RENO, usia 31, pekerja tetap, gaji UMR plus lembur, dan status masih sendiri, belum bisa beli rumah, tapi sudah bisa beli senter taktis dari iklan TikTok. Setiap malam, dia duduk di balkon kosan, sambil ngopi sachetan dan menatap langit, bukan karena galau cinta, tapi galau harga tanah yang makin tinggi, emas makin kinclong, dan rumah… ya makin jauh dari jangkauan. “Gue kerja 5 tahun, masa warisan cuma bekas power bank?”
Reno mulai sadar hidup gak cukup cuma kerja keras dan posting kopi di kafe. Harus ada pegangan. Harus mulai investasi. Tapi… investasi apa?
Emas? Rumah? Tanah? atau cicil hubungan dengan calon mertua?
Emas itu kayak mantan yang selalu tampil bersinar kecil, menarik, dan selalu bikin nyesel karena gak dimiliki lebih banyak dari dulu. Cocok banget buat kamu yang gaji belum terlalu tinggi tapi udah melek masa depan, suka investasi tanpa ribet tinggal beli, simpan, pantau dan mau yang halal dan disukai syariah.
Dalam ajaran Islam, emas itu termasuk alat tukar yang sah dan halal, asal transaksinya jelas, tanpa riba, dan gak pakai drama cicilan bunga berbunga. Perumpamaannya emas itu kayak temen SMA yang kalem, gak ribet, tapi pas reuni suksesnya bikin kamu pengen nelpon mama.
Rumah itu impian tiap anak kosan. Tapi untuk punya rumah di kota besar, kadang rasanya kayak main monopoli tapi lawannya developer beneran, rumah bisa kamu miliki lewat KPR. Tapi hati-hati, jangan sampai tergelincir riba. Untungnya sekarang banyak KPR syariah, cicilan tetap, tanpa bunga, dan lebih tenang di hati.
Dalam Islam, rumah bukan cuma tempat tinggal, tapi tempat ibadah, aman, dan mulia, rumah bisa jadi ladang pahala, kalau niatnya untuk menenangkan keluarga, bukan buat pamer ke grup WhatsApp alumni.
Perumpamaannya rumah itu kayak pasangan hidup, kalau udah punya, harus dirawat, dibersihkan, dan jangan cuma dipakai buat konten, nanti kusam bro…bikin gak betah ditinggalin..
Kalau emas kinclong, rumah nyicil, maka tanah… ya dia diem-diem naik harganya kayak harga seblak di warung viral. Tanah gak minta direnovasi, gak butuh AC, gak ribut kalau disimpan. Tapi tiba-tiba… nilainya naik terus [tanah itu si diam-diam cuan, dan warisan abadi].
Dan yang paling penting, tanah itu erat banget dengan nilai Islam, siapa yang menghidupkan tanah, dia punya hak atasnya, bahkan bisa jadi amal jariyah kalau dipakai untuk kebun, masjid, atau tempat belajar. Tanah itu kayak sahabat yang diem tapi setia. Nggak muncul di IG story, tapi diam-diam nyimpen masa depan kamu.
Nah, tips bagi milenial muslim pilih sesuai kuatnya dompet dan niat, emas cocok buat yang mulai belajar investasi murah, halal, likuid, rumah buat yang sudah punya penghasilan tetap dan siap komitmen dan tanah buat yang sabar, visioner, dan pengin cuan jangka panjang plus pahala.
Ingat, bro… dalam Islam, mencari rezeki itu ibadah. Tapi caranya harus benar, dan niatnya harus lurus. Pada akhirnya, punya emas, rumah, dan tanah itu bagus, tapi yang lebih penting adalah cara dapetnya halal, manfaatnya gak cuma buat diri sendiri, dan gak bikin kamu lupa bahwa hidup ini sementara, jangan cari kaya buat pamer, tapi cari berkah biar tenteram, bukan sekadar punya aset, tapi punya arah.
Karena kalau hidup cuma soal gaya, kita bakal lelah, tapi kalau hidup soal nilai, kita bakal tenang.
Kalau belum bisa beli rumah, beli dulu celengan berbentuk rumah.
Kalau belum bisa beli tanah, beli pot bunga isi tanah buat latihan.
Kalau belum bisa beli emas, ya jangan gadaikan cincin lamaran adik, bro.
Karena jadi orang kaya itu keren, tapi jadi orang yang tenang, halal, dan gak bikin malu akhirat, itu lebih keren lagi. [***]
Catatan Redaksi : Tulisan ini adalah opini dan edukasi ringan khas redaksi Sumselterkini.co.id, dibalut dengan gaya humor, perumpamaan, dan ilustrasi fiksi. Tokoh-tokoh seperti Reno dalam cerita adalah fiktif atau semi-fiktif, digunakan untuk mempermudah penyampaian pesan. Semua sudut pandang ditujukan sebagai bahan refleksi dan hiburan cerdas bagi pembaca. Artikel ini bukan nasihat keuangan profesional ataupun rujukan hukum syariah resmi.
Silakan konsultasikan lebih lanjut ke ahli jika ingin mengambil keputusan investasi serius.
Baca boleh, percaya jangan mentah-mentah, karena hidup butuh logika, literasi, dan riset, bukan cuma warisan broadcast dari grup keluarga.