Sumselterkini.co.id, – Kalau dulu anak muda rebutan kuota internet, sekarang di Palembang rebutan selempang dan senyum jurinya Cek Bagus Cek Ayu kemarin malam di ballroom mewah Hotel Zuri, bukan hanya AC yang dingin, tapi juga aura persaingan yang menggigilkan!.
Sebanyak 15 pasang pemuda-pemudi berdandan seperti iklan sabun herbal edisi kerajaan Sriwijaya, tampil memukau dengan gaya budaya nan aduhai.
Acara ini dibuka Wakil Wali Kota Palembang, Pak Prima Salam nama beliau aja udah kayak salam pembuka lomba pidato, beliau menekankan bahwa yang menang nanti bukan cuma disuruh senyum manis pas pawai, tapi juga wajib menjaga budaya. Ibarat pepatah, “Kalau tak pandai menabuh gendang, jangan pula memegang kendali budaya,”.
Penampilan malam itu beragam, dari tari Gending Sriwijaya sampai monolog budaya yang bikin mata berkaca. Ada yang main alat musik tradisional, ada juga yang pidato sampai lupa titik koma, semua demi satu tujuan jadi duta budaya.
Namun jangan salah, ini bukan hanya soal penampilan, tapi juga ketahanan ideologi budaya di tengah gempuran konten viral, seperti challenge joget pakai helm atau prank minta mantan balikan.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pak Affan Mahali Prapanca, juga mewanti-wanti agar para Cek dan Ayu ini pintar main medsos. Bukan buat upload selfie di kamar mandi hotel, tapi menyebarkan konten budaya yang bisa bikin netizen lebih paham bedanya tengkawang dan tengkleng. Kata beliau, “Media sosial itu sudah seperti panggung global. Kalau cuma diisi joget doang, ya budaya kita tenggelam di antara konten mukbang.”
Lihat tetangga kita, misalnya Korea Selatan, mereka punya “Hanbok Day” dan festival kebudayaan sampai ke Netflix. Duta budayanya bukan cuma bisa ngedance, tapi juga fasih cerita soal sejarah kerajaan Goryeo sambil minum teh.
Atau Jepang Negeri Sakura, yang punya Miss Sake bukan kontes mabuk ya, tapi ajang duta budaya minuman tradisional Jepang yang sekarang sudah go international. Nah, Palembang bisa loh punya versi kita Duta Pempek dan Duta Kuah Cuko!
Kenapa tidak, misalnya tahun depan kita gelar Festival Internasional Cuko Cup, lomba nyicip kuah pempek sambil mendongeng sejarah Sungai Musi? Bisa juga kita ekspor budaya lemak-lemak gurih kita lewat sinetron “Cek Ayu di Tanah Sakura” atau reality show “Survivor di Pulau Kemaro.”
Cek Bagus dan Cek Ayu ini ibarat sepiring pempek kapal selam kalau telurnya setengah matang, nggak nikmat. Budaya pun begitu. Dijaga jangan setengah hati, karena kalau anak muda sekarang lebih hapal gaya Oshi no Ko daripada Ogan Ilir dan Komering Ulu, kita harus tanya: siapa yang kebanyakan rebahan, dan siapa yang kurang ajar sama sejarah?.
Makanya, para duta ini jangan cuma sibuk pilih filter Instagram, tapi juga harus fasih bedakan antara gending, gendang, dan gengsi.
Dalam dunia yang makin cepat ini, budaya harus tetap lentur tapi tidak luntur, seperti kata pepatah Minang yang boleh kita plesetkan “Alam takambang jadi guru, budaya Palembang jadi guru les online”. Kalau generasi muda bisa menyuarakan budaya dengan gaya milenial, kita bukan cuma menjaga warisan nenek moyang, tapi juga bikin dunia tahu. Palembang itu bukan cuma pempek, tapi pemuda pemudi penuh pekerti.
Maka dari itu, selamat buat para finalis kalian bukan cuma duta selempang, tapi duta harapan. Jangan cuma Cek Ayu di depan kamera, tapi juga Cek Akhlak pas di keramaian.
Jangan cuma Cek Bagus di atas panggung, tapi juga Cek Konten sebelum disebar karena membangun “Palembang Belagak” bukan soal gaya, tapi soal menjaga jati diri budaya agar tak tinggal nama dan tinggal kenangan.[***]