Hukum

Bupati Turun Tangan, Sengketa Lahan Tak Lagi Jalan di Tempat

ist

SENGKETA lahan ini diibaratkan sinetron, penontonnya sudah hafal dialog, tapi episodenya tak kunjung tamat. Adegan berulang, konflik makin tegang, dan semua pihak mulai lelah, Senin (15/12/2025) kemarin.

Ceritanya agak berubah. Bupati Musi Banyuasin H. M. Toha Tohet, S.H., naik panggung bukan sebagai figuran, tapi sutradara yang ingin mengakhiri episode panjang sengketa masyarakat dengan PT. Guthrie Pecconina Indonesia (GPI).

Rapat di Ruang Serasan Sekate itu tidak dibuka dengan gebrakan palu, melainkan dengan niat menata ulang jalan cerita. Bupati Toha memimpin langsung, duduk satu meja dengan kejaksaan, kepolisian, OPD, camat, kepala desa, perwakilan masyarakat, hingga pihak perusahaan. Lengkap. Kalau kata orang kampung, “Semua lauk sudah naik meja, tinggal dimakan baik-baik”.

Di hadapan peserta rapat, Bupati Toha menegaskan bahwa konflik ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Solusinya bukan adu urat leher, tapi kerja sistematis.

“Permasalahan ini harus dibentuk tim satgas agar tidak berkepanjangan,” ujarnya. Ia juga mengingatkan soal tata kelola administrasi ke depan, khususnya penerbitan Surat Penguasaan Hak (SPH). “Camat ke depan jika akan mengeluarkan SPH harus ada rekomendasi dari Sekda atau Pemda,” katanya.

Pesannya jelas benang kusut harus diurai dari hulu, bukan ditarik paksa dari tengah. Langkah berikutnya, Bupati tak main setengah hati. Ia menyatakan akan bersurat ke Kejaksaan Agung melalui Kejari setempat.

Tujuannya sederhana tapi penting, agar semua pihak tahu duduk perkara dan penyelesaiannya bisa dikebut. “Akan bersurat ke Kejagung biar sama-sama tahu perkembangan permasalahan agar dengan cepat bisa diselesaikan,” ungkapnya.

Di titik ini, publik membaca satu hal: kepemimpinan yang memilih transparansi ketimbang tarik ulur, dari sisi penegakan hukum, Kepala Kejaksaan Negeri Muba Aka Kurniawan, S.H., M.H., menyampaikan pandangan yang menyejukkan.

Jika memang masyarakat memiliki SPH dan belum menerima ganti rugi, maka perusahaan wajib mengganti. Namun bila ganti rugi sudah dilakukan, harus dipastikan apakah diterima pihak yang berhak.

“Kami minta kepada masyarakat jangan mengedepankan emosional, karena yang akan rugi masyarakat,” katanya. Kalimat pendek, tapi maknanya panjang, emosi boleh panas, tapi hukum tetap dingin.

Kerjasama

Kapolres Muba AKBP God Parlasro Sinaga, S.H., S.Ik., M.H., menambahkan bahwa konflik ini sudah terlalu lama dan bahkan memakan korban.

Negara, katanya harus hadir. “Kita harus bekerja sama dan bergandengan tangan untuk menjaga keamanan di Muba ini,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya inventarisasi akar masalah mulai dari legalitas PT hingga keabsahan surat-surat masyarakat. Ibarat membetulkan rumah, fondasinya dicek dulu, bukan langsung ganti cat.

Yang menarik, rapat ini juga memberi ruang luas bagi suara masyarakat sipil. Ketua LSM LIPER-RI, Arianto, S.H., mengingatkan bahwa persoalan tidak tunggal, ada klaim tujuh desa dan ada pula kelompok Madani Adenas.

Tapi tetap dalam koridor dialog, sementara dari pihak perusahaan, Hilman menyampaikan bahwa PT GPI memperoleh lahan melalui proses ganti rugi dan kemitraan dengan KUD.

“Kami terus berupaya bagaimana menyelesaikan permasalahan ini. Situasi saat ini sangat menyulitkan kami,” katanya. Semua bicara, semua didengar.

Di sinilah letak nilai lebihnya. Bupati Toha tidak datang membawa vonis, melainkan memegang kompas. Ia mengarahkan, menenangkan, dan mengajak semua pihak bergerak pada rel yang sama.

Pepatah lama bilang, “Air keruh bukan untuk diaduk, tapi dijernihkan” . Satgas yang akan dibentuk bukan sekadar stempel, melainkan mesin kerja yang diharapkan mempercepat kepastian.

Oleh karena itu konflik panjang tidak selesai dengan siapa yang paling keras, melainkan siapa yang paling konsisten mencari jalan keluar. Pemerintah daerah mengambil peran penengah, hukum menjadi rambu, dan dialog jadi kendaraan. Emosi diturunkan, data dinaikkan.

Jadi, langkah Bupati Muba memimpin langsung penyelesaian sengketa ini adalah sinyal kuat bahwa masalah tidak akan diwariskan ke halaman berikutnya. Dengan satgas, surat ke Kejagung, dan komitmen semua pihak, sengketa yang lama berjalan di tempat kini diarahkan untuk melaju ke garis finis.

Semoga rapat ini bukan sekadar foto bersama, tapi awal dari akhir konflik, karena pada akhirnya, lahan boleh diperdebatkan, tapi ketenangan masyarakat adalah panen yang paling mahal. (***)

Terpopuler

To Top