Tekno

“AI Bantu Naikkan PAD, Tapi Jangan Sampai Jadi PAD (Pusing Akibat Data)”

ist

ADA pepatah lama menyebutkan, “Tak ada rotan, akar pun jadi”, tapi di era digital sekarang ini pepatahnya itu berubah menjadi “Tak ada otak, AI pun jadi,”

Begitulah kira-kira suasana ketika PT Masa Depan Indonesia (MDI) sowan ke Wakil Wali Kota Palembang, Prima Salam, belum lama ini, mereka datang bukan mau jualan gorengan, tapi jualan kecerdasan, tepatnya, Kecerdasan Artifisial alias Artificial Intelligence (AI), yang katanya bisa bantu Pemkot Palembang memantau kota, mengatur lalu lintas, bahkan menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Ya, zaman memang sudah berubah, kalau dulu petugas pajak harus keliling kota bawa map tebal, sekarang cukup buka dashboard Command Center, AI-nya udah bisa kasih laporan berapa wisatawan yang nongkrong di Benteng Kuto Besak [BKB], berapa mobil yang parkir di PTC, bahkan mungkin berapa kali orang ngeluh macet di Simpang Polda, semua serba real-time, semua serba wah!.

Tapi, di sinilah masalahnya, karena data bisa jadi berkah, tapi kalau kebanyakan, bisa juga jadi bala, coba pikirkan seandainya tiap detik AI kirim data masuk, jumlah mobil lewat, suhu udara, jumlah turis selfie di Jembatan Ampera, sampai statistik orang beli pempek tiap jam makan siang. Kalau semua data itu numpuk kayak cucian di kos-kosan, tapi gak ada yang ngerti cara lipatnya, ya siap-siap aja, bukan nambah PAD, malah nambah PAD juga Pusing Akibat Data.

Yudha, perwakilan PT MDI, dengan semangat memaparkan sistem AI berbasis CCTV yang bisa terhubung langsung dengan Command Center kota Palembang. Katanya, sistem ini udah sukses diimplementasikan di Kalimantan Timur dan Kabupaten Bandung, dan lagi jalan di Jakarta serta Jawa Barat.

Di sana, AI-nya udah kayak ASN teladan, gak pernah cuti, gak minta THR, dan bisa kerja 24 jam penuh tanpa ngopi, dia bisa mendeteksi jumlah kendaraan lewat di perempatan, tahu mana truk, mana motor, bahkan bisa ngebedain tukang ojek yang lagi ngantuk sama yang lagi standby nunggu order.

Di Kalimantan Timur, katanya, sistem serupa bantu pemerintah daerah ngitung potensi pajak dari kendaraan berat yang masuk area pertambangan, bahkan di Bandung, AI dipakai buat menganalisis perilaku wisatawan di area Dago dan Lembang, siapa aja yang datang, berapa lama nongkrong, dan berapa banyak yang akhirnya beli oleh-oleh.

Nah, kalau di Palembang ini bisa jalan, bayangin betapa canggihnya kota kita, gak perlu lagi tanya, “Berapo wisatawan datang minggu ini?”, karena AI udah punya jawabannya dalam satu klik. Tinggal buka layar, keluar grafik warna-warni, lengkap sama peta panas lokasi nongkrong terbanyak.

Masalahnya cuma satu yakni, siapa yang ngerti baca grafiknya?

Kacamata Bionik

Seringkali yang bikin repot bukan karena datanya kurang, tapi justru karena kebanyakan, lihat aja beberapa kota di luar negeri, seperti di Seoul, Korea Selatan, pemerintah kota punya sistem AI buat memantau pergerakan warga dan polusi udara. Awalnya keren, dan bisa tahu jam macet, tempat ramai, sampai kadar debu di udara. Tapi lama-lama petugasnya bingung sendiri, karena datanya numpuk kayak gunung es di komputer server. Akhirnya mereka bikin tim baru cuma buat… baca data, iya, kerjanya cuma menganalisis apa yang dikirim AI.

Di Singapura, AI digunakan untuk memantau perilaku warga di transportasi publik, hasilnya memang luar biasa, karena efisien, aman, dan rapi, namun dibalik itu semua, mereka punya pasukan analis yang jumlahnya gak kalah banyak dari yang kerja di MRT, jadi, teknologi canggih tetap butuh otak manusia yang tak kalah canggih buat menerjemahkannya.

Nah, di sinilah pelajarannya untuk kita di Palembang, jangan sampai AI-nya udah smart, tapi manusianya malah startled alias bingung sendiri, karena percuma punya sistem canggih kalau akhirnya cuma jadi pajangan layar besar di Command Center buat ditunjukin ke tamu, kayak aquarium raksasa, ramai tapi gak tahu fungsinya apa.

Teknologi memang harus diikuti, apalagi kalau tujuannya buat meningkatkan PAD, tapi seperti pepatah Palembang bilang, “Cerdik bukan berarti licik, pintar bukan berarti lupa diri”. AI itu alat bantu, bukan pengganti.

Kalau semua diserahkan ke AI, tanpa ada manusia yang ngerti maknanya, kita bisa tersesat di tengah lautan data, karena secanggih apa pun mesin, tetap butuh sentuhan logika dan hati nurani manusia buat ambil keputusan yang benar.

Jadi, kalau nanti Palembang benar-benar jadi kota pintar dengan ribuan CCTV yang terhubung AI, semoga yang nonton di balik layar juga ikut naik level, jangan sampai AI-nya makin pinter, tapi manusianya malah makin bingung, kayak orang beli smartphone mahal tapi masih bingung cara screenshot.

Oleh sebab itu, AI memang bisa bantu naikkan PAD, tapi tanpa manajemen data yang baik, bisa-bisa Pemkot malah sibuk ngurusin data yang bikin kepala cenat-cenut, solusi paling bijak? gunakan teknologi sebagai kawan, bukan tuan.

Karena di ujung hari, bukan AI yang bikin kota maju, tapi manusia yang tahu cara memanfaatkan teknologi dengan cerdas, dan kalau suatu hari nanti AI bisa bantu hitung pajak, deteksi kemacetan, bahkan tahu siapa yang ngutang di warung, itu bagus, tapi jangan lupa, semua itu tetap butuh manusia yang gak gampang Pusing Akibat Data.[***]

Terpopuler

To Top