Andi Lisso membocorkan lagunya yang akan datang yang saat ini masih setengah jalan, yaitu “Cuma Pempek yang Mengerti Perasaanku”. Diakuinya, masa pandemi covid 19 tidak membuat dirinya terhenti berkreasi. “Kami akhirnya menemukan sendiri formulanya. Tak bisa tambil tatap muka, ternyata peluang tampil di daring, justru terbuka.”
Saat ini, sejak berkarier 15 tahun lalu, sudah lima lagu yang Andi Lisso produksi. Diantaranya, Mahar, Uji Buyut, Bukan Sekedar Cinta, Bukan Malaikat, dan yang baru-baru ini, Budak Lorong.
Keinginannya untuk memajukan musik dan lagu Palembang patut untuk dicontoh. Andi Lisso sudah terjun ke dunia musik pada tahun 2005. Di tahun 2019, ia memberanikan diri untuk ikut sebuah ajang pencarian bakat di Malaysia, yaitu “Spotlight”. Pada saat itu, Andi adalah satu-satunya peserta dari Palembang bahkan Indonesia yang ada di sana.
Ia membawakan lagu hasil karyanya sendiri bertajuk “Mahar”. “Mahar” sendiri merupakan lagu yang ia buat menggunakan bahasa Palembang. Ia mengaku terinspirasi dari kain songket yang biasa dibawakan oleh pengantin pria sebagai mahar ketika menikah.
Andi Lisso sendiri sering memperhatikan daerah lain, Jawa, misalnya. “Kalo di Jawo tuh kito nyingok dewek, bangga nian mereka samo lagu dengan bahasa daerahnyo. Sedangke Palembang nih, kito kekurangan lagu semacem itu,” ujarnya kepada audiens Pelatihan Jurnalistik di aula SMAN 6 Palembang.
Andi sangat ingin, budaya Palembang terutama musiknya sampai dikenal keluar Palembang. Ia mengatakan, musik Palembang ini berpotensi untuk dikenal masyarakat luar bila digarap lebih serius. Ia pun berinisiatif untuk membuat lagu-lagu modern berbahasa Palembang. Andi sendiri mengakui bahwa tak banyak lagu Palembang yang matching dengan selera anak muda zaman sekarang. Hingga lagu terakhir yang ia buat saat ini berjudul “Budak Lorong” ia sesuaikan selera musik anak muda zaman sekarang. Bercerita tentang anak muda yang jatuh cinta. Tak tanggung-tanggung, ia sampai merogoh kocek hingga Rp 10 juta untuk pembuatan lagu dan musik videonya. Andi juga berkolaborasi dengan musisi-musisi lain di daerah Jawa. Budak Lorong ini sendiri juga sudah ada versi jawanya. Versi Melayu sedang digarap.
Hingga kini, versi Jawanya ini berjudul “Cah Lorong” dan cukup diminati masyarakat sana.
Sebelum mengakhiri ceritanya, ia mengatakan, “Berbanggalah dengan budaya sendiri. Tanggung jawab kita semua untuk mengenalkan budaya Palembang dengan masyarakat luas”. Ia pun berharap agar anak-anak muda zaman sekarang lebih peduli dan mencoba membuat lagu berbahasa Palembang yang sesuai dengan selera mereka. (**)Haaniyah Aurelia/nasir