Olahraga & Otomotif

“Atlet Renang Indonesia, Disayang Saat Raih Medali, Dilupakan Saat Pensiun”

ist

ADA yang unik dari pembukaan Sriwijaya Open Swimming Championship Piala Gubernur Sumsel 2025 di Jakabaring Aquatic Stadium. Ribuan atlet dari 15 provinsi, 98 klub, 1.709 jiwa muda, semua berkumpul, nyemplung bareng, adu cepat, adu strategi. Dari jauh, kelihatan seperti karnaval akuatik, dari dekat, terasa aroma ambisi masa depan.

Di sinilah kita perlu jujur, renang di Indonesia sering seperti pepatah air tenang menghanyutkan, tenang di permukaan, tapi di bawahnya banyak masalah, pembinaan setengah matang, fasilitas pas-pasan, masa depan atlet yang seringkali lebih suram dari kolam renang tanpa lampu.

Kita kadang memperlakukan atlet seperti lampu hias saat pesta, ketika ada event besar, dinyalakan terang-benderang. Begitu pesta selesai, padam tanpa bekas, padahal, atlet itu manusia, bukan dekorasi.

Lihat di Australia, atlet renang di sana bisa hidup mapan, bahkan setelah pensiun tetap dihormati. Pemerintah, sponsor. Universitas semua bekerja sama agar atlet tak perlu nyari kerja sambilan jadi “ojek online” ketika sudah tak lagi juara. Bandingkan dengan sini, di mana banyak atlet kita pensiun dengan perasaan “Lompatanku tinggi, tapi tabunganku tipis.”

Yang lebih lucu (atau ironis), olahraga sering jadi kolam politik, saat ada medali emas, pejabat buru-buru foto bareng, begitu kamera mati, janji-janji juga ikut tenggelam, kalau begini terus, prestasi atlet hanya jadi “panggung lima tahunan”, bukan cita-cita jangka panjang.

Seharusnya, renang kita kelola seperti Jepang mengelola sushi, serius, telaten, dan penuh dedikasi, di sana, pembinaan atlet dimulai dari sekolah. Ada jalur akademis, ada beasiswa, ada jaminan kerja. Hasilnya? atletnya tidak hanya jago berenang, tapi juga jago hidup.

Fakta bahwa 1.709 atlet hadir di Sriwijaya Open 2025 adalah bukti minatnya luar biasa, kalau benar-benar digarap profesional, olahraga akuatik bisa jadi industri. Dari sekolah renang, apparel, hingga sport science, semuanya bisa jadi ladang ekonomi. Singapura membuktikan lewat Joseph Schooling. Indonesia? Jangan sampai cuma puas jadi penonton.

Jangan biarkan atlet renang Indonesia jadi seperti ikan asin, hebat di laut, tapi akhirnya dijemur di darat tanpa masa depan. Sudah saatnya olahraga akuatik diperlakukan serius, bukan main-main.

Sriwijaya Open Swimming Championship 2025 adalah momentum, dari kolam Jakabaring, mari kita wujudkan sistem pembinaan yang berkelanjutan. Jangan lagi hanya ramai saat pembukaan, lalu sepi saat lampu padam.

Karena olahraga bukan sekadar ajang cari medali, ia adalah profesi, jalan hidup, dan kalau dikelola benar bisa jadi kebanggaan bangsa.[***]

Terpopuler

To Top