Pojok Fisip UIN Raden Fatah

Memulai Pemilu 2024 dengan Main Curang ?

ist

PEMILU adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

 

Pemilihan umum di Indonesia tak pernah lepas dari kecurangan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui pesta demokrasi lima tahunan di Republik ini selalu diwarnai kecurangan, termasuk dalam lima kali penyelenggaraan pemilu terakhir.

 

Dilihat dari jejak pada bulan Oktober lalu kasus pencurian data NIK dilakukan oleh partai politik akhirnya terkuak dimana waktu itu KPU baru saja merilis ke sistem politik berbasis elektronik yang mereka bangun. Dimana masalahnya adalah banyak orang namanya dicatat padahal dia tak terafiliasi partai apapun. Tentunya yang harus di ketahui kasus manipulasi data NIK ini tak semata dilakukan parpol tapi kejelasan itu diduga kuat dilakukan KPU sendiri yang mana KPU si panitia yang nanti akan jadi penyelenggara hajatan Akbar Pemilu 2024.

 

Yang harus kita ketahui agar bisa ikut pemilu, parpol harus penuhi 3 persyaratan yang mana punya 100% kepengurusan DPD di seluruh provinsi kepengurusan. DPC pada 75% kabupaten atau kota di tingkat provinsi. Parpol juga wajib punya anggota minimal satu per 1000 dari jumlah penduduk di 75% kabupaten atau kota di provinsi keanggotaan, dibuktikan dengan adanya kepemilikan kartu tanda anggota atau KTA. Untuk membuktikan itu selain KTA diperlukan juga salinan KTP atau KK yang nantinya diinput ke sipol KPU. Sipol KPU dipakai untuk mencegah keanggotaan parpol berpotensi ganda dan tidak memenuhi syarat. Misalnya orang yang didaftarkan sudah meninggal, lalu untuk membuktikan keabsahan keanggotaan itu maka dilakukan verifikasi faktual dengan turun ke lapangan.

 

Masalahnya sejak gugatan partai garuda di Mahkamah Konstitusi dikabulkan parpol lolos parlementary 2019 tidak lagi harus diverifikasi faktual, alhasil proses ini hanya diberlakukan pada partai baru dan Partai lama tidak lolos parlemen seperti PSI Hanura perindo dan PBB.

 

Verifikasi ini penting membuktikan keterwakilan parpol di masyarakat yang mana analogi sederhananya proses verifikasi diibaratkan penyalingan pemain kompetisi sepak bola usia dini tidak mungkin jika seseorang berumur 33 tahun memasukkan umurnya untuk ikut kompetisi u-16 ini sebuah kebohongan skandal pencurian umur namanya tapi bagaimana jika kecurangan diinisiasi dan diperintahkan langsung panitia kompetisi yang  kurang lebih seperti itulah dugaan kuat tindak tanduk dilakukan KPU saat ini sebuah skandal sebelum Pemilu dimulai sang karut manipulasi muncul dalam verifikasi faktual dilakukan KPU Kabupaten atau kota.

 

Pada Oktober hingga November lalu sampling kecil kecurangan itu tergambar dari proses verifikasi pada Kabupaten adalah dokumen autentik dikumpulkan verifikator di lapangan saat memverifikasi anggota Partai Gelora dari 14 orang diklaim jadi anggota Partai KPUD kabupaten menguji sampel pada 88 orang dari hasil dokumen rapat pleno pada 5 November ini terlihat hanya 66 orang terverifikasi sebagai anggota Gelora sisanya 24 orang menolak dikaitkan dengan Gelora hitung-hitungan ini membuat partai ini gagal lolos verifikasi alias tidak memenuhi syarat ringkasnya TNS ajaibnya pada sistem KPU dalam tangkapan layar tertuang pada 10 November ini alih-alih dicatat tidak memenuhi syarat partai Gelora malah diloloskan ke KPU lebih absurd lagi hitung-hitungan 64 banding 24 sesuai vertikal di lapangan diubah oleh KPU menjadi 87 banding 1.

 

Kita bisa lihat dalam tangkapan layar di sistem KPU terverifikasi sebagai anggota Gelora begitu pun Jika kita  cek di situ si pol KPU disebutkan juga bahwa ibu ini berafiliasi dengan Gelora yang janggal adalah dalam proses verifikasi yang dilakukan petugas KPU di lapangan ternyata si Ibu ini bukan anggota Gelora sebetulnya.

 

Jika  parpol tak lolos verifikasi faktual KPU memberi kesempatan kedua pada verifikasi faktual perbaikan masalahnya dalam kasus ini partai Gelora tak melalui prosedur itu yang kita bisa lihat persepuluh November saja di sistem KPU mereka sudah dinyatakan lolos padahal proses verifikasi perbaikan baru dilakukan 24 November hingga 7 Desember ini membuktikan perubahan data lapangan pada si pol KPU terjadi melalui prosedur ilegal problematika.

 

Dugaan kecurangan juga terjadi pada proses verifikasi perbaikan partai-partai tidak lolos verifikasi proses pertama diberi kemudahan pada tahap kedua provinsi untuk membantu seluruh partai caranya gimana] untuk membuat video-video pengakuan entah dari siapa itu yang menyatakan bahwa  proses dugaan manipulasi dokumen dikerjakan di bawah pengawasan komisioner KPU Provinsi dugaan itu terlihat dari surat undangan yang bisa kita melihat dalam surat undangan rapat koordinasi oleh KPU Provinsi ini tercantum seluruh ketua KPU Kabupaten Kota diwajibkan membawa printer kertas scanner stempel KPU dan terminalis.

 

lantas untuk apa sekelas rapat koordinasi saja bahwa peralatan selengkap itu? dua contoh kasus tadi adalah gambaran kecil dari manipulasi kecurangan verifikasi yang diduga dilakukan internal KPU mantan komisioner KPU RI periode 2012 hingga 2017 Haidar Gumai menyebut pola sama juga terjadi di wilayah lain yang membuktikan kecurangan terjadi secara sistemik dan masif informasi ini ia dapat setelah mendapat keluhan dari rekan-rekannya komisioner KPU di daerah.Tentu kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi jika aksi culas ini juga terulang dalam pemilu 2024? yang pasti kita tak akan pernah mendapatkan pemimpin yang dipilih secara jujur dan adil.[***]

 

Penulis : Muhammad Ikhsan Nurhadi

Mahasiswa Ilmu Politik

Fisip Uin Raden Fatah Palembang

 

Terpopuler

To Top
WP Twitter Auto Publish Powered By : XYZScripts.com