Di tengah cuaca Depok yang kadang tak bisa dipercaya sebentar panas, sebentar hujan deras macam perasaan mantan berkumpullah para tokoh agama, pejabat negara, dubes-dubes Arab, sampai wakil dari TNI dan Polri. Mereka nggak mau sekadar cuap-cuap, tapi langsung turun tangan, atau minimal turun foto, demi bumi yang katanya makin gerah karena ulah manusia.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, memimpin langsung acara ini. Dengan penuh semangat, beliau bilang, “Kalau kiamat hampir datang dan kita masih pegang bibit, ya tanamlah!” Wah, ini semangat petani akhir zaman. Bahkan kalau langit udah mau runtuh, tangan tetap pegang cangkul, bukan HP buat selfie terakhir.
Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Depok, jadi pusat aksi ini. Katanya kampus ini punya lahan 140 hektar. Buset, itu kalau dibuat kebun matoa semua, bisa jadi sumbangan oksigen buat se-ASEAN. Dan Menko PMK, Pak Pratikno, langsung bilang bahwa ini bukan cuma soal hablun minallah dan hablun minan-nas, tapi juga hablum minal alam. Alias hubungan harmonis kita dengan alam, bukan cuma dengan mantan.
“Saya tanam pohon, saya wakafkan oksigen,” kata beliau. Ini kalimat sakti. Harusnya dicetak di kaos, dibagikan di CFD. Lebih inspiratif dari “no pain no gain”.
Lucunya, gerakan ini juga jadi arena diplomasi hijau. Duta Besar UEA dan Kuwait datang langsung. Mungkin mereka penasaran, kok bisa Kementerian Agama tiba-tiba hijrah ke arah lingkungan hidup? Biasanya urusan agama itu seputar khutbah, halal-haram, dan nikah siri. Tapi kini, Kemenag tampil keren dengan strategi ekoteologi. Namanya aja udah keren, apalagi isinya.
Dalam ekoteologi ini, semua agama dianggap punya ajaran cinta bumi. Islam punya khilafah lingkungan, Hindu punya Tri Hita Karana, Katolik punya Laudato Si’. Jadi bukan cuma tempat ibadah yang dijaga, tapi juga pohon dan burung-burung yang jadi koridornya.
Dan kenapa matoa? Ini yang menarik. Bukan karena matoa enak dibikin rujak, tapi karena dia kuat, cepat tumbuh, dan bisa hidup dari Sabang sampai Merauke. Cocok banget buat bangsa yang sering ribut tapi diam seribu bahasa waktu disuruh tanam pohon. Matoa juga punya nilai ekonomis, jadi siapa tahu nanti bisa jadi mata pencaharian baru, selain jualan stiker religi di TikTok.
Sekjen Kemenag, Kamaruddin Amin, bilang hari itu langsung ditanam 170 ribu pohon di 32 provinsi. Hebat! Ini baru namanya gerakan nasional, bukan nasionalis pas lagi pemilu doang.
Temanya juga keren “Energi Kita, Planet Kita”. Ya, memang, bumi ini bukan milik gen z aja, atau milik bapak-bapak yang tiap pagi siram tanaman sambil nyetel dangdut. Ini planet kita bersama. Jadi kalau ada yang buang sampah sembarangan atau tebang hutan seenaknya, harusnya kita patungan beli cermin buat mereka biar bisa ngaca.
Dan ingat, dari gerakan ini, satu pesan paling penting adalah menanam pohon itu ibadah. Sama pahalanya kayak sedekah, bahkan bisa beranak pinak oksigen yang disedekahkan terus tiap detik. Bayangkan, kamu tanam satu pohon hari ini, dua puluh tahun lagi ada yang pacaran di bawahnya. Tuh romantis banget, kalah sinetron.
Jadi mulai sekarang, jangan cuma bilang “jaga hati”, jaga hutan juga. Jangan cuma bilang “tanamkan keimanan”, tanamkan juga pohon matoa karena bumi ini makin tua, dan kita semua penumpang yang harus tahu diri. Kalau Kemenag aja udah turun tangan, masa kamu masih nunggu pohon matoa tumbuh sendiri dari pot kaktus?.[***]