PENDIDIKAN adalah untuk memajukan kualitas sumber daya manusia, baik dari segi pengetahuan maupun dari perilaku yang berbudaya, dan bermoral serta berkarakter yang baik. Sekolah merupakan salah satu tempat untuk menampung semua kegiatan tersebut. Sekolah yang baik dapat menjalankan amanah tujuan pendidikan nasional yakni untuk mengembangkan manusia Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Manusia yang mempunyai takwa dan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai budi pekerti yang luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, kesehatan rohani, dan jasmani, keterampilan dan pengetahuan, dan terakhir mempunyai rasa tanggung jawab untuk berbangsa dan bermasyarakat.
Salah satu ciri Negara maju adalah Negara yang memfokuskan perhatian besar pada masalah pendidikan. Artinya, pendidikan merupakan simbol maju atau tidaknya suatu negara. Pendidikan maju maka negaranya pun ikut maju. Untuk mengelola pendidikan yang maju dan berkualitas diperlukan pemimpin yang sangat fokus dan intens terhadap masalah pendidikan ini. Pemimpin yang sangat peduli terhadap sistem dan kebijakan pendidikan. Bukan hanya cerdas, tetapi seorang pemimpin loyal menyangkut problematika pendidikan.
Di Republik ini sudah tidak asing lagi jika ganti pemimpin biasanya ganti pula kebijakan. Seperti halnya ganti menteri, maka berganti pula kebijakan, salah satunya menteri pendidikan yang sekarang berkuasa. Sejak diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (mengurusi pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi) oleh presiden, mas menteri (pangilan akrab) yang baru harus bisa membenahi pendidikan. Sejak menjabat, beberapa pernyataan telah terlontar dari mas menteri ini. Seperti, Gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu.
Gonjang ganjing pernyataan-pernyataan (statement) atau beberapa wacana yang dilemparkan oleh seorang menteri semakin membuat riuh isu-isu pendidikan. Kepemimpinan seorang menteri sekarang ini harus diuji terlebih dahulu. Apakah langkah kebijakan yang diambilnya merupakan kebijakan yang akan menghasilkan sebuah perubahan. Tentunya, perubahan tersebut membawa dampak pada kemajuan pendidikan di Tanah air. Kebenaran dari langkah kebijakan tersebut sudah pasti harus melewati rangkaian proses.
Selanjutnya, ada dua kebijakan yang dikeluarkan oleh mas menteri. Kebijakan dengan istilah Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Kebijakan Merdeka Belajar, dalam hal ini memerdekakan hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan pendidikan seperti aturan-aturan yang terlalu banyak sehingga membebani para guru melakukan tugas utama mereka dalam melaksanakan pembelajaran. Selain itu, pembenahan terhadap Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah. Salah satunya yaitu menghapus sistem Ujian Nasional atau UN dan akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.
Kedua, pada Kampus Merdeka yaitu memberikan berbagai keleluasaan pada perguruan tinggi tanpa harus berkoordinasi dengan begitu banyak instansi atau kementerian lainnya. Salah satu kebijakan tersebut adalah kebebasan untuk membuka program studi baru dan membebaskan kemitraan kampus dengan pihak ketiga yang masuk kategori kelas dunia.
Kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh mas menteri tersebut patut kita apresiasi. Akan tetapi, permasalahan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dalam dunia pendidikan masih menjadi prioritas. Kesiapan sarana penunjang dalam proses belajar mengajar antara sekolah di kota dan di desa masih terjadi ketimpangan. Apalagi, saat ini proses pembelajaran yang berpusat di rumah karena wabah virus corona. Proses pembelajaran dalam jaringan (daring) memaksa para pembelajar untuk menggunakan internet. Jaringan Internet inilah yang masih sangat susah untuk diakses mereka yang tinggal nun jauh di pelosok negeri. Jadi, siswa dan guru di wilayah pedesaan sulit mengikuti pembelajaran daring ini. Pemerintah harus menyiapkan akses tersebut untuk menunjang mutu pendidikan.
Kemudian, permasalahan pemerataan kualitas guru dan dosen Seperti sertifikasi pendidik yang telah diamanatkan dalam Undang Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mencatat jumlah guru yang tersertifikasi di Indonesia belum mencapai 50% (Data verifikasi Desember 2019). Sertifikasi menjadi ukuran dalam menentukan kelayakan profesi. Pemerintah harus mendorong dan memaksimalkan agar seluruh guru dapat tersertifikasi. Guru sebagai agen pembelajaran dalam hal ini, untuk meningkatkan proses dan mutu pendidikan.
Berdasarkan laporan PISA (Programme for International Student Assessment) pendidikan Indonesia mendapatkan angka 371 dalam hal membaca, 379 untuk matematika dan 396 terkait dengan ilmu pengetahuan Masih di bawah Negara Thailand, Malasysia yang mendapatkan nilai membaca sebesar 415, 440 untuk matematika dan 438 bagi sains. dan jauh di bawah Singapura peringkat kedua di dunia. PISA merupakan survei yang menguji kemampuan siswa berusia 15 tahun untuk tiga bidang, yakni membaca, matematika, dan sains. Survei ini diinisiasi Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Untuk mengejar ketinggalan tersebut diperlukan langkah-langkah yang cerdas dan brilian. Pendidikan dimulai semenjak anak usia dini. Seperti yang dikatakan Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, KI Hajar Dewantara bahwa pendidikan merupakan tuntutan hidup dalam kehidupan anak-anak. Artinya, anak-anak dalam menuntut ilmu diarahkan untuk menjadi yang lebih baik sehingga nantinya diharapkan tumbuh generasi emas yang akan mengharumkan keluarga dan bangsa. Semoga.
Selamat Hari Pendidikan Nasional.[***]
Penulis:
Dr. Darwin Effendi, M.Pd.
Dosen Universitas PGRI Palembang