Features

Hutan Indonesia: Paru-paru dunia yang selalu di bawah ancaman

Greenpeace Indonesia/foto : Greenpeace Indonesia
GP1SY8WI_Low_res_with_credit_line

 

 

Indonesia memiliki salah satu hutan hujan tropis terbesar di seluruh dunia. Hutan hujan ini merupakan paru-paru dunia – tempat penyerapan karbon terjadi dan kemudian melepaskan oksigen untuk kita nikmati sehari-hari. Sayangnya, hutan Indonesia masih terus dihantui berbagai ancaman yang mengintai. Berikut beberapa ancaman terhadap hutan Indonesia di tahun 2023 ini:

 

Kebakaran hutan akibat El Nino

Setelah tiga tahun mengalami tahun yang basah, Indonesia di tahun 2023 akan mengalami tahun yang lebih kering. Hal ini dikarenakan El Nino akan mulai terjadi di tahun ini. Salah satu dampak dari tahun yang lebih kering ini adalah potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

 

Di awal tahun ini, BMKG telah memperingatkan bahwa di bulan Agustus dan September dapat terjadi risiko karhutla yang lebih tinggi dibandingkan dengan musim kemarau tahun 2020 hingga 2022. Karhutla menjadi penting untuk dicegah, sebab karhutla adalah salah satu penyumbang emisi terbesar di Indonesia.

 

Sebagai tindakan preventif, Greenpeace Indonesia telah mengaktifkan kembali Tim Cegah Api sejak tahun lalu. Klik dan tonton video di bawah ini untuk mendengarkan kisah mereka yang turun menjadi relawan.

Menjadi Relawan Pencegah Kebakaran Hutan

Deforestasi oleh produsen kertas

Hutan Indonesia memang gudangnya sumber daya alam. Tapi, manusia seringkali lupa bahwa hutan pun perlu dijaga kelestariannya – bukan hanya dikeruk dan kemudian menyebabkan bencana.

 

Salah satu ancaman besar hutan di Kalimantan adalah deforestasi oleh produsen kertas. Laporan investigasi terbaru menemukan bahwa deforestasi masih terjadi dalam rantai pasok produsen kertas terbesar dunia Grup Royal Golden Eagle (RGE). Hal ini bertolak belakang dengan komitmen ‘Bebas Deforestasi’ yang digaungkan dalam kerangka keberlanjutan mereka sejak tahun 2015.

 

Tak hanya di rantai pasok, ancaman deforestasi juga terjadi dengan dibangunnya pabrik pulp berskala besar d Kalimantan Utara. Pabrik ini masih berhubungan dengan Grup RGE. Padahal pembangunan pabrik semacam ini sebelumnya telah menyebabkan deforestasi parah di Sumatera. “Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri,” ujar Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Tumpang tindih perizinan di tanah Papua

“Papua bukan tanah kosong,” demikian ujaran dari masyarakat adat suku Awyu. Masyarakat ini adalah satu dari sekian banyak masyarakat adat yang terus berusaha mempertahankan tanah adat mereka dari izin penggunaan oleh perusahaan sawit.

 

Di bulan Mei ini, sejumlah perwakilan masyarakat adat suku Awyu hadir ke Jakarta untuk mendesak pemerintah mencabut izin-izin di Boven Digoel. Menurut mereka, keberadaan perusahaan-perusahaan sawit yang kini mengantongi izin di sana akan mengancam lingkungan dan kelangsungan ruang hidup mereka.

 

Alih fungsi hutan adat menjadi lahan sawit tidak hanya mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat Papua, tapi juga memperparah Krisis Iklim yang mengancam kehidupan kita semua. Klik dan tonton video di bawah ini untuk melihat rangkuman perjuangan masyarakat Awyu.

Masyarakat Adat Suku Awyu : Sepenggal Kisah Mempertahankan Hutan Adat Papua

Berbagai ancaman terhadap hutan Indonesia di atas harusnya bisa membakar semangat kita untuk terus berusaha menjaganya. Kamu, aku dan kita semua akan mendapatkan manfaat dari terjaganya hutan Indonesia. Yuk, jaga bersama!

 

Salam hijau damai,

Greenpeace Indonesia

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com