Palembang Terkini

“Inflasi, Ketika Ayam Ras Jadi Ras yang Paling Mahal!”

ist

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh,
SELAMAT pagi, siang, sore, petang ataupun  malam tergantung kamu baca ini pas di mana, yang jelas, suasana hatiku lagi kaya harga cabai rawit naik 21%, tanpa aba-aba, langsung nyelekit di dompet.

Jadi ceritanya, bulan Juni kemarin, inflasi di Palembang tercatat 0,09%, kecil ya?… Iya, kecil… kayak sisa saldo rekening abis belanja online, namun jangan salah!. Secara tahunan, dari Juni ke Juni, inflasi tembus 2,14%. Ini bukan angka iseng, malahangka yang bisa bikin emak-emak mengunci pintu kulkas pake gembok.

Yang paling saya salut itu sama daging ayam ras, dulu dia cuma ayam, sekarang naik derajat jadi penyumbang inflasi nomor satu. Naiknya 4,37%, bro!. Ini ayam apa saham perusahaan teknologi?. Kalo gini terus, bisa jadi nanti kita punya startup ayam “AyamTech,  potong ayam dengan aplikasi!”.

Ngomong-ngomong soal harga naik, saya curiga ini semua konspirasi, serius karena selalu aja pas kita lagi mau Iduladha, atau ada libur panjang, tiba-tiba semua harga naik. Seakan-akan barang-barang tuh punya Google Calendar sendiri

“Eh bro, besok libur nasional ya?”

“Iya, naik yuk!”

“Yuk!”

Ini sama kaya temen kita yang tiap habis gajian tiba-tiba nongol ngajak makan-makan, niatnya bukan silaturahmi, tapi berburu traktiran.

Dan nggak cuma bahan pangan loh, angkutan udara juga naik 5,89%! Mungkin pesawatnya sekarang isi bensinnya Pertamax Turbo. Atau pilotnya minta THR dulu sebelum take off.

Ada satu lagi yang bikin saya ngakak tapi sambil menahan tangis, emas perhiasan juga naik 1,48%. Nah, pertanyaannya siapa yang beli emas pas inflasi?

Jangan-jangan ini solusi dari emak-emak “Kalau harga beras naik, kita ngirit makan… tapi tetap harus glowing pas arisan!”

Ya gimana ya… kalau nasi nggak bisa dibeli, setidaknya gelang masih bisa dipamerin.

Tapi tenang, Pemerintah Kota Palembang nggak tinggal diam, mereka ngeluarin jurus pamungkas Pasar Murah.
Konsepnya bagus, niatnya mulia. Cuma ya… kadang eksekusinya kayak sinetron episode ke-120  sudah tidak tahu lagi siapa tokoh utamanya.

Saya pernah ke pasar murah, dan yang saya temuin di sana bukan cuma beras, telur, dan minyak. Tapi juga drama rebutan diskon yang lebih seru dari pertandingan final Piala Dunia.

Ada ibu-ibu yang narik minyak satu sama lain sambil berkata, “Bu, jangan serakah! Ini buat anak saya makan!”
Yang satunya jawab, “Lah, anak saya juga makan, Bu. Masa makan angin?”.

Kalau kita nengok ke daerah lain, beberapa kota udah punya teknologi untuk pantau harga secara real time. Sleman, misalnya, punya aplikasi yang bisa kasih tahu harga cabe sampai ke tingkat kelurahan. Banyuwangi punya dashboard inflasi buat bupati. Palembang?
Hmm… kita masih nanya ke Bu RT “Bu, tahu nggak harga telur hari ini?”

“Tahu, kemarin di warung Bu Ijah 28 ribu. Tapi itu karena dia habis ribut sama suaminya”

Jadi ya,… kalau inflasi ini terus dibiarkan, bisa-bisa kita sebagai rakyat harus mengubah gaya hidup. bukan lagi makan tiga kali sehari, tapi mikir tiga kali sebelum makan.

“Makan nasi telur? Hmm, telur lagi mahal”

“Nasi doang? Nasi juga naik”

“Udahlah, makan niat aja”

Tapi serius, Pemerintah jangan cuma reaktif, jangan setiap harga naik, baru heboh ngadain pasar murah kayak konser dadakan. Harus ada sistem, harus ada strategi, jangan tunggu sampai warga beli cabai rawit pakai sistem arisan.

Untuk warga semua, hadapi inflasi ini dengan kepala dingin… karena kalau kepala panas, bisa-bisa kita ikut naik kayak harga ayam ras.

Terima kasih, salam sayang dari dompet yang makin tipis.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.[***]

Terpopuler

To Top