SUDAH lebih dari sebulan pembelajaran di sekolah tergantikan dengan pembelajaran di rumah. Selama ini budaya belajar di sekolah atau melalui tatap muka secara langsung digantikan dengan belajar daring (dalam jaringan/online). Interaksi pembelajaran melalui dunia maya. Dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi menerapkan sistem daring ini. Siswa atau mahasiswa tidak berjumpa lagi dengan para guru atau dosen mereka. Sarana untuk pembelajaran menggunakan berbagai pilihan aplikasi dari tekonologi saat ini. Aplikasi yang digunakan pun berbagai pilihan. Ada yang telah menggunakan sistem e-learning yang telah disiapkan oleh sekolah masing-masing. Selain itu, guru juga menggunakan aplikasi teknologi lain seperti google classroom atau media WhatsApp.
Budaya belajar yang berubah bukan tanpa alasan. Semenjak wabah virus covid-19 atau corona sebagai pandemi melanda dunia termasuk Negara kita, seluruh aspek kegiatan lebih banyak dilakukan di rumah, termasuk kegiatan belajar mengajar yang dialihkan di rumah masing-masing. Hal ini merujuk dari Surat Edaran no 4 tahun 2020 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, berisi tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus corona (Covid-19) yang isinya antara lain belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa.
Selain menjadi pengalaman mengikuti perkembangan teknologi yang selalu berkembang, pembelajaran melalui daring ini juga diharapkan dapat memotivasi para siswa dan guru untuk melek literasi digital. Akan tetapi, setiap perubahan pasti akan ada tantangan yang dihadapi. Pembelajaran daring ini banyak mengalami kendala. Jaringan internet tidak menjadi masalah apabila berada di kota. Namun, untuk daerah pedesaan dan masuk lagi ke pelosok atau daerah pinggiran,jaringan internet susah untuk didapatkan. Sinyal internet tak sekuat dibandingkan jika berada di kota.
Akibatnya, waktu pembelajaran yang sudah ditetapkan sering molor. Bahkan, sampai melebihi batas waktu hingga menjelang malam. Guru dan siswa mencari daerah yang kira-kira sinyalnya kuat. Untuk itu terkadang mereka keluar dari desa menuju ke kota. Kemudian, beberapa daerah pinggiran jaringan internet bergantung kepada jaringan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Mati lampu mati pula jaringan internetnya. Kendala lain dalam pembelajaran daring ini, terbatasnya kemampuan atau kompetensi guru dalam penggunaan teknologi, terutama guru di daerah. Akibatnya dalam pembelajaran daring guru hanya memberikan tugas kepada siswa.melalui internet. Padahal sejatinya, ada interaksi antara guru dan siswa seperti layaknya saat tatap muka di kelas. Lalu tak semua siswa mempunyai telepon genggam yang memadai sehingga siswa kesulitan mengerjakan tugas dari guru.
Belajar memang di mana saja boleh. Namun, interaksi belajar mengajar lebih dapat mudah dipahami oleh siswa saat berada di kelas. Teknik dan cara gaya guru mentransfer ilmu itu sangat variatif dan tidak akan dapat tergantikan oleh kecanggihan teknologi manapun di dunia ini. Siswa termasuk juga mahasiswa lebih menikmati kegiatan proses belajar mengajar apabila ada guru di tengah-tengah mereka. Istilahnya lebih enjoy. Karena sebagai makhluk sosial, siswa membutuhkan orang lain.
Sebagaimana kodratnya bahwa manusia itu adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri. Mereka diciptakan sebagai makhluk social yang saling ketergantungan atau membutuhkan satu sama lain. Di dalam kehidupan, seseorang ingin selalu bersosialisasi dengan orang orang lain. Melalui sosialisasi ini seseorang akan terbentuk kepribadiannya. Pembentukan kepribadiannya tersebut melalui proses sosialisasi yang dilakukan melalui interaksi sosial, Proses sosialisasi yang dilakukan dapat melalui proses belajar mengajar tersebut. Siswa memerlukan sosialisasi agar potensi-potensi kemanusiaannya berkembang sehingga menjadi satu pribadi yang utuh dan menjadi anggota masyarakat yang baik dapat berguna di kehidupannya masa yang akan datang.
Terakhir dalam tulisan singkat ini, penulis ingin menyampaikan bahwa hingga kini, kehadiran guru tidak dapat tergantikan oleh teknologi. Karena kecakapan, kompetensi dan gaya performa guru dalam mengolah kelas, itu yang sangat dirindukan oleh siswa. Semoga pandemi cepat berlalu.[***]
Dr. Darwin Effendi, M.Pd.
Dosen Universitas PGRI Palembang