Uncategorized

Pendidikan Negeriku

Foto : Istimewa

NEGARA bertanggung jawab atas keberlangsungan pendidikan untuk warga negaranya, yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, itu bunyi UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 ayat 1 dan 2. Dan Negara juga bertanggung jawab memberikan anggaran APBN dan APBD sekurang-kurangnya 20 persen untuk penyelenggaraan pendidikan, sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 4 dan UU no 20 tahun 2003 pasal 49 serta diperjelas dalam keputusan MK nomor 013/PUU-VI/2008.

Melihat substansi dari landasan-landasan peraturan yang ada, Indonesia sangat peduli dalam ranah investasi sumber daya manusia yaitu pendidikan. Sudah seharusnya pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan kearah yang lebih baik. Dalam bidang penganggaran untuk pendidikan, implementasi anggaran pendidikan, pemerataan sarana dan prasarana, pemerataan guru, profesionalitas guru, dan program-program pemerintah yang pro dengan dunia pendidikan seperti sekolah gratis, semuanya akan terselesaikan.

Tapi semua itu masih menjadi mimpi bagi warga Negara Indonesia. Walaupun konstitusi Negara ini mengamanatkan seperti penjelasan diatas, impementasinya masih memprihatinkan.

Bagaimana Kondisi Pendidikan Indonesia?

Bagaimana anggaran untuk pendidikan?

 

Penganggaran yang sesuai konstitusi hanya seperti fatamorgana di bawah terik matahari, APBN sudah sesuai konstitusi, tapi kita lihat 34 provinsi siapa yang peduli pendidikan dengan menganggarkan APBD minimal 20 persen untuk pendidikan tanpa bantuan dari pusat? Ditahun 2016 tidak ada sama sekali provinsi yang menganggarkan dana pendidikan minimal 20 persen, ditahun 2017 hanya ada satu provinsi yang menganggarkan pendidikan di atas 20 persen (DKI Jakarta) dan 33 provinsi yang lain? Setia dengan kedzoliman dan bangga dengan ketidakpatuhan pada konstitusi yang ada. Bahkan ada provinsi yang hanya menganggarkan untuk pendidikan dibawah 2 persen.

Bahkan yang hari ini terjadi, banyak daerah yang mendapatkan transfer dana berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, justru memasukan DAU dan DAK menjadi bagian APBD-nya. Sehingga seolah-olah daerah telah mengalokasikan APBD 20 persen untuk pendidikan. “Bantuan pusat tidak boleh dihitung bagian 20 persen, itu harus dipisahkan, “ujar Mendikbud dalam salah satu seminar pendidikan.

 

Dalam ranah penganggaran untuk pendidikan saja tidak sesuai dengan amanat konstitusi, bagaimana dengan ranah pendidikan yang lain seperti pemerataan sarana dan prasarana, dan sebagainya. Wajar memang jika pendidikan di negeri yang indah ini masih berada di tataran bawah dan banyak orang mengatakan pendidikan kita masih memprihatinkan.

Bagaimana dengan pemerataan pendidikan?

Kita bisa melihat betapa bedanya pendidikan di kota dan pendidikan di daerah. Kualitas pendidik, pemerataan guru, sarana dan prasarana, anggaran operasional, kepedulian pemerintah, semuanya mengalami kesenjangan. Pendidikan di kota sangat modern, gedung-gedung sekolah kokoh menjulang keatas, fasilitas memadahi, banyak guru berpendidikan tinggi yang kreatif dan inovatif, biaya operasional selalu lancar. Bahkan dulu sekolah-sekolah itu memiliki nama yang tidak biasa sebagai pembeda sekolah biasa dan tidak biasa, seperti sekolah modern, sekolah +, sekolah unggulan, dan sebagainya.

Berbanding terbalik dengan pendidikan yang ada didaerah, pendidikan yang tradisional, gedung seadanya bahkan banyak yang dimakan rayap, berlantai tanah, satu kelas dibagi menjadi 2 bagian untuk belajar, dan tidak sedikit sekolah yang hampir roboh, fasilitas ala kadarnya bahkan tidak ada fasilitas pendukung, guru minim bahkan sudah lanjut usia, biaya operasional yang minim, dan masih banyak lagi kesenjangan antara kota dan daerah.

Bagaimana dengan program pemerintah?

Berlandaskan peraturan yang ada, sudah banyak program-program yang dikeluarkan oleh pemerintah berkaitan dengan pendidikan untuk warga negaranya. Program yang sudah ada seperti wajib sekolah 12  tahun, sekolah gratis, bantuan siswa miskin, yang terbaru ini adalah kartu Indonesia Pintar, dan masih banyak program pemerintah lainnya.

Melihat program yang dikeluarkan pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun, sekolah gratis, dan kartu Indonesia pintar pada dasarnya berfungsi memberikan pendidikan bagi setiap warga negara agar mampu memiliki kemampuan dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks lain program  ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar memiliki kemampuan untuk memahami dunia, mampu menyesuaikan diri dengan perubahan, mampun meningkatkan kualitas hidup. Dan wajib belajar juga dapat diartikan sebagai pemberian kesempatan belajar seluas-luasnya kepada kelompok usia sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar tersebut.

Realita sekarang yang sering kita dapatkan bahwasanya pendidikan wajib sekolah 9 tahun dan sekolah gratis diwarnai  berbagai permasalahan. Masih banyak anak yang putus sekolah dan mereka lebih memilih bekerja dari pada sekolah.  Ketika tulisan ini dibuat, berdasarkan data UNICEF, sebanyak 2,5 juta anak Indonesia yang seharusnya bersekolah tidak dapat menikmati pendidikan. Tercatat, 600.000 usia sekolah dasar (SD) dan 1,9 juta anak usia sekolah menengah pertama (SMP). Dan setelah dilihat kembali pada tanggal 2 mei 2020, dalam lembaran web unicef.org bahkan memaparkan sekitar 4,4 juta anak-anak dan remaja berusia 7-18 tahun masih tidak bersekolah.( www.unicef.org/indonesia/id/education.html).

Sekolah gratis tidaklah benar-benar gratis. Masih banyak orang tua yang mengeluh dengan kondisi yang ada berkaitan dengan pembayaran ini, pembayaran itu, dan lain-lain. Apalagi untuk sekolah tidak hanya sekedar datang dan mendapatkan ilmu, sekolah pun membutuhkan alat tulis, buku, seragam, uang jajan, dan masih banyak kebutuhan yang lainnya. Itulah yang menyebabkan banyak anak Indonesia yang putus sekolah.

DIMANA PEMERINTAH?

Melihat realita yang ada sebenarnya ini bukan hanya sekedar permasalahan-permasalahan pendidikan yang penulis paparkan diatas. Tapi lebih permasalahan krisisnya rasa kepedulian terhadap sesama, kurang cintanya kita kepada pendidikan Indonesia dan tidak maksimalnya peran stakeholder yang ada di lingkungan pendidikan (Pemerintah, pendidik, siswa, masyarakat dan orang tua).

Sebenarnya pihak-pihak yang ada dilingkungan pendidikan, yang memiliki kekuasaan dan pengaruh besar mampu menyelesaikan semua permasalahan yang ada di dunia pendidikan. Seperti penganggaran sesuai dengan konstitusi, pengoptimalan implementasi anggaran yang ada, lebih memprioritaskan pendidikan di daerah, sarana dan prasarana di daerah lebih dipedulikan, optimalkan program sekolah geratis yang benar-benar gratis untuk siswa miskin, pemerataan guru yang menyeluruh, guru yang bersikap sebagai contoh dan professional, siswa yang memaksimalkan perannya untuk mencari ilmu dan menghormati guru, orang tua yang peduli anaknya untuk sekolah dan selalu menghormati guru, dan lain sebagainya.

Ketika semua pihak sadar akan peran dan fungsinya di lingkungan pendidikan, tidak dipungkiri 100 tahun Indonesia merdeka kita akan memiliki Pendidikan yang bermutu dan merata. Semuanya akan tersenyum dan menikmati begitu indahnya Indonesia melalui pendidikan-pendidikan diseluruh Nusantara.

Belajar Dari Sejarah Untuk Memperbaiki Sistem Pendidikan

Sejarah telah menorehkan tinta emas di bidang pendidikan. Pendidikan pernah mengalami kejayaan di masa kegemilangan Islam. Pada masa itu, sistem pendidikan mampu mencetak generasi unggul, ilmuwan sekaligus ulama, pendidikan berkualitas yang murah, serta kesejahteraan guru terjamin. Semua itu dapat terwujud karena masyarakat Islam mempunyai paradigma bahwa menuntut ilmu adalah ibadah. Ilmu adalah saudara kembar daripada iman.

Selain itu Negara senantiasa memberikan stimulus positif dalam perkembangan ilmu. Mengapresiasi setiap penemuan atau ilmu baru, biaya pendidikan murah bahkan gratis. Pendidikan yang menekankan pada pembentukan kepribadian Islam, tsaqofah Islam serta pemberian ilmu kehidupan akan melahirkan produk generasi bermoral namun juga cerdas. Sudah saatnya kita melirik sistem pendidikan Islam dengan disokong oleh sistem lainnya.

Janganlah kita menjadi manusia yang ahistoris atau lupa akan sejarah.

Kami cinta Pendidikan Indonesia

#YakinUsahaSampai

 

Oleh: Fajar Fitriadi,

Ketua bidang wacana dan pengembangan kajian strategis

HMI (MPO) Cabang Palembang Darussalam 2019 – 2020.

 

Comments

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com