“Negara kita tidak kekurangan orang pintar, Namun negara kita hanya kekurangan orang – orang Jujur ”
FENOMENA hoax adalah sebuah kenyataan sejarah seperti sudah melekat menjadi sebuah kebudayaan di Indonesia ini. Dia lahir bersamaan dengan kelahiran era kebebasan media informasi. Namun, keberadaannya seringkali merusak tatanan masyarakat yang plural. Dimana fenomena hoax ditempatkan dalam ketegangan antara idealisme media dan etika bermedia. Akhir – akhir ini kita sering mendapati kabar bohong atau hoax yang muncul di lini masa media social kita. Yang tercatat pada kementerian kominfo pada April 2019 terdapat sebanyak 486 hoax terindefikasi, 209 diantaranya adalah hoax dengan kategori politik. Hoax dalam kategori tersebut mencuat karena pada saat itu adalah momen ketika pemilu.
Sangat mengerikan dan berbahaya bagi Indonesia di Era sekarang ini, karena sekarang Hoax di pakai tidak hanya untuk menyerang atau untuk kontensasi ( demi konten ) pilpers ataupun pemilu, tetapi sudah merambah untuk menyerang lembaga-lembaga negara yang menjaga agenda nasional yaitu pemilu, apalagi pada saat ini bau-bau politik sudah dekat karena akan adanya pemilu 2024 nanti, itulah kita harus berhati – hati mulai dari sekarang karena pada saat ini seperti yang kita ketahui bahwa hoax sudah menjadi bagian dari “permainan politik di era digital” banyak orang menggunakan Hoax untuk berbicara tentang politik.
Hoax terbesar bukanlah menyebar berita bohong tetapi menyembunyikan kebenaran dari public, cara mudah untuk terlihat bodoh adalah dengan berbicara kebohongan di depan public yang kamu sendiritidak mengerti maksud nya apa dan dimana letak kebenarannya. Hidup jika hanya terusterusan membicarakan tentang politik tidak akan ada habisnya karena ada banyak hoax yang menyelimuti pembicaraannya. Informasi yang disebarkan berisi Hoax akan mengarah pada kebencian dan kecemasan.Akan banyak menimbulkan permusuhan dan ajakan untuk memusuhi bangsa sendiri oleh beritainformasi hoax yang disebarkan.
Sebagai generasi muda dan orang-orang yang cerdas dan terdidik maka harus menanamkan sikap skeptis atau melek hoax yang tidak mudah percaya bahkan kalau perlu tidak hanya pada pesan yang datang tapi sikap skeptis dengan perasaan diri kita sendiri. Jangan – jangan yang kita yakini itu belum tentu benar, kita harus peka perasaan terhadap apa yang ada di depan kita entah itu berwujud informasi sebuah pembicaraan seseorang yang disampaikan secara langsung didepan public.
Berita palsu memiliki dampak yang sangat berbahaya karena dapat memunculkan perpecahan, pengelompokan dan radikalisme yang akan terjadi. Seseorang yang hanya berkomunikasi dengan orang sepemikiran sehingga memperteguh pikiran mereka. Karena kalau masyarakat tidak mendapat informasi yang benar dan akan berujung permusuhan, maka negara ini bisa hancur. Berita bohong yang disebarkan agar viral, menyebarkan berita bohong melalui media abal-abal dapat menimbulkan perkumpulan orang-orang yang merasa memiliki pemahaman atau efek yang sama akan mengarah pada jalan informasi yang tidak tau kebenarannya dimana.
Tingkat literasi kita sangat kecil. Jangankan baca buku, baca jurnal atau media social sampai selesai saja kita tidak melakukannya, kita hanya membaca judul dan awal tulisan yang ada pada buku atau jurnal itu saja sudah di anggap sebagai pakar. Untuk menyikapi revolusi surplus informasi dan hoax di Indonesia yang mungkin digitalisasinya yang semakin luar biasa ini kita sebagai generasi muda milenial yang harus peka dan bijak dalam menggunakan media social internet untuk hal-hal yang produktif, kreatif, meningkatkan kualitas diri, dan sebagai ajang dalam meningkatkan produktifitas diri kita.
“ Indonesia butuh anak muda yang bisa ngelurusin hoax-hoax yang beredar di WAG, Indonesia butuh anak muda yang ga gampang pindah ke lain hati, Rebahan secukupnya, Berjuang selelahnya”
Menjelang pesta demokrasi yang sebentar lagi akan dilaksanakan harapannya kan kita ikut mensukseskan, menjaga, dan jangan sampai ada yang melegtiminasi karena pemilu itu merupakan sebuah agenda 5 tahunan bangsa Indonesia karna selama 5 tahun itulah harapan bangsa Indoesia ada pada pemimpin yang kita pilih di pemilu 2024 ini. Ini hanya tentang persoalan demokrasi yang harus kita sambut gembira – ria, tetap berbeda pilihan tidak papa tapi tetap dia adalah saudara sebangsa dan setanah air.
Surplus informasi dan hoax di Indonesia seharusnya ada ruang yang harus diisi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, yaitu sebuah komitmen etis sebagai keharusan normatif bagi para pegiat penyebaran informasi melalui media massa. Pemerintah mungkin sudah berusaha untuk memunculkan suatu program yang bisa membantu mem-filter informasi yang tersebar agar terlepas dari hoax namun tindakan pemerintah atau penegak hokum saja tidak cukup maka harus pula dilengkapi modal social yang lain, yakni: keteguhan sikap warga negara, penggunaan media social untuk menjaga keutuhan masyarakat.
Keutuhan itu dimungkinkan oleh keteguhan masyarakat dalam bermedia social untuk memastikan sebuah kebenaran pesan sebelum disiarkan ke public, menjaga hak istimewa yang melekat pada setiap individu, memisahkan dengan tegas ranah persoalan privat dari persoalan public, mengungkapkan pesan yang menghindari motif-motif kebohongan, fitnah, dan menyerang pribadi orang lain, dan kesadaran penuh akan adanya budaya masyarakat indoensia adalah sensitive. Semua ini disebut sebagai prinsip etis yang harus kita terapkan agar terhindar dari surplus informasi dan hoax di Indonesia banyaknya tersebar berita bohong. Selain itu kita dapat menggunakan bebrapa situs web yang sudah disediakan yaitu ada invid, Yandex dll. Yang bisa kita gunakan untuk mencegah atau mengecek berita berupa tulisan atau bentuk klip video yang tersebar benar adanya informasi tersebut atau hoax hanya rekayasa saja agar gempar dan viral (demi konten dan Viewrs)[***]
Oleh : Adinda Nada Aulia Prastia
Prodi : Ilmu Politik UIN Raden Fatah