PAGI ini Kota Sekayu Kabupaten Musi Banyuasin [Muba] Sumatera Selatan masih ngantuk, kabut belum bubar, ayam pun belum sempat stretching, namun dari arah kolam renang, sudah terdengar suara peluit panjang disusul sorakan kayak di konser dangdut.
“Woy! Itu Bupati datang!” teriak seseorang dari tribun.
Begitu pula mobil hitam berhenti, keluarlah HM. Toha Tohet, Bupati Muba, dengan senyum khas dan langkah santai. Jaket olahraga warna biru langit, sepatu putih kinclong, dan kacamata hitam yang bikin beliau tampak kayak pelatih nasional, kalau bukan karena topi yang masih nempel manis di kepala.
“Pagi, Pak Bupati!” sapa panitia.
“Pagi!, ini yang lomba renang kan, bukan lomba cuci motor?”, jawab beliau sambil ngakak. Penonton ikut ketawa, suasana langsung cair, padahal kolam udah cair dari tadi.
Air kolam berkilau, para atlet berdiri di tepi, siap nyebur, di barisan depan ada tiga jagoan, Andre Abelson dari Musi Rawas, Fadel Arif Dinanda dari Muara Enim, dan M. Wahyu Putra Handepta dari Muba. Badannya kering, tapi matanya tajam kayak ikan mujair ngelihat umpan.
Peluit dibunyikan. Ciiit!
Cipratan air langsung ke mana-mana, sampai nyiprat ke sepatu Bupati.
“Waduh, ini baru datang udah dibaptis kolam,” seloroh beliau sambil ketawa.
Asisten di sebelah buru-buru ngelap sepatu pakai tisu, “biar kinclong lagi, Pak”.
“Gak apa-apa,” kata Bupati. “Kalau pemimpin gak siap basah, ya jangan main di kolam rakyat”.
Penonton langsung tepuk tangan, ada ibu-ibu nyeletuk dari pinggir, “Ih, Bupati Toha ini omongannya kayak kopi tubruk pahit, tapi bikin melek!”
Beberapa menit kemudian, suara peluit tanda finis terdengar.
Andre muncul paling depan, disusul Fadel, lalu Wahyu dari Muba, wajah mereka sumringah. Bupati Toha maju, ambil medali, dan mulai ngalungin satu per satu.
“Selamat, Andre, cepet sekali kau, renang atau kabur dari mantan nih?”
Semua ketawa, termasuk Andre yang masih ngos-ngosan.
“Fadel, hebat juga, kalau di Muara Enim latihan di sungai, ya? Airnya arus deras, pasti lebih berat dari kolam”
Fadel senyum. “Iya, Pak, kadang arusnya malah bawa sampai kebun sawit!”
Wahyu, atlet Muba yang dapat perunggu, disalamin paling akhir.
“Wahyu, kamu tuan rumah, tapi masih podium tiga. Kenapa? takut ngalahin tamu?” canda Bupati.
“Enggak, Pak,” jawab Wahyu polos. “Cuma tadi airnya lebih licin, Pak”.
“Air licin?” Bupati garuk kepala. “Kalau gitu nanti kita kasih sabun sekalian!”
Semua pecah tawa.
Setelah selesai bagi medali, Bupati Toha langsung pindah ke venue bola voli. Jalan kaki santai, tapi langkahnya cepat kayak orang dikejar sate matang.
Di lapangan, tim voli putri Muba lagi duel sama Banyuasin, suara bola yang dipukul kedengeran keras, bak! bak! bak!.. mirip suara sandal kena nyamuk.
“Skor sementara 1-0 untuk Banyuasin!” teriak komentator.
Bupati langsung duduk di kursi pinggir lapangan. “Ayo Muba, jangan mau kalah di rumah sendiri! Kalau perlu, anggap net itu pagar kebun, jangan sampai bola lewat!”
Pemain-pemain Muba ketawa tapi makin semangat. Ada satu smash yang nyaris bikin bola nyangkut di tiang lampu, penonton heboh, dan Bupati berdiri sambil tepuk tangan.
Selesai putri, lanjut ke voli putra Muba lawan PALI.
Nah, yang ini kayak nonton Avengers, serangannya cepat, bola beterbangan, dan penonton udah kayak suporter final piala dunia.
Bupati berdiri di pinggir lapangan, teriak “Semangat! Ingat, kalah di babak pertama bukan akhir segalanya! Lihat saya, dua kali kalah di catur, tapi tetap jadi Bupati!”.
Penonton ngakak, seorang penjual es kelapa di belakang nyeletuk, “Kalau semua pejabat kayak gini, lapangan pasti ramai tiap minggu!”
Menjelang siang, matahari makin garang, tapi senyum Bupati gak luntur, keringat udah mulai netes, tapi semangat masih full baterai. Beliau keliling lagi, salaman sama atlet, panitia, sampai penjual cilok.
“Wah, ciloknya enak nih,” kata Bupati sambil beli dua tusuk.
“Gratis, Pak!, buat semangat Muba!” jawab pedagang.
“Wah, hati-hati, kalau semua gratis, nanti saya balik gak dikasih masuk lagi ke venue,” gurau beliau.
Sebelum pulang, Bupati sempat duduk sebentar di bawah pohon mahoni, lihat anak-anak kecil latihan voli mini. Beliau bilang pelan ke ajudannya, “Lihat itu… mereka belum tahu apa itu juara, tapi udah punya semangat. Nah, tugas kita bikin semangat itu gak padam”
Ajudannya cuma manggut, mungkin terharu… atau ngantuk karena belum sarapan.
Hari itu, Sekayu bukan cuma penuh sorak, tapi juga tawa dan pelajaran, dari kolam sampai lapangan, semua orang sadar karena olahraga itu bukan cuma soal siapa yang menang, tapi siapa yang gak berhenti berjuang.
Dan Bupati Toha Tohet? Beliau bukan cuma hadir buat potong pita atau selfie di podium, beliau datang, basah, ketawa, ngelawak, dan nyebar semangat.
Kalau di Jepang pejabat ikut lari bareng atlet, di Muba Bupati-nya malah siap nyiprat bareng di kolam.
Kalau di Korea wali kotanya turun ke stadion, di sini Bupati-nya turun ke lapangan sambil beli cilok.
Itulah bedanya pemimpin yang hadir dengan pemimpin yang cuma hadir di baliho.
Seperti pepatah Muba versi baru “Kalau pemimpin sudah siap basah, rakyat gak bakal tenggelam”
Dan hari itu, medali bukan cuma di leher atlet, tapi juga di hati semua yang ketawa bareng Bupati Toha di PORPROV XV.[***]