Agribisnis

Kemarau Datang, Jangan Biarkan Sawah Kering

ist

Sumselterkini.co.id,- Musim kemarau itu ibarat tamu yang suka datang tanpa diundang, nginepnya lama, dan kalau pulang pun ninggalin bekas. Apalagi buat petani, musim kemarau bisa lebih horor dari sinetron tengah malam: sawah ngambek, air susah, dan panen bisa berubah jadi kenangan manis belaka. Wajar saja, Wakil Gubernur Sumatera Selatan, H. Cik Ujang, ikutan serius dalam Rapat Koordinasi Percepatan Swasembada Pangan bersama Kemendagri dan Kementan. Bukan karena ingin pamer latar belakang Zoom yang rapi, tapi karena petani di Sumsel tak bisa hidup dari harapan dan hujan semata.

Dalam rapat itu, Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi, Husnain, menyampaikan sejumlah strategi percepatan tanam yang jujur saja, terdengar seperti resep masak identifikasi bahan (tanah dan benih), cek alat dapur (alsintan), atur jadwal masak (jadwal tanam), lalu cicipin tiap saat (monitoring dan evaluasi). Bedanya, kalau masak nasi tinggal pencet tombol, tanam padi butuh gotong royong dan gerak cepat  bukan cuma gerak bibir.

Wagub Cik Ujang harus jadi dirigen yang memastikan orkestra pertanian ini tak sumbang. Jangan cuma janjikan irigasi, tapi pipa airnya tinggal mitos. Jangan ajak percepatan tanam, kalau alsintan malah disimpan di gudang karena takut lecet.

Langkah antisipatif memang sudah dibeberkan  dari identifikasi potensi tanam hingga evaluasi rutin. Tapi kalau implementasi di lapangan masih pakai cara kuno alias tunggu komando dari atas, ya sama saja seperti menyuruh petani menari di tengah gurun semangat boleh tinggi, tapi airnya tetap nggak ada.

Di tingkat daerah, sinergi perlu di-upgrade. Jangan sampai ada kepala daerah yang baru sadar musim kemarau setelah kolam renang pribadinya ikut surut. Koordinasi bukan cuma soal bikin grup WhatsApp, tapi juga turun ke lapangan, bicara sama petani, dan paham medan. Jangan sampai pupuknya datang pas panen, dan benihnya datang setelah petani kehilangan harapan.

Jika Kementan dan Kemendagri kalau ingin swasembada pangan, jangan hanya gencar saat rapat nasional. Perlu dukungan konkret, seperti dana khusus untuk irigasi darurat, subsidi benih cepat tanam, hingga pelatihan petani menghadapi kekeringan ala milenial cepat, praktis, dan tahan banting.

Dan terakhir, solusinya sederhana tapi tak mudah libatkan desa dalam pemetaan kebutuhan, jangan serahkan semua pada kabupaten yang kadang suka bingung mana yang sawah mana yang lapangan bola, buat dashboard digital real-time yang bisa diakses petani untuk cek jadwal tanam, ketersediaan air, dan info bantuan. Dan yang paling penting, beri ruang bagi inovasi lokal: siapa tahu petani di Ogan Ilir sudah punya sistem irigasi bambu ala Jepang yang tinggal direplikasi.

Musim kemarau tak bisa dihindari, tapi panik tak harus jadi tradisi. Kalau semua pihak sigap, dari menteri sampai mandor sawah, bukan tak mungkin kita bisa menyulap kemarau jadi masa panen. Karena seperti kata petani senior di pelosok Musi Rawas, “Bumi boleh kering, tapi semangat tanam jangan ikut mengering!”. Kalau kata orang tua “jangan menanam janji, tapi panenlah bukti”.[***]

Terpopuler

To Top