– Anak-Anak, Panas, dan WhatsApp yang Super Cepat
DI SUMENEP, Madura, panas bukan cuma karena matahari, anak-anak demam, orang tua deg-degan, dan di grup WhatsApp, berita viral berlarian lebih cepat daripada motor ojek yang kebut di jalanan desa. Sejak Februari hingga Agustus 2025, 20 anak meninggal akibat campak, angka ini bikin hati orang tua panas dingin, campur pusing tujuh keliling.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sempat datang dan bilang dengan nada serius, satu anak bisa menulari 18 anak lainnya. Bayangkan satu rumah punya tiga anak, tinggal dikalikan, satu RT bisa masuk zona merah dalam hitungan hari. Tapi tunggu dulu, yang bikin campak tambah “sangar” bukan cuma virusnya. Ada virus lain yang lebih cepat menular virus hoaks vaksin.
Hoaks ini, seperti tukang jagal digital, masuk ke grup WhatsApp sambil bilang, “Jangan vaksin, nanti anakmu jadi zombie!” Orang tua panik dan percaya begitu saja, padahal zombie cuma ada di film Hollywood. Vaksin itu ibarat superhero bersenjata anti-virus, datang menyelamatkan anak-anak dari kematian yang bisa dicegah.
Fenomena ini bisa dijelaskan psikologis, orang lebih percaya berita yang bikin takut daripada yang bikin tenang. Pepatah lama bilang, “Takut yang tak tentu lebih menakutkan daripada bahaya yang nyata”, itulah yang terjadi di Sumenep anak-anak meninggal bukan cuma karena campak, tapi karena orang tua sempat ragu divaksin.
Menteri Budi bergerak cepat, imunisasi massal digelar, menargetkan 70 ribu anak dalam dua minggu. Tim medis berkeliling dari pulau ke pulau, sambil menjelaskan vaksin seperti guru TK “Vaksin itu seperti payung saat hujan badai, melindungi anak dari penyakit ganas”
Cerita lucu tapi edukatif muncul di perjalanan ini, seorang Babinsa berdiri di balai desa sambil berkata, “Kalau mau anak-anak tetap sehat, vaksin itu seperti nasi di meja makan harus ada, jangan ditunda”, lucu tapi kena di hati.
Hoaks cepat menular, tapi vaksin efektif, anak-anak meninggal bisa dicegah, jika masyarakat percaya pada ilmu, bukan rumor. Edukasi dengan empati lebih ampuh daripada ancaman. Pepatah Madura bilang, “Tak perlu memukul ayam untuk mengajarkan dia bertelur”
Selain itu, penting mengingatkan orang tua bahwa vaksinasi bukan sekadar prosedur medis, tapi investasi hidup anak. Tidak perlu takut pada jarum, cukup percaya pada ilmu. Peran Babinsa, tenaga kesehatan, dan tokoh desa sangat krusial untuk menanamkan rasa aman.
Campak memang ganas, tapi hoaks vaksin bisa lebih berbahaya, karena mempengaruhi keputusan orang tua. Virus digital hoaks harus dilawan dengan literasi, virus campak harus dilawan dengan vaksin. Jangan biarkan ketakutan yang salah membunuh anak-anak kita.
Seperti pepatah yang dimodifikasi “Anak sehat adalah harta, bukan cerita yang ditunda karena takut”, dengan imunisasi massal, edukasi yang persuasif, dan pengawasan ketat, Sumenep bisa menutup bab suram ini dan memastikan tidak ada korban tambahan.[***]