Sumselterkini.co.id, – Di tengah arus deras perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang makin canggih, Indonesia nggak mau hanya jadi penonton. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menyatakan dengan penuh keyakinan, negara kita sudah siap untuk bukan cuma jadi konsumen, tapi juga jadi pemain utama dalam arena global AI.
Jadi, jangan bayangin kita bakal cuma nyaksin negara lain bikin robot pintar, sementara kita di sini cuma nonton sambil ngemil popcorn. Indonesia punya potensi untuk masak sendiri resep AI yang nggak kalah canggih, dengan bumbu lokal yang pas dan regulasi yang matang. “Kita nggak mulai dari nol. Alias, bukan negara yang baru belajar cari tombol power komputer, “katanya dalam rilis laman komdigi, Selasa [29/4/2025].
Kalau dianalogikan, dunia saat ini kayak dapur besar teknologi. Negara-negara lain sudah sibuk masak menu AI masing-masing. Ada yang bikin robot barista, ada yang masak chatbot bisa debat politik, bahkan ada yang masak AI untuk deteksi penyakit. Indonesia? Nggak mau cuma ngintip dari jendela dan nyicipin hasil masakan tetangga. Kita pengin punya dapur sendiri, lengkap dengan kompor induksi, alat pemotong digital, dan resep khas Nusantara.
Nezar bilang, kita sudah punya “bumbu dasar” regulasi dari Undang-Undang ITE, UU Pelindungan Data Pribadi, sampai Peraturan Pemerintah tentang perlindungan anak di ruang digital. Bahkan sudah ada Surat Edaran Etika Pengembangan AI. Semua ini jadi bekal supaya kita nggak asal goreng teknologi tanpa tahu kandungan gizinya.
Tapi, masak AI juga nggak bisa pakai resep satu rasa. Indonesia butuh regulasi yang lebih komprehensif, yang bisa mencakup berbagai sektor dan tetap fleksibel. Jangan sampai bikin aturan seketat kunci lemari besi, sampai inovasi malah megap-megap. Sebaliknya, regulasi harus seperti pagar kebun cukup tinggi biar aman, tapi masih bisa liat langit dan tumbuhin kreativitas.
Tak cukup dengan regulasi, pemerintah juga ngebut nyiapin infrastruktur digital dan talenta lokal. Bukan sekadar pasang WiFi di balai desa, tapi nyiapin generasi muda yang bukan cuma jago scroll medsos, tapi bisa bikin algoritma dan mengatur AI yang bertanggung jawab. Visi besarnya? Indonesia bukan cuma jadi pasar yang dijejali produk luar, tapi jadi developer, bahkan pusat distribusi global alias epicentrum AI dunia.
Kalau teknologi adalah makanan masa depan, maka AI adalah lauk utamanya. Indonesia jangan cuma jadi pengunyah pasif. Kita punya peluang besar untuk ikut masak, bahkan bikin resep sendiri. Regulasi sudah mulai disusun, SDM disiapkan, infrastruktur dibangun. Tinggal bagaimana semua komponen ini disatukan dalam wajan besar pembangunan nasional.
Karena kalau kita cuma diam, bisa-bisa nasib kita di dunia digital kayak mie instan cepat saji, cepat habis, dan nggak pernah punya cita rasa lokal. Saatnya Indonesia jadi chef AI, bukan cuma tukang nyicip.[***]