Inspirasi

“Lomba Balita Indonesia Sumsel 2025, Emak-emak Jadi CEO Gizi, Balita Jadi Aset Nasional”

ist

KALAU CEO perusahaan sibuk mikirin laba rugi dan saham, maka di Lomba Balita Indonesia (LBI) tingkat Provinsi Sumatera Selatan ini, para ibu tampil sebagai CEO sejati Chief Emak Officer yang tak cuma urus ASI dan MPASI, tapi juga masa depan bangsa dari popok hingga piring nasi.

Ajang tahunan yang digelar di The Sultan Convention Center, Palembang, Rabu (6/7/2025) ini, bukan sekadar kompetisi gaya-gayaan balita semata. Lebih dari itu, menurut Ketua TP PKK Sumsel, Feby Deru, ini adalah panggung akbar edukatif untuk menyadarkan semua pihak: dari tetangga sampai RT, dari nenek sampai kepala dinas, bahwa urusan tumbuh kembang anak itu bukan urusan dapur semata, tapi juga urusan negara.

“Anak-anak ini bukan boneka yang cuma didandani, difoto, lalu dibiarkan makan mi instan setiap hari. Mereka adalah aset bangsa yang nilainya lebih mahal dari saham BUMN,” tegas Feby Deru sambil senyum sumringah ala mentari pagi.

Sebanyak 17 kabupaten/kota di Sumsel menurunkan ‘tim terbaiknya’ balita-balita sehat nan menggemaskan, lengkap dengan ibu, kader kesehatan, serta tim yel-yel yang lebih heboh dari suporter sepak bola. Tapi jangan salah, meski penuh tawa dan aroma bedak bayi, lomba ini serius. Ada pengukuran status gizi, pola pengasuhan, hingga edukasi parenting yang dibalut manis seperti puding rasa stroberi.

“LBI ini kayak kuliah singkat buat emak-emak dan bapak-bapak. Kita jadi tahu gimana ngatur pola makan anak, cara stimulasi tumbuh kembang, sampai pentingnya cinta dalam pola asuh,” ujar salah satu peserta dari Ogan Ilir, sambil membetulkan mahkota anaknya yang jadi duta kecil kampungnya.

Pepatah lama bilang, “Anak sehat, keluarga kuat. Keluarga kuat, bangsa tak mudah tumbang.” Itulah pesan moral di balik lomba ini. Bahwa kesehatan anak bukan cuma urusan berat badan dan tinggi badan, tapi juga soal bagaimana mereka dicintai, didengarkan, dan tidak dijadikan alat konten semata di media sosial.

Menurut Feby, perhatian terhadap balita tak bisa dibebankan hanya pada orang tua. Lingkungan, pemerintah, dan masyarakat luas juga punya tanggung jawab kolektif. “Coba bayangkan, kalau satu RT aja semua balitanya sehat dan bahagia, itu artinya satu kecamatan punya masa depan yang lebih cerah. Ini investasi sosial jangka panjang,” ujarnya.

Melalui LBI ini, orang tua didorong menjadi CEO bukan cuma Chief Executive Officer, tapi juga Chief Emak Officer dan Chief Empati Officer. Mereka belajar bagaimana mengelola rumah tangga bukan hanya dari sisi ekonomi, tapi juga kasih sayang, disiplin, dan asupan yang seimbang antara nasi, protein, dan pelukan.

“Kadang kita lupa, pelukan itu gizi juga,” kata salah satu kader kesehatan sambil menggoda anak-anak yang asyik makan buah potong di stan gizi.

LBI Sumsel 2025 telah membuktikan bahwa ajang balita bukan cuma panggung lucu-lucuan. Ini adalah panggung perubahan, tempat orang tua belajar, masyarakat sadar, dan negara bersiap. Sebab seperti kata pepatah dari dapur emak-emak, “Jangan tunggu anak sakit baru belajar sehat. Jangan tunggu generasi lemah baru bicara kuat.”

Dan di tengah riuhnya yel-yel, senyum anak-anak, dan keharuan para ibu, satu hal jadi jelas: masa depan bangsa bukan ditentukan di ruang sidang DPR, tapi di ruang makan, ruang tidur, dan pelukan hangat para orang tua.[***]

Terpopuler

To Top