ADA banyak cara untuk menyatakan cinta, ada yang lewat lagu, lewat bunga, lewat kopi saset, bahkan lewat bus tingkat yang melaju pelan di Berlin sambil bawa wajah Danau Toba segede gaban.
Kementerian Pariwisata kita rupanya sedang kasmaran berat sama pasar Eropa. Setelah sekian lama, Indonesia kembali ngegas promosi pariwisata lewat kampanye “Wonderful Indonesia”, kali ini bukan lewat brosur di pos ronda, tapi lewat media luar ruang berkelas, dari billboard digital di Roma sampai bus open top di Berlin yang balutannya lebih heboh dari kado ulang tahun anak SD.
Sebelum kita nyinyir, mari kita sepakat dulu, niat Kemenpar ini keren. Ibarat mantan yang dulu lupa ngucapin ulang tahun, sekarang datang bawa boneka beruang dan lagu kenangan.
Kampanye ini bukan cuma numpang lewat, tapi digarap sebulan penuh dari tanggal 1 sampai 31 Juli 2025. Lokasinya pun tak main-main, Kurfürstendamm di Berlin sampai Piazza del Risorgimento di Roma, dua tempat yang, kalau diibaratkan, setara dengan Sudirman-Thamrin dan Jalan Malioboro, tapi dengan lebih banyak sejarah dan lebih sedikit odong-odong.
Bayangkan turis Jerman yang baru aja beli sosis bratwurst, tiba-tiba ngelihat gambar Labuan Bajo lewat di bus yang berhenti di Alexanderplatz. Atau turis Italia yang habis makan pasta di Piazza Venezia, langsung ngelihat wajah Borobudur muncul megah di billboard. Siapa yang nggak penasaran? Mungkin mereka bakal mikir, “Eh ini surga di mana? Masak kita liburan cuma ke Napoli terus?”.
Promosi seperti ini bisa dibilang adalah versi digital dari “pura-pura lewat depan rumah gebetan” zaman dulu. Kita tampilkan yang terbaik, yang paling cantik, yang paling eksotis, dari Bali sampai Mandalika. Tapi ya, semoga nggak berhenti di tampilan doang. Karena seperti kata pepatah, “Jangan cuma memoles wajah di Instagram, tapi lupa ngurus hati di kehidupan nyata”.
Perluas pasar
Kalau boleh kasih wejangan, kampanye ini bagus, tapi alangkah baiknya jika diimbangi dengan pengalaman yang setara di lapangan. Wisatawan yang datang karena melihat bus kece di Berlin harus disambut bukan dengan jalan bolong, toilet umum berbayar tapi rusak, dan tour guide yang ngomong kayak sedang dikejar setoran. Indonesia itu kaya banget tapi ya, kadang “kaya rencana, miskin pelaksanaan”.
Boleh lah kita belajar dari Thailand yang menjual pariwisata bukan cuma lewat pemandangan, tapi lewat pelayanan kelas wahid. Atau Jepang, yang kalau turis nyasar dikasih peta dan senyum. Atau bahkan Vietnam yang jago banget menjual kopi dengan narasi sejarah. Kita? Kadang masih sibuk debat antara “pakai e-ticket atau karcis sobek”
Kata tokoh kreatif dan wisata legendaris, Anthony Bourdain, “Travel isn’t always pretty. It isn’t always comfortable. But it changes you”,[“Perjalanan itu nggak selalu indah. Nggak selalu nyaman. Tapi perjalanan itu mengubah dirimu”]. Dan Indonesia punya potensi besar untuk menjadi tempat yang mengubah cara pandang orang lewat budaya, alam, dan keramahan. Tapi itu hanya terjadi kalau semua elemen siap. Bukan cuma promosi di luar negeri, tapi juga pembenahan di dalam negeri.
Kampanye di Berlin dan Roma ini ibarat proposal lamaran yang megah, tapi jangan sampai pas nikah, lupa bawa mahar dan makanannya basi. Pariwisata kita butuh lebih dari sekadar bus cantik dan billboard kinclong. Butuh perbaikan SDM, infrastruktur, dan ekosistem wisata yang benar-benar “wonderful”, bukan hanya di iklan, tapi juga di kenyataan.
Mari kita dukung promosi Wonderful Indonesia ini dengan secuil harapan dan segambreng saran. Kalau perlu, kita doakan setiap bus yang muter di Berlin bisa membawa cinta pada negeri ini, dan setiap billboard di Roma bisa jadi jendela bagi dunia untuk mengintip keindahan Indonesia yang tak hanya eksotis, tapi juga autentik, ramah, dan ndeso dalam artian yang paling membahagiakan.
Akhir kata, seperti kata pepatah lama dari kampung saya “Jangan hanya jual tampang di luar negeri, tapi lupa mandi di negeri sendiri”
Wisata itu bukan hanya jualan gambar bagus, tapi juga soal rasa nyaman, aman, dan kenangan yang manis. Jadi, terus gas Kemenpar! Tapi sambil nengok spion ya, jangan sampai lupa bawa bekal niat dan pelayanan tulus dari dalam negeri.[***]