INDONESIA Emas 2045….
Kalimat ini terdengar seperti slogan di belakang truk dinas ambisius, berdebu, dan entah kapan nyampainya. Tapi seperti juga perjalanan jauh, selalu ada yang mulai duluan jalan bersemangat bahkan penuh dengan niat, meskipun jalannya melewati jalan yang belum diaspal.
Di Sumsel, yang mulai duluan itu bukan dinas atau OPD, tapi emak-emak PKK. Iya, ya… emak-emak. Yang kalau disuruh pilih antara rapat dan jemur baju, mereka pilih dua-duanya, ibarat multitasking level dewa.
Rabu pagi, The Sultan Convention Center kedatangan tamu istimewa, bukan artis Korea atau calon capres, tapi emak-emak dari seluruh penjuru Sumsel guna menghadiri acara. Nama acaranya lumayan panjang “Rapat Konsultasi dan Rapat Kerja Daerah (Rakon dan Rakerda) Dekranasda Sumsel Tahun 2025”, sekalian memperingati Hari Kesatuan Gerak PKK ke-53. Kalau dijadikan status WA, ini acara udah cukup jadi caption nikahan lengkap..
Dengan tema “Bergerak Bersama PKK Mendukung Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045”. Terdengar seperti misi negara superpower di film Marvel, padahal yang datang justru pejuang domestik dari yang tiap hari ngulek sambel sambil ngasuh cucu, hingga yang rela berangkat subuh, demi hadir tepat waktu pakai seragam senada. Semangat mereka itu kalau bisa diukur, mungkin udah bisa bikin PLTU mandiri.
PKK ini memang unik, mereka bukan partai politik, tapi kekuatannya kadang lebih solid daripada fraksi di DPR, Coba bayangkan, siapa lagi yang bisa bikin warga datang ke balai desa jam 7 pagi tanpa janji sembako, kalau bukan ibu-ibu PKK?
Mereka terlibat dalam banyak hal donor darah, edukasi sampah rumah tangga, kegiatan sosial, sampai rapat evaluasi yang kadang lebih panas dari debat calon legislatif. Tapi mereka tetap jalan, tetap hadir, tetap kerja. Bahkan kadang pakai uang pribadi buat beli snack peserta rapat. Negara cuma kasih kop surat, mereka yang kasih nasi.
Pepatah bilang, “ringan sama dijinjing, berat sama dipikul”, namun dalam kasus PKK, sering kali yang berat justru ditaruh di pundak mereka sendiri, tanpa yang lain ikut megang ujungnya.
Nah, di sinilah mulai terasa getirnya, wacana Indonesia Emas 2045 makin sering digaungkan, tapi jarang yang bertanya siapa yang tiap hari kerja nyata buat mewujudkan itu?. Jawabannya ya.. emak-emak PKK ini…
Yang turun ke lapangan.
Yang tahu warga mana yang anaknya kurang gizi.
Yang tahu siapa yang belum punya jamban.
Yang tahu cara paling efektif nyuruh bapak-bapak gotong royong kasih teh manis dan lontong isi.
Tapi pas penghargaan dibagikan, nama mereka sering luput. Yang naik panggung pejabatnya. Yang tampil di baliho fotonya lurus-lurus doang. Emak-emak? Nunggu di belakang, sambil beresin kursi.
Ibarat masakan, PKK ini yang motong bawang, ngulek sambal, dan masak gulai, pas makan? Duduk di kursi empuk justru yang datang pas nasi udah matang, he..he.
Dalam sambutannya, Gubernur Herman Deru bilang PKK harus jadi navigator pembangunan, dan benar, bro. Mereka bukan cuma pelengkap dalam acara seremoni, mereka itu adalah GPS sosial masyarakat, kalau PKK berhenti gerak, banyak program pemerintah yang nyasar ke jalan buntu.
Tapi lucunya, meski semua tahu peran PKK penting, dukungan ke mereka kadang kayak anggaran lempar koin, sedikit dan serba mendadak. Sementara tuntutannya segede RUU. Emak-emak disuruh bikin perubahan dari dapur, tapi dapurnya bocor, gasnya tinggal sisa, dan pengukusnya udah miring sebelah.
Pepatah orang tua bilang, “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian”. Tapi seringnya PKK ini yang berakit, yang dorong, yang nyelam, dan yang nyari tepian sendiri, sementara yang lain nonton dari gazebo.
Sumsel mungkin bukan provinsi terkaya, tapi kalau urusan gerakan masyarakat, emak-emak PKK-nya juara. Mereka ini bukan cuma pekerja sosial, tapi juga konsultan informal, HRD rumah tangga, psikolog tetangga, dan motivator suami nganggur.
Ibarat pondasi rumah, mereka mungkin tak kelihatan dari luar, tapi tanpanya bangunan bisa ambruk kena angin pertama. Mereka mungkin tak viral, tapi tanpa mereka, banyak pembangunan desa yang macet di tengah jalan.
Jadi kalau kita serius mau 2045 jadi tahun emas, jangan cuma cetak banner dan bikin webinar. Berdayakan mereka yang sudah terbukti bergerak, bukan yang hanya hadir saat sesi foto.
Karena jalan menuju Indonesia Emas itu bukan dimulai dari ruangan ber-AC atau forum-forum tinggi. Tapi dari dapur-dapur sederhana, tempat di mana ibu-ibu membuktikan bahwa perubahan sosial bisa dimulai sambil ngaduk sayur dan nyuapin anak.
Indonesia mungkin masih jauh dari jadi negara emas, tapi Sumsel udah punya modal penting emak-emak yang tak pernah lelah berjalan, bahkan saat negara belum menyiapkan jalan yang layak. Seperti api di dapur yang tak pernah padam, semangat mereka terus menyala, walau kompornya kadang tinggal satu tungku.
Dan itulah kenapa…
Di Sumsel, emak-emak bergerak, dan jalan menuju 2045 memang dimulai dari dapur.
Yang penting kompornya jangan sampai mati.[***]