SENIN pagi, ketika jarum jam menunjuk angka 7.25 WIB, dunia seolah terjebak dalam mode hibernasi yang enggan bangun. Suara manusia lenyap bak ditelan bumi, hanya ada si kompa tua setia yang mengeluarkan suara drek…drik…ngi…ngi seperti orkestra kuno yang sudah pensiun dini. Di tengah sunyinya pagi, justru kendaraan galon mondar-mandir bak pengantar pesan rahasia, menembus diamnya udara dengan ritme yang setia dan sedikit menggelikan.
Pagi ini, semua sepertinya sedang dalam mood malas, bahkan umbul-umbul merah putih di sepanjang jalan pun hanya berani goyang malu-malu, seperti anak baru di kelas yang takut disuruh maju.
Diari pagi ini bercerita tentang dunia yang sedang malas-malasan. Kompa tua, sepeda motor yang sudah hampir sepuluh tahun setia menemani sang empunya, mengeluarkan suara unik yang mirip kucing lagi nyanyi sumbang.
Drek…drik…ngi…ngi bukan hanya bunyi, tapi semacam alarm dari mesin yang menuntut perhatian”. Bang, ganti aku, aku sudah tua!”, tapi aku [pemilik ] kayaknya masih cinta berat, karena masih dibutuhkan, meski pompa itu tua, sembari menunggu air bersih PDAM masuk, jadi biarlah anggap saja nostalgia.
Pepatah bilang, “Air tenang menghanyutkan”, tapi kalau suara motor tua yang tenang malah bikin kita sadar, hidup ini memang penuh dengan bunyi-bunyi yang kadang mengganggu tapi juga menghibur.
Burung gereja?, diam saja, mungkin mereka lagi sariawan atau ikut-ikutan malas, daun-daun sawit, akasia, sampai daun pisang pun enggan bergoyang, seperti orang yang menolak bangun dari kasur hangat saat alarm berbunyi.
Bahkan umbul-umbul merah putih yang biasanya gagah bergoyang di sepanjang jalan utama perumahan Pesona Harapan Jaya tahap satu, kali ini goyangnya cuma malu-malu seperti cewek yang takut ditatap mata cowok.
Kalau diibaratkan, pagi itu seperti panggung sandiwara dengan aktor-aktor yang ogah berakting. Suasana sunyi tapi penuh cerita, penuh humor alam yang kadang absurd, seperti kata filosofi Jawa, “Alon-alon asal kelakon”. artinya santai saja asal semua terlaksana. Mungkin alam juga sedang mengingatkan kita bahwa hidup tak selalu harus tergesa, bahkan pagi yang sibuk pun butuh jeda untuk menikmati sepi.
Kadang, dalam sunyi dan kesendirian, kita justru diajak untuk lebih peka pada suara-suara kecil yang sering terabaikan, seperti kompa tua yang setia berdengung, umbul-umbul yang malu-malu bergoyang, atau daun-daun yang enggan bergerak.
Mereka mengajarkan kita tentang kesabaran, tentang kesetiaan, dan juga pentingnya menikmati proses, bukan hanya hasil. Hidup ini bukan hanya tentang kecepatan, melainkan tentang bagaimana kita menghargai setiap detik yang berlalu, sekecil apapun itu.
Jadi, jika suatu pagi kamu mendengar suara kompa tua yang setia berdengung, atau melihat umbul-umbul merah putih bergoyang malu-malu, jangan buru-buru menggerutu.
Ingatlah, setiap suara dan gerak itu adalah bagian dari simfoni hidup yang kadang kocak, kadang penuh makna, seperti pagi senin ini, sunyi bukan berarti sepi, dan keheningan bisa menjadi bahan tertawaan sekaligus renungan, karena, seperti kata pepatah, “Tawa adalah obat terbaik di pagi hari, setelah secangkir kopi dan motor tua yang setia berderik”.[***]