Inspirasi

BUKU DIARI PAGI :“Keran Pagi Berbunyi, Hari Terisi, Drama Air, Bak Mandi & Filsafat Kran”

ist

KERAN air yang mulai dihidupkan pukul 05.00 WIB di Kamis pagi mungkin terdengar biasa saja. Tapi bagi yang peka dan masih waras meski ngopi belum, suara keran itu ibarat alarm kehidupan. Air yang mengucur mengisi kamar mandi seakan membawa pesan tersembunyi hidup harus terus mengalir, walau kadang debitnya kecil dan tekanan hatinya besar. Inilah kisah sederhana dari bunyi air pagi yang ternyata menyimpan filosofi dalam rumah ku… dan sedikit tragedi licin-licin jatuh di kamar mandi.

Kamis pagi. Jam lima tepat. Masih gelap, ayam tetangga belum nyanyi, dan langit pun masih malu-malu membuka kelopaknya. Saya berdiri mematung di depan keran kamar mandi rumah. Dengan tangan kanan yang gemetar karena dingin, saya pelintir kepala kran ke kiri dan jreng! air pun mulai mengalir, pelan-pelan seperti lagu sedih tanpa iringan.

Suara air memantul ke dinding kamar mandi glebyur… tek… glebyur… cetes cetes….. Nadanya tidak stabil, kadang semangat kayak anak kecil ketemu odading, kadang lemas kayak dompet di tanggal tua. Tapi dari sanalah semuanya bermula, ritual sakral pengisian bak air setiap pagi.

Keran ini bukan keran biasa, ini keran pejuang, keran veteran, sudah puluhan kali dibuka dan ditutup, tapi dia tetap setia. Tak pernah protes, tak pernah curhat, apalagi bikin status galau di medsos.

Kalau hidup ini sinetron, maka keran adalah aktor pendukung yang jarang disorot tapi perannya krusial. Tanpa dia, bak kosong. Tanpa bak, mandi cuma jadi wacana.

Saya duduk di ujung kloset sambil menatap air yang menetes. Dalam diam, saya merenung apakah air ini hanya untuk mandi, atau sedang memberi wejangan hidup pagi-pagi begini?

Air itu sabar, turun pelan-pelan, tak peduli cepat atau lambat. Ia tak pernah tanya, “Kapan aku berguna?”. Ia hanya tahu  aku mengalir, maka aku ada. Sama seperti cinta yang sehat nggak buru-buru, tapi konsisten. Nggak nyembur kayak air ledeng rusak, tapi cukup buat hati merasa cukup.

Air mengajarkan kita banyak hal. Pertama, diam bukan berarti tak berguna, lihat saja dia hanya menetes, tapi bisa mengisi satu bak penuh. Kedua, kerja rutin tanpa drama bisa menyelamatkan pagi banyak orang. Kalau air tak ngalir, bisa-bisa pagi ini bau ketiak menjadi senjata kimia.

Kadang hidup itu ya kayak keran pagi  pelan-pelan saja, asal lancar. Nggak usah ngoyo. Jangan terlalu keras, ntar patah. Jangan terlalu lembek, ntar kecewa. Seimbang. Mengalirlah seperti air yang tahu kapan harus turun, kapan harus berhenti, dan kapan waktunya mengisi yang kosong.

Dan si bak air itu, walau diam, sabar menampung. Ia tak cerewet, tak pernah menuntut. Tapi begitu penuh, ia akan kasih sinyal luber. Sama seperti hati, jika terlalu lama dipendam dan diisi beban, bisa luber juga dalam bentuk tangisan di pojok kamar.

Keran pagi ini memang sederhana, tapi ia mengajarkan lebih banyak dari seminar motivasi dua juta rupiah yang cuma isinya suruh bersyukur dan jualan buku. Dari bunyi tetesannya, kita bisa belajar bahwa hidup tak perlu terburu-buru. Pelan, tapi pasti. Sedikit, tapi rutin. Sunyi, tapi mengisi.

Jangan remehkan suara kecil di pagi hari. Bisa jadi itu suara panggilan dari semesta agar kita mulai hari dengan ketenangan. Atau paling tidak… biar kita nggak disemprot emak karena lupa isi bak mandi.

Pagi-pagi dengar bunyi keran,
Air menetes di kamar mandi.
Hidup ini jangan kebanyakan beban,
Cukup ngalir kayak air pagi-pagi.

Kalau nanti kamu dengar suara keran di pagi hari, jangan langsung manyun. Ingat ! bisa jadi itu bukan cuma suara air… tapi peringatan halus bahwa hidupmu perlu diisi, seperti bak kamar mandi yang selalu siap menampung meski tak pernah dipuji.[***]

Terpopuler

To Top