Pendidikan

“Hutan, Intel & Ady Naff, Saat Penegakan Hukum Bernyanyi di Bawah Langit Bima”

ist

ADA satu pepatah lama yang bilang “Kalau tak ada rotan, akar pun jadi”, tapi di dunia kehutanan, kalau tak ada intelijen, bisa-bisa rotan digondol maling, akar pun dicabut buat bakar singkong. Maka dari itu, jangan pernah remehkan kehadiran intelijen kehutanan, mereka bukan cuma tahu pohon mana yang tinggi menjulang, tapi juga bisa mendeteksi siapa-siapa yang diam-diam ingin menebang pohon sambil bilang “kebetulan lewat”.

Begitulah kira-kira semangat yang dibawa Wakil Menteri Kehutanan, Sulaiman Umar, yang baru saja menempuh perjalanan berlapis-lapis seperti martabak telur isi tiga Pekanbaru, Bandara,Transit, Transit lagi, sampai akhirnya mendarat di Bima.

Demi apa? demi menyapa dan memberi suntikan semangat kepada 160 personel PPNS dan Polhut yang sedang mengikuti Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Intelijen Kehutanan.

Bayangkan, 160 petugas dari seantero Nusantara berkumpul di ujung timur Pulau Sumbawa, bukan untuk liburan atau lomba tarik tambang, tapi untuk belajar cara mendeteksi kejahatan kehutanan yang makin hari makin licin seperti belut luluran baby oil.

Di film-film, intelijen itu biasanya ganteng, pakai jas, naik mobil sport, dan suka ngejar penjahat sambil ngedrift di parkiran mal. Tapi di dunia nyata khususnya di hutan, intelijen kehutanan itu pakai sepatu bot, celana kargo, dan harus bisa membedakan suara burung asli dengan suara chainsaw yang nyamar jadi burung camar.

Wamenhut dengan nada tegas tapi penuh kehangatan menyebut bahwa intel kehutanan ini adalah garda terdepan. Bukan garda belakang, apalagi garda kebingungan. Mereka lah yang harus bisa preemptif dan preventif, alias mencegah sebelum ditebang dan menangkap sebelum dibakar.

“Saudara-saudara sekalian adalah pahlawan dalam senyap. Tak perlu jubah, cukup pakai GPS dan surat tugas!” kata beliau, yang membuat sebagian peserta merinding, sebagian lagi ngangguk-ngangguk, dan sisanya buka catatan sambil bisik-bisik, “preemptif itu artinya apa, ya?”

Bimtek ini sebenarnya bagian dari rangkaian rapat koordinasi besar. Tapi seperti rapat-rapat pada umumnya, meskipun topiknya berat, ujung-ujungnya tetap harus ditutup dengan hiburan, karena seperti kata pepatah, “Di balik kebijakan yang rumit, harus ada hiburan yang legit”.

Dan benar saja, malam harinya, suasana menjadi syahdu dan sendu ketika Ady “Naff” naik panggung, dengan suara khas yang mengandung 20% rindu dan 80% kenangan mantan, beliau menyanyikan “Kau Masih Kekasihku” sebuah lagu yang mungkin tidak berkaitan langsung dengan kehutanan, tapi cukup untuk membuat para peserta menyeka air mata, entah karena liriknya atau karena kelelahan usai diskusi tentang analisis potensi pembalakan liar di hutan lindung.

Edukasi

Kalau mau jujur, edukasi soal penegakan hukum kehutanan itu sering kalah pamor dari drama Korea dan gosip artis. Tapi justru di situlah pentingnya acara seperti ini.

Kita butuh pendekatan yang bukan cuma logis, tapi juga imajinatif dan emosional. Kalau perlu, sampaikan pentingnya hutan lewat lagu, pantun, bahkan sinetron. Bayangkan ada judul seperti “Cintaku Hilang di Balik Tebangan Liar” atau “Surat Cinta dari Pohon Ulin”.

Karena menjaga hutan itu bukan semata soal menegakkan hukum, tapi juga menjaga masa depan, menahan ego, dan menyelamatkan planet ini dari nasib jadi planet Mars kedua.

Dari semua yang terjadi di Bima dari sambutan hangat hingga suara Ady Naff yang bikin baper satu hal jelas, kita butuh lebih banyak pasukan, seperti PPNS dan Polhut ini. Mereka bukan hanya penegak hukum, tapi juga pelindung kehidupan.

Dan buat kita semua, rakyat biasa yang suka update status tapi jarang tanam pohon, semoga mulai hari ini bisa lebih peduli, karena seperti kata pepatah masa kini “Kalau kamu cuek soal hutan, tunggulah saat panas datang dan air menghilang”

Hutan seharusnya dijaga, sebelum hutan tinggal cerita dan Ady Naff nyanyi lagu terakhir di tengah padang gersang.

Terpopuler

To Top