Features

“BUKU DIARI PAGI”: Pompa Tua, Kopi Hitam & Burung Gereja yang Libur di Minggu Pagi

ist

(Catatan: tulisan ini sebelumnya dimuat dengan label “Catatan Pagi”, tapi sekarang saya pakai label “BUKU DIARI PAGI” – biar kerasa kayak nulis di buku harian zaman dulu, yang kertasnya wangi, isinya curhatan, dan kadang ditempel sobekan bungkus permen.)

PAGI hari minggu ini datang dengan gaya malas-malasan, seperti bapak-bapak habis gajian yang ogah bangun cepat. Cuaca mendung menggantung manja di langit Pesona Harapan I Blok 1, seperti anak kost yang enggan pulang saat sudah dikasih tahu kosan mau dikunci jam sepuluh malam. Warga sekitar, bisa dipastikan, masih banyak yang mendekap guling sambil ngorok semangat. Wajar. Ini hari libur. Saatnya meluruskan badan yang seminggu sudah mirip lempengan baja kaku, keras, dan penuh tekanan.

Di rumahku, suasana agak beda. Tenang, iya. Tapi sunyi? Kagak! Ada si pompa tua, yang entah kenapa belum pensiun juga, menggerutu di teras depan. Suaranya khas “kriikkkk…kriikkkk…” mirip sendok garpu yang kelindes motor. Itu si tua bangka sedang menyedot air dari sumur, berusaha keras mengisi tedmon demi tedmon, dengan dedikasi mirip pahlawan kesiangan.

Aku sendiri sudah duduk anteng di sudut meja, ditemani secangkir kopi bubuk hitam kental pahitnya, seperti kenangan waktu gaji habis di awal bulan. Di tangan kiri ada rokok yang asapnya mengepul mesra ke udara, seperti pengamen jalanan yang tak tahu malu menyanyi meskipun tak ada yang minta.

Di tangan kanan, jemariku menari di keyboard. Rutinitas ini sakral. Kalau bisa diberi nama, mungkin disebut: “Ritual Pagi Penulis Semi Produktif Berjiwa Melankolis”.

Anehnya, burung gereja yang biasanya rame kayak anak-anak rebutan kuota WiFi gratisan, pagi ini juga ikut males. Hanya satu dua yang muncul, nemplok di kabel listrik depan rumah, berkicau seadanya. Mungkin mereka pun sadar, ini hari Minggu. Waktunya leyeh-leyeh sambil nonton awan lewat, bukan ngamen ceria seperti biasa.

Pohon-pohon di seberang jalan karet, sawit, dan akasia berdiri diam. Seolah ikut khusyuk dalam ibadah keheningan. Tak ada goyangan, tak ada bisikan. Mungkin juga lagi mager, males gerak. Pepohonan pun butuh libur, bro. Masa manusia aja yang boleh rebahan?

Dalam suasana ini, aku merenung (dikit), hidup itu, kayak pompa tua di rumah terus kerja walau udah bunyi berderit dan butuh pelumas. Tapi justru dari derit itu, air kehidupan mengalir. Capek kerja seminggu, iya. Tapi jangan lupa istirahat dan tawa. Karena katanya, “Orang yang tertawa tak pernah sendiri, meski cuma sama kopi dan pompa tua”

Pepatah hari ini?. Nih, kutip sendiri aja “Rebahan di hari Minggu bukanlah dosa, asal jangan keterusan sampe Senin”

Hargai tubuh dan semangatmu, nikmati waktu jeda, meski hanya semangkuk mie instan dan sepotong senyuman dari diri sendiri di depan cermin, karena kadang, kedamaian bukan soal pergi ke Bali, tapi duduk di rumah sambil ngopi, denger suara pompa dan burung gereja yang juga tahu cara liburan.

Jika hari ini kamu mendung, ingatlah bahwa matahari tetap ada di balik awan. Tapi kalau kamu tetap pengen rebahan sampe siang, itu juga manusiawi. Asal jangan lupa matikan pompa dan bayar cicilan.[***]

Terpopuler

To Top