat, ada pasar modern. Nggak kalah sama Perumnas. Dulu, kalau orang bilang ‘pulang ke Gandus’, nadanya kayak mau ke kampung jin buang sepatu. Sekarang mah… jin aja mau pindah ke sini!” Wak Bek membuka percakapan sambil nunjuk daun kelor, entah relevansinya apa.
Mang Zenal mendengus, “Pasar modern, pasar modern… dulu juga katanya ada pasar kalangan, tapi kalangan dompet aku tetap kosong. Kalau sekarang katanya modern, berarti yang jualan pakai jas sama dasi?”
“Bukan gitu, Neng—eh, Zenal, ini mah modernnya fasilitas,toiletnya kinclong, parkirnya luas, ada CCTV. Jadi nggak ada lagi yang parkir liar kayak jaman pasar kaget. Kata pemiliknya, pembeli dan penjual bakal sama-sama modern. Mungkin nanti tukang sayur nyapa kita sambil bilang ‘Have a nice day, Sir!’” Wak Bek nyengir, sambil bayangin Mang Zenal disalamin pakai bahasa Inggris.
Mang Zenal geleng kepala, “Iya sih bagus, Bek, tapi inget pepatah pasar boleh modern, tapi isi dompet jangan kuno. Artinya, kalau mau rakyat rame belanja, bukan cuma tempatnya yang bagus, harga juga harus masuk akal. Kalau cabai di situ harganya kayak di mall, ya ujung-ujungnya kita balik lagi ke pasar kaget.”
Wak Bek mengangguk…., “bener, jadi solusinya, selain fasilitas oke, harus ada kebijakan harga yang merakyat. Pemda bisa kerja sama sama petani lokal, biar barangnya fresh, harganya nggak bikin jantung triple kill. Kalau perlu, bikin promo ‘Hari Senin Harga Bikin Senyum’ atau ‘Rabu Ramah Dompet’.”
Mang Zenal nyeruput teh manisnya pelan-pelan, lalu nyelutuk, “Dan jangan lupa, Bek, pasar modern itu bukan cuma soal bangunan. Tapi juga soal suasana. Penjualnya ramah, pembelinya tertib, nggak saling senggol kayak rebutan sembako gratis.”
Wak Bek tertawa, “Iya, Zenal. Karena pada akhirnya, pepatah lama bilang. Pasar yang hidup itu bukan yang megah bangunannya, tapi yang bikin orang betah datang lagi”
Peresmian Pasar Modern Grand Citra Mandiri di Gandus adalah langkah besar untuk menggerakkan ekonomi lokal. Tapi agar manfaatnya terasa, perlu ada perhatian pada harga, kerja sama dengan produsen lokal, dan pelayanan yang membuat pembeli betah.
Modern itu bukan hanya marmer dan lampu neon, tapi juga rasa nyaman dan harga yang bersahabat.
Wak Bek dan Mang Zenal sepakat, pasar modern itu ibarat rumah tangga percuma dandan kinclong kalau nggak ada kehangatan. Jadi, semoga Pasar GCM ini bukan cuma jadi foto cantik di Instagram, tapi juga denyut nadi ekonomi Gandus yang baru.[***]
Catatan Redaksi: tulisan ini memadukan fakta peresmian Pasar Modern Grand Citra Mandiri Gandus dengan cerita fiksi tokoh Wak Bek dan Mang Zenal. Humor digunakan untuk memberi warna, namun informasi utama tetap akurat.