Seni & Budaya

Kuas, Crayon & Semangat Nasionalisme di Museum

LANGIT di Palembang seperti ikut menaburkan warna, seolah tahu di pelataran Museum Sultan Mahmud Badaruddin II sedang berlangsung pesta warna-warni yang tidak biasa.

Bukan pawai, bukan pula bazar kuliner, namun lomba lukis dan mewarnai yang membangkitkan semangat kebangsaan lewat kuas, crayon, dan tetes-tetes cat yang meluncur lincah di atas kanvas.

Suasana museum seketika hidup, tidak lagi seperti perpustakaan tua yang sering dikira tempat menyimpan benda berdebu dan kenangan mantan.

Lomba ini diadakan dalam rangka perayaan Hari Jadi Kota Palembang ke-1342, namun jangan salah, karena bukan acara iseng, dibalik keriuhan anak-anak yang sibuk menggambar sosok Sultan Mahmud Badaruddin II dan dr. AK Gani, tersembunyi semangat membara memperkenalkan kembali pahlawan lokal yang seringkali hanya dikenal dari nama jalan.

“Anak sekarang tahunya cuma superhero Marvel, padahal Sumsel punya pahlawan yang kisah hidupnya bisa bikin Captain America pensiun dini,” ujar Taufan Arifin, Ketua Panitia, sambil tersenyum melihat peserta yang begitu antusias meski cat sempat tumpah ke sepatu.

Sejak kecil, museum selalu digambarkan sebagai tempat sunyi penuh fosil dan lukisan yang matanya ngikutin ke mana kita jalan. Kini, stigma itu dikocok ulang kayak lotre malam tahun baru, lantai dua Museum SMB II yang biasanya jadi tempat kontemplasi sejarah, berubah jadi studio seni kolosal.

Ada yang melukis serius sambil menjulurkan lidah, ada pula yang mewarnai sambil nyanyi-nyanyi lagu di TikTok. Bahkan ibu-ibu yang mengantar anaknya tak kalah heboh, sambil bawa bekal rendang dan kipas angin portable.

Menurut Septa Marus, Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Palembang, acara ini adalah bentuk transformasi museum menjadi tempat belajar dan berkarya, bukan lagi tempat kucing ngumpet atau pacaran diam-diam.

“Museum harus inklusif, bukan eksklusif, biar masyarakat ngerasa ini rumah budaya mereka juga,” katanya sambil memegangi selempang batik.

Lomba ini diikuti oleh 128 peserta dari SD, SMP, SMA dan umum. Ada juga workshop melukis dengan tema “Portrait Oil on Canvas” yang diikuti 70 orang.

Di sini, pelajaran tak hanya datang dari teori warna atau teknik blending, tapi juga dari disiplin dan ketepatan waktu. Banyak peserta yang tidak kebagian tempat karena telat daftar. Seperti kata pepatah, “yang cepat dapat tempat, yang lambat hanya dapat melihat”.

Bahkan yang bikin menarik, banyak dari peserta baru pertama kali melukis sosok pahlawan lokal, biasanya mereka lebih akrab menggambar Naruto, BTS, atau kucing dari meme. Kini mereka belajar menggambar tokoh sejarah, memahami lekuk wajah tokoh bangsa yang dulu hanya jadi foto hitam putih di buku pelajaran.

Tiga juri yang menilai lomba bukan sembarang orang.  Ada Taufan Arifin (praktisi seni rupa), DR. Erwan Suryanegara (akademisi) dan Joko Susilo (Ketua Komite Seni Rupa DKP).

Mereka menilai dengan standar tinggi, dari proporsi anatomi sampai finishing touch. “Dalam seni rupa, kalau salah narik garis wajah bisa-bisa pahlawan kita malah mirip antagonis di sinetron,” ujar Taufan sambil menyusun karya peserta.

Kita bisa belajar dari Yogyakarta, Indonesia, kota ini bisa jadi kiblat bagaimana budaya dan seni berjalan seiring. Museum-museum di Jogja sering jadi tempat pameran dan workshop yang selalu ramai.

Ubud, Bali, Desa seni yang tidak hanya menyimpan galeri, tapi jadi rumah bagi seniman lokal dan internasional. Setiap hari seperti pameran tanpa henti.

Bahkan nyeberang ke Negeri Jiran, Malaysia tepatnya Melaka, kota tua ini sukses menjadikan museum dan seni sebagai destinasi utama turis. Edukasi dan hiburan jadi satu paket hemat. Fukuoka, Jepang, kota ini mampu membuat museum jadi tempat komunitas aktif. Ada event rutin, termasuk lomba manga dan mural bertema sejarah lokal.

Palembang bisa meniru mereka, tentunya dengan gaya sendiri, Pahlawan lokalnya banyak, tinggal bagaimana dikemas dengan sentuhan modern, tanpa menghilangkan ruh sejarah.

Melukis jadi Nasionalisme

Apa hubungannya menggambar dengan cinta tanah air? Banyak, dari menggambar wajah Sultan Mahmud Badaruddin II, anak-anak belajar tentang perlawanan terhadap penjajahan, dari mewarnai wajah dr. AK Gani, mereka tahu bahwa dokter juga bisa menjadi pahlawan. Dari menggunakan cat, mereka mulai menyadari bahwa kebangsaan tak melulu soal pidato, tapi bisa lewat warna dan ekspresi.

Seperti kata orang tua dulu, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, tapi bangsa yang keren adalah bangsa yang bisa melukis sejarahnya pakai cat minyak”

Dari ajang ini, kita belajar bahwa semangat nasionalisme bisa tumbuh dari hal-hal sederhana. Kuas dan crayon bisa jadi alat perjuangan baru di zaman digital. Museum bukan lagi tempat nostalgia, tapi panggung ekspresi.

Kota Palembang, lewat acara ini, memberi contoh dan warna bahwa sejarah tidak harus diajarkan dengan suara guru yang monoton, tapi bisa lewat lomba yang membuat anak-anak tersenyum sambil berkata, “Aku mau jadi pelukis, biar bisa buat wajah pahlawan terlihat gagah”.

Karena sejatinya, generasi hebat bukan cuma yang pintar matematika, tapi juga yang bisa menggambar sejarah bangsanya sendiri dengan cinta.[***]

 

SURAT KEPUTUSAN
Nomor: 107/07/LL&M/2025
Dewan Juri:
1. Taufan Arifin
Praktisi Seni Rupe, Sewamarupa Galeri dan Pengurus Dewan Kesenian Palembang (DKP)
2. DR. A. Erwan Suryanegara, M.Sn, Akademisi, Praktisi Seni Rupa. Dosen
3. Joko Susilo Praktisi Seni Rupa, Ketua Komite Seni Rupa DKP
Pemenang Kategori Me-warnai Tingkat SD (6-12 Tahun):
1. Juara Pertama, Fatimah Azzahra, 2. Juara Kedua, Anggun Adelia Safitri, 3. Juara Ketiga, Alya Zalijah, 4. Harapan-1, Zahra Nur Indah R. 5. Harapan-2, Alisya Mitfathul Janna, 6. Harapan-3, Floren Cata-leya.
Pemenang Kategori Me-warnai Tingkat SMP (13-15 Tahun):
1. Juara Pertama, Putri Nabila, 2. Juara Kedua, Felicia Juliano, 3. Juara Ketiga, Nisa Elsyifa Kami-la, 4. Harapan-1, Nyayu Eka Winda K, 5. Hara-pan-2, Nadiva Aprillia, 6. Harapan-3, Alika Davina. Putri
Pemenang Kategori Melu-kis Tingkat SMA-Umum (16 tahun ke atas):
1. Juara Pertama, Adri-ansyah, 2. Juara Kedua, Abdurrahman RH, 3. Juara Ketiga, Maradona, 4. Harapan-1. Aira Um-mairah A. 5. Harapan-2. Almira, 6. Harapan-3, Rahmart Kurniawan

Terpopuler

To Top