ASEAN merupakan kawasan dimana produk pertanian dan turunannya merupakan komoditas penting yang mendorong aktivitas ekonomi dan sosial masyarakatnya.
Produk pertanian ini seringkali menjadi satu-satunya sumber mata pencaharian bagi masyarakat pedesaan di Negara ASEAN dan minyak nabati sebagai komoditas pokok utama di ASEAN.
Perkembangan ekonomi yang dinamis di ASEAN saat ini telah menjadi salah satu daya tarik bagi mitra eksternal ASEAN, khususnya Uni Eropa yang baru saja meningkatkan kemitraannya dengan ASEAN. Kemitraan Strategis ASEAN dengan UE menunjukkan adanya perhatian yang tinggi dari Uni Eropa dalam mendorong kepentingan bersama.
Dari sisi ASEAN, terdapat kepentingan untuk mendorong ekonomi dan integrasi ASEAN khususnya dalam merespon tantangan global seperti perubahan iklim dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Pencapaian SDGs pada 2030 menjadi tolak ukur bersama yang harus menjadi komitmen baik di ASEAN dan Uni Eropa. Sektor minyak nabati menjadi fokus pembahasan dalam webinar “Sustainability Perspective in Vegetable Oil Sector: Experiences of ASEAN Countries” yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri Indonesia pada 31 Maret 2021. Sekitar 50 orang pakar ASEAN hadir pada webinar selain pakar minyak nabati dari Indonesia untuk mencermati perspektif keberlanjutan minyak nabati yang didorong Indonesia sejak awal tahun ini.
Terdapat 17 target SDGS yang perlu dicapai pada 2030, salah satunya adalah pengurangan kemiskinan. Sektor minyak nabati menjadi sektor ekonomi yang telah membela keprihatinan dan kepentingan komunitas pedesaan serta membantu pengurangan kemiskinan.
Webinar telah menghadirkan pembicara dari Filipina, Malaysia dan think-tank ASEAN (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA) yang mencermati bagaimana komoditas minyak nabati di ASEAN (sawit dan kelapa) dikembangkan dalam konteks produktivitas dan keberlanjutan produksi dalam kerangka pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Webinar diselenggarakan untuk membangun pemahaman para expert di ASEAN terkait perpektif non-diskriminasi dan holistik dalam melihat produktivitas minyak nabati yang lebih baik. Webinar juga dimanfaatkan untuk mendorong lebih banyak penelitian di bidang minyak nabati lainnya.
Selama 1 dekade terakhir, umumnya penelitian yang dikembangkan hanya pada sektor minyak sawit sementara untuk kelapa maupun minyak nabati utama lainnya seperti rapeseed, sunflower, soyabean masih minim. Sementara dipahami bahwa terdapat keterkaitan erat produktivitas berbagai minyak nabati dalam konteks kebutuhan global.
“Saya menganggap ASEAN sebagai “mercusuar” bagi komunitas global. Misalnya, target penurunan emisi CO2 sebesar 29% di Indonesia akan tercapai jauh sebelum 2030 dan perbaikan lebih lanjut juga sudah ditargetkan saat ini” demikian ditegaskan Wakil Menteri Luar Negeri pada webinar. Climate action yang merupakan salah satu target SDGS telah direspon Indonesia melalui upaya keberlanjutan di sektor minyak nabati, khususnya minyak sawit,”
Webinar ini telah menegaskan bahwa isu lingkungan hidup perlu dilihat secara holistik, sehingga tantangan lingkungan hidup pada sektor minyak nabati jangan hanya dilihat dari segi deforestasi dan tingkat polusi CO2-nya, namun juga polusi air tanah dari penggunaan pestisida serta penggunaan lahan secara tidak efektif.
Dalam rilis disitus resmi kemenlu, kamis [1/4/2021], Prof. Zulkifli Alamsyah dari Universitas Jambi menjelaskan hasil penelitian yang menggambarkan korelasi dari berbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan serta keunggulan dari minyak sawit dibanding minyak nabati lainnya (rapeseed, sunflower, olive oil).
Dr. Ponciano Botugal menegaskan bahwa SDGs menjadi ukuran yang baik untuk mendorong peningkatan usaha di sektor minyak kelapa. Sejak 1993 terdapat peningkatan permintaan minyak kelapa di dunia.
Para peserta menilai bahwa isu yang diangkat dalam webinar telah bermanfaat memberikan perspektif baru terkait minyak nabati dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang saat ini terjadi di masing-masing Negara Anggota ASEAN. [***]