Tekno

Dari Bali ke Dunia, Ketika Gamer Indonesia Tak Lagi Cuma Jadi Tukang Main, tapi Tukang Menang!

komdigi

ADA pepatah bilang, “jika tak bisa jadi pemain bola profesional, jadilah komentatornya”, tapi generasi sekarang punya pepatah baru “kalau tak bisa jadi gamer pro, jadilah pembuat gamenya”, dan ternyata, pepatah modern ini diamini sungguh-sungguh sama anak bangsa yang kini mulai unjuk gigi di panggung global lewat ajang Indonesia Game Developer eXchange (IGDX) 2025.

Acara ini digelar di Bali, bro bukan buat healing, tapi buat level up ekonomi kreatif nasional, karena ratusan pengembang gim lokal kumpul di The Stones Hotel bukan buat nyanyi karaoke atau rebutan mic, tapi buat jualan ide, nenteng portofolio, dan nyari jodoh bisnis (baca: publisher dan investor).

Dari catatan yang ada, sejak 2021 sampe sekarang, total potensi kerja samanya udah tembus tembus 75 juta dolar AS, itu bukan angka recehan, bro, kalau dikonversi ke rupiah, udah cukup buat beli semua skin Mobile Legends se-Indonesia plus top-up diamond seumur hidup.

Tahun ini, IGDX datang dengan tema yang agak keren dan bikin jidat berkerut dikit “Accelerating Southeast Asia’s Creative Power”, Terjemahan bebasnya, kira-kira gaspol bareng Asia Tenggara biar makin kreatif, bahkan Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid pun muncul dengan semangat seperti gamer yang baru dapet loot legendary.

“Hari ini, kita bukan cuma bikin konferensi, tapi kita tunjukin ke dunia kalau Indonesia dan Asia Tenggara ini udah jadi pusat baru inovasi digital global,” katanya.

Wah, kalau dulu yang pusat cuma mal dan pasar malam, sekarang pusatnya inovasi digital, bro, bangga gak tuh?.

IGDX ini ibarat training camp buat para developer gim. Ada Bootcamp, Academy, Career, Business, sampe Conference, lengkap, tinggal nambah IGDX Catering biar makin komplit, tapi serius, program-program ini udah memfasilitasi lebih dari 3.500 pertemuan bisnis antara pengembang lokal dan mitra global.

Dulu, bikin gim di Indonesia itu mirip kayak nanem durian di balkon apartemen susah tumbuh, apalagi berbuah. Tapi sekarang, para developer lokal udah kayak petani digital, panen ide, olah kreativitas, dan jual hasilnya ke pasar dunia.

Menurut data, sektor gim di Indonesia udah nyumbang sekitar Rp71 triliun per tahun dan digerakkan lebih dari 2.000 pengembang dan penerbit aktif. Itu artinya, kalau industri gim ini manusia, dia udah bukan bayi, tapi remaja tanggung yang mulai berotot dan pede nembak pasar global.

Mengutip laman resmi komdigi Menteri Meutya bilang, “Pencapaian ini hasil semangat gotong royong ekosistem digital”. Nah, ini baru keren, sebab  gotong royongnya bukan lagi angkat genteng rumah tetangga, tapi angkat nama Indonesia di kancah Internasional.

Indonesia kini punya 154 juta pemain gim, alias hampir separuh rakyat negeri ini doyan main, dulu, gamer Indonesia cuma jadi target market, sekarang mereka juga jadi content creator, game designer, dan business owner, kalau kata pepatah tuh, “dulu kita beli, sekarang kita jual”, mantap!.

Oleh karena itu, dengan angka sebesar itu, Indonesia sekarang jadi peringkat ke empat dunia dalam jumlah pemain gim, tapi yang lebih penting adalah kita udah mulai dikenal bukan cuma karena jumlah pemainnya, tapi karena kualitas developer-nya.

Dunia Ngelirik

Presiden Asosiasi Game Indonesia (AGI) Shafiq Husein juga bilang, “Kualitas gim lokal kita kini udah bisa bersaing di pasar global, khususnya di Asia Tenggara”, artinya, produk anak bangsa nggak cuma bisa bikin gamer luar negeri ngakak, tapi juga kagum.

IGDX 2025 ini bukan cuma pameran, tapi festival kreatif rasa startup expo, karena ada pengembang lokal, pelaku industri digital, kampus, komunitas, sampe mitra dari luar negeri. Mereka nongkrong bareng, tukeran ide, dan mungkin juga tukeran kartu nama (plus QR code buat portfolio, biar kekinian).

Selain itu, ada sesi bisnis, forum diskusi, dan pameran karya yang bisa bikin mata berbinar, semua ini bagian dari misi besar, antara lain bikin Indonesia bukan cuma pasar, tapi pusat industri gim di Asia Tenggara.

Kata Menteri Meutya lagi, dengan gaya final boss yang siap menutup sesi, “Dari Bali, kita kirim pesan ke dunia bahwa inilah saatnya Asia Tenggara bangkit sebagai kekuatan kreatif global”

Misalnya, dulu orang tua sering ngomel, “main gim terus, kapan suksesnya?”, sekarang jawabannya bisa tenang “Lihat IGDX, Bu”, karena dari sana lahir talenta-talenta yang membuktikan kalau main gim itu bukan buang waktu, tapi investasi masa depan.

IGDX bukan cuma soal teknologi, tapi tentang semangat yakni semangat buat nunjukin kalau Indonesia bisa berdiri di papan skor dunia, bukan cuma di pojok warnet.

Jadi, kalau suatu hari nanti kamu main gim dan lihat ada nama “Made”, “Rizky”, atau “Nabilla” di kredit pembuatnya, jangan heran, itu tanda bahwa anak bangsa sudah naik kelas.

Dari Bali, mereka kirim pesan ke dunia, “Kami bukan lagi pemain, kami pencipta,” karena, kata pepatah lama versi baru, “Siapa yang menanam ide, dia yang memanen masa depan” dan IGDX 2025 adalah buktinya, ketika Indonesia tak lagi sekadar ikut main, tapi sudah ikut menang.[***]

Terpopuler

To Top