Religi

Merawat Kedamaian ala Sumsel, Maulid Nabi 1447 H & Istighasah Kebangsaan

ist

BICARA soal Sumatera Selatan, orang biasanya langsung ingat Palembang Kota Pempek, tapi sekarang ada satu menu istimewa lain yang nggak kalah gurih status zero conflict alias bebas ribut-ribut, bukan karena wong Palembang malas debat, tapi karena mereka tahu pepatah klasik “Coba-coba ribut, cuma bikin capek tanpa dapat pempek gratis”.

Belum lama ini di Asrama Haji Palembang, ribuan jamaah datang bukan buat rebutan tekwan, tapi untuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H yang dibungkus dengan istighasah dan doa kebangsaan. Acara ini dihadiri pejabat lengkap dari Gubernur Sumsel H. Herman Deru, Wakil Gubernur H. Cik Ujang, sampai Dubes Seychelles, lengkap sudah, tinggal tukang es kacang merah yang absen.

Gubernur Herman Deru dalam sambutannya bilang, Sumsel sudah lama dikenal sebagai daerah zero conflict, alias, wong sini adem ayem, nggak gampang kepancing isu receh. Kalau ada kabar hoaks di medsos, biasanya malah dibales dengan komentar, “Iyo, iyo, tapi kapan traktir makan pindang?”

Beda dengan daerah lain yang kadang gampang panas, wong Sumsel lebih pilih adem, karena mereka paham pepatah “Api kecil bisa jadi kawan, kalau api gede bisa bikin gosong ikan belido”, jadi ya mending damai-damai bae.

Perayaan Maulid Nabi 1447 H ini sebenarnya bukan cuma soal shalawat dan doa, lebih dari itu, ini jadi momentum buat ngaca ke ajaran Nabi Muhammad SAW yang rahmatan lil alamin. Rasulullah itu bukan sekadar pemimpin, tapi teladan kedamaian.

Kalau Nabi dulu bisa menyatukan suku Aus dan Khazraj yang dulu ribut kayak fans bola beda klub, kenapa kita yang satu provinsi nggak bisa akur? Wong cuma beda selera pempek, ada yang suka kapal selam, ada yang suka adaan. Toh ujung-ujungnya sama-sama dicocol cuko.

Uniknya, acara ini nggak hanya level lokal, karena terhubung via Zoom, acara ini jadi nasional, bahkan ada Dubes Seychelles hadir, luar biasa, kan? Sumsel bukan cuma zero conflict, tapi juga zero gaptek.

Bayangkan, para jamaah istighasah sambil terhubung ke layar Zoom, bedanya sama meeting kantor, kali ini nggak ada yang pura-pura mati lampu biar nggak disuruh presentasi, semua serius, karena ini doa buat bangsa.

Sumsel itu miniatur Indonesia, ada banyak suku, agama, dan bahasa, tapi hidup damai, kalau orang tanya rahasianya apa, mungkin jawabannya sederhana, wong kito lebih suka sibuk di dapur bikin pempek ketimbang ribut di jalan.

Pepatah Palembang bisa jadi rumus “Kalau masih bisa ngopi bareng, buat apa berantem?” . Nah, di Maulid Nabi ini, kopi, doa, shalawat, semua campur jadi satu. Hasilnya? damai terasa kental, kayak kuah model Palembang.

Ada pepatah Jawa bilang, “Rukun agawe santosa, crah agawe bubrah”, kalau diterjemahin versi Sumsel “Rukun bikin santai, ribut bikin ngeluh”

Coba seandainya warga Sumsel itu gampang ribut, Stadion Jakabaring bisa penuh bukan karena nonton bola, tapi karena demo tiap minggu, untungnya wong kito cerdas, lebih baik energi dipakai nyanyi shalawat dan doa kebangsaan, daripada marah-marah nggak jelas.

Kalau ada provokasi, biasanya dijawab dengan humor, misalnya ada yang coba manas-manasin, “Eh, kau ndak marah dipanggil gitu?” Dijawab santai “Marah apo? Marah lapar yo?”

Peringatan Maulid Nabi 1447 H di Palembang ngasih pesan jelas, damai itu bukan hadiah, tapi hasil kerja sama. Pemerintah, ulama, tokoh masyarakat, semua ikut andil.

Seperti pepatah “Air tenang menghanyutkan, air bergelora bikin orang mabuk laut”. maka lebih baik kita jadi air tenang, ngalir pelan tapi memberi manfaat. Sumsel sudah buktikan itu dengan status zero conflict.

Dari Sungai Musi yang tenang, kita belajar bahwa kedamaian bisa jadi identitas, dari pempek yang beragam, kita belajar bahwa perbedaan bisa bikin rasa makin lengkap, dari Maulid Nabi 1447 H, kita belajar bahwa doa dan shalawat bisa jadi energi menjaga bangsa.

Sumatera Selatan bukan cuma terkenal karena pempek dan Sriwijaya, tapi juga karena Sumsel zero conflict, simbol harmoni di tengah perbedaan. Semoga Indonesia bisa meniru, nggak perlu ribut, nggak perlu gaduh, cukup rukun dan saling menghargai.

Karena, kata pepatah wong kito “Lebih baik sibuk bikin pempek ketimbang bikin keributan”.[****]

Terpopuler

To Top