Obyek Wisata

“Dari Garasi ke Gamescom – Gim Indonesia jadi Tour Guide Digital Eropa, Tanpa Jet Lag!”

ist

TAHUN ini, di Köln, Jerman, gamer Eropa bisa menjelajahi Candi Borobudur sambil menaklukkan monster pixel tanpa boarding pass, tanpa antri check-in, dan tanpa jet lag. Selamat datang di era gim sebagai pemandu wisata digital, di mana pixel lebih cepat membawa dunia ke layar komputer daripada pesawat terbang tercepat sekalipun. Indonesia hadir di Gamescom 2025, pameran gim terbesar di dunia, bukan hanya untuk memamerkan grafis ciamik, tapi juga untuk memperkenalkan budaya dan pariwisata tanah air secara digital.

Tahun ini, Indonesia kembali hadir di Gamescom 2025, pameran gim terbesar di dunia. Menteri Perdagangan Budi Santoso dalam rilis belum lama ini bilang, “Gamescom adalah panggung strategis untuk memperkenalkan potensi Indonesia ke dunia.” Kalau diterjemahkan ke bahasa gamer “Level boss sudah muncul, bro, waktunya kita tunjuk skill!”. Dan memang, 10 studio lokal dari Agate sampai Lapakgaming, siap memamerkan gim mereka yang penuh budaya, cerita rakyat, dan pariwisata digital.

Tiap studio itu seperti nasi campur dengan lauk lengkap ada yang pedas banget karena cerita rakyatnya bikin tegang, ada yang manis karena animasinya lucu, dan ada yang gurih karena gameplay-nya bikin ketagihan.

Gamer Eropa bisa belajar tentang batik, tari Saman, atau sekadar mencoba naik bajaj virtual di Jakarta, semua dalam satu misi. Ini bukan sekadar main-main, ini edukasi sambil tertawa.

Dan jangan salah, Paviliun Indonesia juga menjadwalkan 222 pertemuan bisnis via aplikasi MeetToMatch. Bisa dibilang, ini seperti Tinder versi profesional studio swipe kanan untuk publisher, investor swipe kiri kalau belum sreg, tapi ujung-ujungnya bisa match dan bikin proyek bareng. Jadi selain promosi budaya, Indonesia juga main game ekonomi digital tingkat boss.

Yang lebih seru lagi, keikutsertaan ini bukan cuma event biasa, Indonesia sudah ikut Gamescom sejak 2009. Jadi kita sudah cukup sering “jalan-jalan ke playground global”, cuma sekarang levelnya hardcore boss fight. Kolaborasi lintas sektor: Kemendag, Kemenparekraf, ITPC, Dinas Pariwisata DKI Jakarta, hingga Asosiasi Game Indonesia. Mereka semua satu tim sepak bola, tapi bola yang ditendang adalah budaya digital Indonesia.

Secara ekonomi, ini bukan main-main, Pasar gim global diproyeksi mencapai USD 397 miliar pada 2029, sedangkan pasar Jerman naik dari USD 5,35 miliar (2024) ke USD 6,95 miliar (2027). Jadi setiap klik di Köln bisa bikin dompet digital studio lokal makin tebal, sekaligus bikin gamer Eropa penasaran ingin datang ke Indonesia beneran. Bayangkan, satu quest untuk menemukan “Keris Sakti” bisa memantik turis asing untuk mencari keris asli di Solo!

Di sinilah dagelannya gim bukan cuma hiburan, tapi “paket wisata all-in-one”. Gamer bisa menyelesaikan puzzle sambil belajar tentang gamelan, menavigasi Bali sambil dengar musik tradisional, atau naik rakit di virtual sungai Mahakam tanpa takut basah kuyup. Siapa sangka, layar monitor bisa jadi travel agent paling aman dan murah.

Kalau mau bikin pepatah baru versi gamer “Tak perlu boarding pass, cukup keyboard dan imagination, nusantara ada di layar monitor”. Moral dari cerita ini sederhana kreativitas lokal, kalau dikemas apik, bisa tembus pasar global, sekaligus promosi budaya dan pariwisata.

Kesimpulannya, Gamescom 2025 menunjukkan bahwa gim Indonesia lebih dari sekadar hiburan. Mereka menjadi duta wisata digital, membawa nuansa nusantara ke seluruh penjuru dunia. Dari garasi lokal ke panggung internasional, dari pixel ke pariwisata, Indonesia membuktikan: layar monitor bisa jadi destinasi wisata paling aman, cepat, dan lucu.

Jadi, kalau masih ada yang bilang “main gim cuma buang waktu”, ingat pepatah baru ini “Siapa yang bermain, ia belajar; siapa yang belajar, ia mempromosikan negeri”. Gamescom adalah bukti nyata dengan kreativitas, sedikit dagelan, dan banyak pixel, Indonesia bisa jadi tour guide digital dunia, tanpa repot urus paspor dan visa.[***]

Terpopuler

To Top