Ekonomi

Nganggur Turun, Kerjaan Naik [Muba Lagi Bagi-Bagi Lowongan]

ist

SUNGAI Musi mengalir terus tanpa henti, sama kayak arus orang yang butuh kerjaan, namun bedanya, arus Sungai Musi  itu bisa tenang, sementara arus pencari kerja sering bikin gelombang pusing. Nah, Pemerintah Muba ngerti betul soal ini. Makanya, mereka lagi siapin dua agenda besar, yakni Job Fair 2025 di Sungai Lilin dan pengukuhan Forum HRD periode 2025–2028,  tujuannya sederhana agar arus dunia kerja di Muba lebih jernih dan lancar.

Angka pengangguran Muba saat ini memang  2,13 persen, tapi angka itu jangan dianggap kecil, karena misalnya, dua orang nganggur di satu RT aja sudah bikin rame obrolan pos ronda, apalagi kalau dikali sekabupaten. Itulah kenapa Pemkab Muba nggak mau santai-santai dengan masalah yang satu ini. Jalannya november nanti, Job Fair jadi panggung utama guna mempertemukan pencari kerja dan perusahaan. “Kami menargetkan partisipasi minimal 15–20 perusahaan,” jelas Sekretaris Disnakertrans, Juanda, kemarin.

Kebayang nggak hebohnya, kalau target itu tercapai, pasti Sungai Lilin bakal jadi kayak pusat keramaian, mirip pasar malam, karena isinya bukan odong-odong atau bakso bakar, melainkan stand perusahaan yang siap nampung lamaran.

Para pencari kerja datang pun  bawa map bening berisi CV, dan HRD menanti dengan meja dan senyum ramah. Mungkin ada pula yang deg-degan sambil ngelap keringat, tapi ya begitulah, namanya juga audisi masa depan, he..he.

Sebenarnya Job Fair itu bukan sekadar soal banyak-banyakan lowongan, Kepala Disnakertrans, Herryandi Sinulingga juga punya pandangan lebih dalam.

“Kami dorong perusahaan menyampaikan data kebutuhan tenaga kerja tahunan, ini akan membantu pemerintah merancang program pelatihan yang sesuai,” katanya.

Ibaratnya resep masakan, tanpa daftar bumbu yang jelas, bisa-bisa program pelatihan malah jadi gulai kebanyakan garam atau sayur asem tanpa asem.

Coba tengok dan belajar dari  Negara Jerman yang dinilai sukses, karena disana, industri rutin memberi laporan kebutuhan. Pemerintahnya juga bikin kursus vokasi sesuai permintaan.

Hasilnya, sukses sebab lulusan langsung nyambung dengan dunia kerja, bahkan teknisi mereka bukan cuma jago pasang baut, tapi juga paham robot industri.

Muba mungkin belum sampai segitu canggih, tapi langkah awalnya sudah mirip, bedanya, anak muda Jerman berangkat kursus naik sepeda listrik, sementara anak muda Muba masih setia sama Supra X, kadang dengan knalpot brong yang bikin kucing loncat, tikus jalan berlari lurus..

Selain Job Fair di Muba,  ada juga Forum HRD yang siap dikukuhkan, Ketua Forum, Apriyal, menegaskan, “Forum ini butuh legalitas. Dengan begitu, program kerja bisa berjalan optimal”. Selama ini HRD di Muba ibarat grup WhatsApp alumni, ramai kalau ada yang ulang tahun, selebihnya sepi. Dengan forum resmi, obrolan bisa lebih serius, kebutuhan tenaga kerja, standar gaji, sampai soal kontrak kerja bisa didiskusikan bareng.

Malaysia sudah lebih dulu punya forum serupa, hasilnya tenaga kerja mereka lebih siap, bahkan banyak yang bisa ekspor skill ke negara lain. Forum HRD Muba tentu nggak langsung jadi sehebat itu, tapi paling tidak jadi wadah koordinasi yang nyata. Jadi perusahaan dan pencari kerja nggak lagi kayak orang pacaran, sering salah paham gara-gara komunikasi putus-putus.

Muba juga nggak lupa disisi sosialnya,  karena ada program “Satu Perusahaan untuk 100 Pekerja Rentan”, konsepnya mirip gotong royong.

Dulu, warga kampung sama-sama bikin jembatan bambu, biar bisa nyeberang sungai, sekarang perusahaan sama-sama bikin jembatan sosial biar pekerja yang paling rapuh juga bisa selamat. Bedanya, dulu gotong royong dibayar pakai gorengan dan kopi, sekarang dibungkus program sosial yang rapi.

Selain itu, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan juga terus digenjot, bahkan ada penghargaan untuk perusahaan yang paling taat. Bayangin, nanti bisa ada kategori, seperti “HRD Terajin Bayar Iuran BPJS”.

Rasanya kayak lomba gaplek pas tujuhbelasan, tapi hadiahnya bukan panci atau kipas angin, melainkan reputasi baik dan perlindungan pekerja. Lucu, tapi serius nih!, karena tanpa jaminan sosial, kerja bisa jadi perjudian, hari ini sehat, besok bisa saja sakit, nah.. siapa yang tanggung?

Ngomongin tenaga kerja memang berat, tapi bukan berarti harus bikin dahi berkerut, justru kalau dibawa cair, pesannya lebih gampang nyangkut. Job Fair biasanya penuh suasana formal, kemeja rapi, CV rapi, wajah tegang, tapi siapa tahu nanti suasananya lebih santai, orang bisa senyum, ngobrol, dan percaya diri, karena kerja itu bukan cuma soal keterampilan, tapi juga mental.

Banyak manfaat

Lihatlah Amerika Serikat, di sana tren gig economy,  bikin banyak orang kerja serabutan via aplikasi, pagi ngojek, siang desain, malam antar pizza. Fleksibel sih, tapi nggak ada kepastian, pasalnya banyak pekerja nggak punya jaminan sosial, sementara Muba memilih jalannya sendiri, yakni nggak sekadar fleksibel, tapi stabil. Itu pilihan bijaknya, karena pekerja butuh kepastian, bukan sekadar rezeki yang datang kayak koin receh dari mesin arcade.

Pepatah bilang “Jangan berenang melawan arus, tapi belajarlah mengendalikan arus”, sebaliknya begitu pula dengan dunia kerja, jangan lihat angka pengangguran kecil lalu santai, justru di situ bahayanya.

Oleh sebab itu,  pemerintah Muba sudah kasih panggung, tinggal pencari kerja yang siap menari. Jangan datang ke Job Fair dengan wajah kusut kayak habis ditinggal mantan, harus bisa senyum, ada skill, dan persiapan adalah senjata utama.

Ibaratnya dengan sekali gebrakan, Job Fair dan Forum HRD, ada banyak manfaat, seperti lowongan terbuka, data tenaga kerja terkumpul, SDM makin terarah, dan pekerja rentan terlindungi.

Pandangan tokoh dunia, seperti Jack Ma, pendiri Alibaba – Group asal Tiongkok, bisa jadi cermin Kabupaten Muba, sebab dalam berbagai forum Internasional, Jack Ma sering menekankan bahwa saat masih muda, bekerja jangan hanya semata-mata  soal gaji. “When you are 20 to 30 years old, follow a good boss and join a good company to learn how to do things properly. Don’t just focus on salary” [“Kalau kamu berusia 20–30 tahun, carilah atasan yang baik dan bergabunglah dengan perusahaan yang tepat untuk belajar cara bekerja dengan benar, jangan hanya fokus pada gaji”].

Atau awal karier adalah waktu terbaik untuk belajar dari atasan dan lingkungan kerja, bukan cuma hitung slip gaji. Nah, pandangan ini sejalan dengan semangat Muba guna menciptakan ekosistem kerja yang membuat orang berkembang, bukan sekadar bertahan hidup.

Nelson Mandela, Presiden Afrika Selatan sekaligus ikon perjuangan anti-apartheid, berkata “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world”, pesan Mandela ini relevan, yakni kesempatan kerja hanya bermanfaat bila dibarengi dengan semangat belajar terus-menerus.

Oleh karena itu, November nanti jadi ujian pertama, karean lampu panggung sudah siap, spanduk sudah terpasang, HRD siap menunggu, pemerintah siap menyapa. Yang paling ditunggu jelas, yakni para pencari kerja datang bukan cuma bawa CV, tapi juga bawa semangat.

Kalau semua berjalan mulus, pengangguran bisa turun, pekerja rentan dapat perlindungan, perusahaan gampang cari talenta, dan Muba bisa bilang dengan lantang “Kami maju lebih cepat”.

Karena ekonomi bukan sekadar angka di laporan, tapi cerita orang-orang yang bangun pagi, kerja keras, bercanda di sela-sela tugas, dan tetap punya harapan, dan ketika nganggur turun sementara kerjaan naik, bukankah itu kabar yang bikin tersenyum sepanjang Sungai Musi?.[***]

Terpopuler

To Top