Artikel ini disajikan dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris. Scroll ke bawah untuk membaca versi bahasa Inggris.[This article is available in both Indonesian and English. Scroll down for the English version]
HIDUP di dunia ini, ada dua hal yang bisa bikin orang terpukau tanpa banyak bicara kecantikan dan diskon, tapi ternyata, songket Palembang juga bisa, apalagi kalau dibungkus acara megah bernama Swarna Songket Nusantara dan Sriwijaya Expo 2025.
Lho kok bisa?, begini ceritanya, di saat kota lain sibuk bikin jalan tol atau ngurus kereta gantung yang lebih sering macet dari jalanannya, Palembang justru menyiapkan catwalk buat para kepala daerah.
Bukan main-main, runwainya itu bakal diisi Gubernur, Bupati, Wali Kota yang berdandan ala desainer top. Kita tunggu saja apakah nanti ada Pak Bupati jalan sambil ngucek-ucek songket karena kegerahan. Yang penting, semangatnya gaya.
Songket itu bukan cuma benang emas di atas sutra, itu adalah cerita, sejarah, bahkan cinta yang dijahit nenek moyang kita pakai tangan, bukan mesin bordir Korea. Coba bayangkan saja, tiap motif di songket itu ibarat status WA zaman kerajaan ada makna, ada kode rahasia, kadang juga kode keras buat jodoh.
Dari Swarna Songket ini, Palembang ingin menunjukkan bahwa warisan budaya bukan hanya untuk ditaruh di museum dan ditiupin debu tiap Imlek. Tapi untuk dipakai, ditampilkan, dan dijual dengan harga masuk akal (bukan masuk akal-akalan).
“Kita ini bangsa besar yang sering lupa sama kebesarannya sendiri. Padahal songket kita bisa jadi ‘Louis Vuitton-nya Asia Tenggara’ kalau dikelola serius,” ujar Mel Ahyar dengan semangat seperti mahasiswa habis sidang skripsi, kemarin.
Beberapa kota dan negara lain udah nyadar duluan, bahwa warisan budaya bisa jadi senjata ekonomi, antara lain Hội An, Vietnam, kota kecil penuh lentera ini menghidupkan kembali kerajinan lokal lewat festival kain dan pakaian adat tiap tahun. Sekarang? Tiap sudut kota penuh turis dan UMKM lokal.
Chiang Mai, Thailand, mereka punya “Creative City” yang melibatkan pengrajin lokal, startup desain, dan pemerintah. Hasilnya? Pendapatan naik, pengangguran turun.
Barcelona, Spanyol, walau udah modern, mereka tetap bangga dengan seni tekstil tradisional Catalunya yang dikawinkan dengan mode kontemporer.
Nah, masa kita yang punya songket secantik bidadari ditinggal kawin ini malah diem-diem bae?. Geliat ekonomi kreatif bukan cuma soal gaya dan sorotan kamera.
Tapi soal lapak yang laris, hotel yang penuh, tukang pempek yang senyum-senyum karena pembeli numpuk. Saat acara seperti Swarna Songket dan Sriwijaya Expo digelar, yang bergerak bukan cuma desainer dan model, tapi juga warung kopi, ojek online, dan pengrajin kecil.
“Jangan cuma sukses di panggung, tapi juga di kantong rakyat,” kata Wali Kota Ratu Dewa, penuh harap dan strategi.
Dan benar kata pepatah “Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan songket.” Eh, maksudnya… warisan budaya.
Kalau Swarna Songket ini sukses (dan harusnya sih sukses), Palembang bisa jadi ikon fashion etnik Asia Tenggara, bukan cuma karena cantik songketnya, tapi karena cantik cara mengelolanya.
Kalau para kepala daerah kita bisa jalan anggun di runway, mungkin sudah waktunya juga mereka jalan anggun di jalan pembangunan budaya dan UMKM, jangan cuma gaya pas acara. Tapi gaya juga pas nyusun anggaran dan perhatian.
Acara ini bukan cuma soal catwalk, tapi juga cashflow. Dan kalau songket bisa dibikin mendunia, kenapa jomblo enggak bisa move on?.[***]
————————————————————————————————————————-
“Songket on the Runway, Mayors in Catwalk, and an Economy That Winks”
IN this world, there are two things that can stop people in their tracks beauty and discounts. But believe it or not, Palembang’s songket is joining the list especially when it’s wrapped in a grand event like Swarna Songket Nusantara & Sriwijaya Expo 2025.
Really?
Yup. While other cities are busy fixing toll roads or launching monorails that break down more than your ex’s promises, Palembang is preparing a fashion runway for mayors and governors. Let’s see if a governor trips on a flowing kain at least it’ll be fashionable!
Songket isn’t just golden thread on silk. It’s history, identity, and ancestral love, sewn not with machines but with memory. Every motif is like an ancient WhatsApp status full of meaning, mystery, and maybe heartbreak.
“We believe Palembang is the epicenter of Southeast Asian songket. It’s time the world knows,” said Mel Ahyar, beaming with energy like a student who just aced their thesis.
Let’s not be like a chicken dying in a rice barn. Other places have used culture to cash in Hội An, Vietnam, Revived their textile crafts through cultural festivals. Now the whole town’s a walking postcard. Chiang Mai, Thailand Developed a “Creative City” concept blending artisans and innovation. Barcelona, Spain, Celebrated their Catalan textile roots while embracing global fashion trends.
So… are we going to let our priceless songket sit in a cabinet?
A cultural expo isn’t just about glamour. It’s about economic movement. When Swarna Songket hits town, it’s not just designers and models who shine it’s street vendors, hotels, and small businesses.“We don’t just want a successful event—we want economic ripple effects,” said Mayor Ratu Dewa.
As the old saying goes “A dead elephant leaves ivory, a thriving city leaves legacies”
And if we play our threads right, Palembang won’t just be famous it’ll be fabulous.
If governors can walk elegantly on stage, maybe they can also walk gracefully through cultural policy and community development. Just saying.
This isn’t just a catwalk it’s a cashwalk. And if songket can go global, why can’t your love life move forward too?.[***]