Industri Kreatif & UKM

“ID. Buzz & Lukisan Cinta di Bodi Mobil: Saat Seniman Lokal Ngecat Volkswagen Sambil Dengerin Dangdut”

ekraf

PAK, ini mobilnya mau dilukis model gimana?” tanya Satiman, si petugas keamanan yang masih bingung kenapa mobil VW bisa dicorat-coret kayak buku gambar SD kelas 3.

“Tenang, Man,” jawab Udin, seniman jalanan merangkap juru sulap saat 17-an. “Ini bukan vandalisme, ini artivisme. Kami lagi bikin revolusi visual di atas bodi mobil listrik!”

Ya, di sebuah sudut ICE BSD yang biasanya hanya diisi suara klakson dan aroma pengharum mobil rasa kopi susu, kini terdengar tawa riuh, obrolan tentang visual branding, dan… suara kompresor cat airbrush yang bersahutan macam orkes kaleng rebana.

Kementerian Ekonomi Kreatif yang baru berusia 275 hari masih bau kencur kalau kata pepatah Jawa tiba-tiba unjuk gigi dengan kolaborasi gaya ciamik bareng Volkswagen.

Di panggung GIIAS 2025, Wakil Menteri Ekraf Irene Umar tampil bukan cuma sebagai pejabat, tapi seperti duta besar kreatifitas, lengkap dengan gestur tangan dramatis seperti koreografer K-Pop.

“Dari pandangan pertama sudah terasa nuansa IP lokal yang kuat. Karakternya menggemaskan, tapi tetap punya daya pukau visual,” ujar beliau sambil menatap ID. Buzz seperti menatap anak sendiri yang baru bisa coret-coret tembok rumah.

Dan memang begitu, mobil listrik ID. Buzz ini bukan hanya kendaraan, tapi kanvas berjalan. Mobil ini adalah semacam Monalisa digital yang bisa nyalain AC dan punya panoramic roof buat ngelamun sambil nyanyi lagu Ebiet G. Ade.

“Awalnya saya kira mobil ini cuma buat pamer teknologi,” ujar Bu Marni, pemilik toko kelontong yang diajak anaknya ke pameran. “Tapi kok ada lukisan ayam kampung pakai rompi pelampung di bodi mobil. Lucu juga ya.”

Itulah Live Painting, dimana seniman lokal, seperti Mas Udin dan Mbak Rara menggambar langsung di atas bodi ID. Buzz. Lukisan yang tampil bukan sembarang mural ada cerita rakyat, karakter fiksi, dan bahkan reinterpretasi tokoh Semar pakai helm astronot.

Lomba desain dan EKRAF Corner pun ikut meramaikan suasana: mulai dari gantungan kunci dari sabut kelapa sampai tote bag dari kulit pisang goreng edisi daur ulang.

“Ekonomi kreatif itu bukan cuma ngamen digital. Ini tentang identitas,” kata Mas Guntur, desainer yang ikut kompetisi. “Saya kasih nama desain saya ‘Cinta dalam Palet Sore’.”

Analogi sederhananya begini kolaborasi ini seperti melihat orang Jerman makan pecel lele pakai sendok garpu, sambil bilang “leckeres Essen, Bro!”.

VW datang dengan teknologi, Kementerian Ekraf datang dengan talenta, kalau ini dijadikan film, mungkin judulnya “Fast and the Kreatif”.

“Kami percaya bahwa kreativitas adalah jembatan,” ujar Ahmad Badawi, Head of Marketing VW Indonesia. “Kalau orang lain pakai jembatan tol, kami pakai jembatan rasa dan warna.”

Kolaborasi ini bukan soal sekadar pamer. Ini soal menggabungkan tenaga listrik dengan energi kreatif. Soal bagaimana pelaku UMKM bisa naik kelas bukan karena ikut seminar doang, tapi karena karyanya mejeng di mobil seharga rumah tipe 45.

Dan seperti kata pepatah baru dari Pakde Kasno “Daripada hidup ngegas di media sosial, mending ngegas pake mobil listrik yang ada lukisan kucing pakai blangkon”

“Saya gak ngerti teknologi, Mas. Tapi saya ngerti rasa. Kalau mobil ini bisa bikin orang senyum karena liat lukisan karya anak bangsa, ya itu lebih berharga dari 5 liter bensin”

Maka, mari kita dukung mobil-mobil masa depan bukan hanya lewat teknologi, tapi lewat cerita. Sebab setiap kendaraan butuh tujuan, dan setiap desain butuh makna. Dan kalau bisa sambil lucu-lucuan, ya kenapa nggak?[***]

Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan feature naratif dengan pendekatan humor dan fiksi. Nama tokoh, dialog, dan peristiwa dalam cerita sebagian merupakan rekaan untuk memperkaya sudut pandang dan tidak dimaksudkan untuk mencerminkan peristiwa secara harfiah. Namun data, kutipan, dan agenda yang disampaikan tetap mengacu pada peristiwa nyata.

Terpopuler

To Top