Features

TAWA TAPI TAHU : Kisah Pisau Dua Bilah yang Tak Pernah Saling Sikut

ist

NAMAKU gunting, Ya… benda kecil dengan dua bilah yang selalu nyempil di laci, di tas ibu-ibu arisan, atau di meja penjahit, jangan salah, meski aku kelihatan sederhana, aku ini saksi sejarah dari zaman cinta monyet sampai zaman cicilan kredit motor. Dari potong kertas ulangan saat bocah SD, sampai motong pita peresmian gedung yang diresmikan pejabat sambil senyum kaku. Aku memang tidak pernah masuk berita besar, tapi tanpaku, dunia bisa jadi lebih berantakan daripada hati mantan yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

Aku sering dibilang “kecil-kecil cabe rawit.” Fungsiku memang sederhana memotong, tapi hei, jangan remehkan kata “memotong.” Pedang bisa memotong perang, pena bisa memotong kebodohan, sedangkan aku, gunting, bisa memotong semua hal remeh-temeh yang bikin manusia ribet.

Mulai dari label baju yang gatel kalau nggak digunting, plastik mie instan yang bikin lapar makin menggila kalau tak segera kubuka, hingga kuku ayam yang terlalu panjang pas lagi dimasak opor lebaran.

Banyak orang tidak sadar, aku punya filosofi hidup. Aku ini terdiri dari dua bilah besi yang kalau sendirian nggak ada artinya. Satu bilah tak bisa memotong apa-apa. Tapi ketika dua bilah itu dipertemukan dengan engsel kecil di tengah, barulah aku bisa bekerja. Itulah hidup sendiri mungkin hebat, tapi berdua bisa lebih tajam.

Pepatah bilang, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Aku contoh nyatanya. Kalau bilahku berpisah, jangankan potong kertas, motong benang pun aku tak mampu. Jadi, buat manusia yang suka ribut gara-gara beda pilihan politik atau rebutan jatah parkir, belajarlah dari aku beda arah, tapi satu tujuan.

Kadang aku juga jadi korban salah pakai, ada ibu-ibu yang seenaknya nyuruh aku motong plastik keras, padahal itu kerjaannya cutter. Ada anak kecil yang maksa pakai aku buat potong kawat, alhasil aku jadi ompong sebelah. Bayangkan rasanya, aku ini ibarat kakek tua yang dipaksa angkat galon Aqua, jelas gemeteran.

Tapi paling lucu kalau aku dipakai buat motong rambut. Halah, padahal rambut manusia itu butuh gunting khusus. Aku yang sehari-hari motong kertas tiba-tiba disuruh jadi tukang salon dadakan. Akhirnya potongannya miring kayak jalan aspal yang separuh belum dicor. Eh, malah ujung-ujungnya aku disalahkan “Guntingnya yang jelek!” Padahal salahnya tanganmu, Bro.

Ada juga kisah heroik, pernah aku dipakai guru SD buat motong pita waktu ada peresmian ruang kelas baru. Rasanya bangga, aku kayak selebriti dadakan. Semua anak tepuk tangan, semua kamera HP nyorot ke arahku. Tapi ya cuma sebentar, setelah itu aku balik lagi ke laci penuh debu. Begitulah hidup sekali-sekali jadi bintang, tapi lebih sering jadi penonton.

Kalau dipikir-pikir, aku ini banyak punya perumpamaan hidup. “Hidup itu kayak gunting, tajam kalau diasah, tapi tumpul kalau dibiarkan”. “Jangan jadi gunting dalam lipatan, manis di luar tapi diam-diam motong hubungan orang.”  dan “Kalau cinta sudah retak, setajam apa pun gunting tak bisa menyambung kembali.”

Manusia sering ribut soal cinta, padahal aku sudah kasih contoh nyata, aku bisa memotong, tapi aku tak bisa menyambung. Itu artinya, jaga baik-baik sebelum terputus.

Pesan ku jangan menyepelekan hal kecil. Lihatlah aku, tubuhku mungil, tapi jasaku besar. Aku ibarat rakyat kecil, kadang diremehkan, tapi tanpa aku, banyak urusan manusia bakal macet. Mau buka hadiah ulang tahun tanpa aku? Ya silakan coba sobek pakai gigi, nanti malah gigi palsu copot duluan.

Hidup manusia pun mirip denganku. Ada engsel yang menyatukan keluarga, sahabat, atau bahkan mimpi. Kalau engsel itu patah, dua bilah kehidupanmu bisa tercerai-berai. Makanya, rawatlah “engsel hidupmu.” Jangan gampang ngambek, jangan suka merusak kepercayaan, karena sekali rusak, yang tersisa cuma dua bilah tumpul tak berguna.

Ketajamanku juga mengajarkan hal penting  tajam bukan untuk melukai, tapi untuk memberi manfaat, manusia kalau tajam lidahnya bisa bikin orang lain sakit hati. Tapi kalau tajam pikirannya, bisa melahirkan karya besar. Jadi, jangan salah gunakan ketajaman, baik itu tajam kata-kata maupun tajam otak. Ingatlah pepatah “Lidah lebih tajam daripada pedang.” Nah, kalau bisa, buatlah lidahmu lebih bermanfaat daripada guntingku.

Aku, gunting, bukan siapa-siapa, aku cuma benda kecil yang sering kau lupakan keberadaannya. Tapi aku ingin kau sadar, betapa besar arti kebersamaan, ketajaman, dan kesederhanaan dalam hidup. Kalau aku saja bisa bermanfaat dengan hanya sepasang bilah, kenapa manusia yang punya otak, hati, dan rasa malah sering ribut tak karuan?

Ingatlah, hidup ini kadang perlu dipotong potong rasa malas, potong niat jahat, potong kebiasaan buruk. Tapi jangan pernah memotong silaturahmi, apalagi memotong hak orang lain.

Jadi kalau lain kali kau membuka laci dan melihatku, jangan hanya bilang, “Oh, ini cuma gunting.” Ingatlah aku sebagai sahabat kecil yang selalu siap membantu, meski kadang aku cuma diam, menunggu tanganmu menggerakkan aku.

Karena aku tahu, seberapa tajam pun aku, tanpa tangan manusia, aku hanyalah besi tak berguna. Tapi sebaliknya, tanpa aku, manusia sering kelimpungan hanya gara-gara seutas benang.

Begitulah hidup kadang hal remeh itulah yang justru bikin dunia tetap berjalan. Salam dari aku, gunting, si pahlawan tanpa tanda jasa yang selalu setia menunggu giliran.[***]

Terpopuler

To Top