Tekno

“QRIS di World Expo Osaka, Teknologi Pameran Jadi Warisan Global”

ist

DUNIA pameran Internasional selalu ada yang jadi bintang panggung, kadang robot humanoid Jepang, kadang mobil listrik Eropa, kadang juga makanan aneh yang bikin pengunjung bingung, “Ini dimakan apa dipajang?” Tapi tahun ini, di World Expo 2025 Osaka, salah satu bintang dari Indonesia bukanlah sate padang atau batik tulis, melainkan sesuatu yang lebih sering kita pakai untuk bayar cilok QRIS.

Ya, betul, QRIS  sehari-hari kita gunakan untuk bayar parkir, beli kopi literan, atau nitip pulsa ke konter sebelah, tiba-tiba tampil gagah di panggung global. Seakan-akan dia berkata kepada dunia “Hei, jangan remehkan aku. Aku bukan sekadar kode kotak-kotak. Aku adalah pintu masuk masa depan pembayaran digital lintas negara!”

Kalau dipikir-pikir, perjalanan QRIS ini mirip sinetron, dulu dia lahir sebagai solusi pembayaran warung kopi biar nggak ribet kembalian receh. Eh, tiba-tiba lompat jauh jadi tamu kehormatan di Osaka. Dari level “anak kampung yang bisa segalanya” mendadak jadi “bintang internasional yang dikagumi”.

Bayangkan, di World Expo ajang pameran paling bergengsi tempat negara-negara memamerkan teknologi futuristik, Indonesia bilang “Kami juga punya sesuatu, namanya QRIS.” Orang Jepang yang terkenal rapi dalam sistem pembayaran sempat melongo. “Lho, ini kok praktis juga ya? Orang Indonesia bisa jajan takoyaki cukup scan QRIS dari dompet digital mereka”

Biasanya, Indonesia dikenal di dunia karena Bali, rendang, atau bulutangkis, tapi kali ini, kita punya duta baru QRIS, ia bukan hanya alat bayar, tapi branding Indonesia di kancah Internasional.

Kalau Bali itu paspor pariwisata, QRIS adalah paspor digital kita, melalui QRIS, orang Jepang bisa lihat kalau Indonesia tidak cuma punya pantai, tapi juga teknologi yang bisa dipakai global. “Lihat tuh, negeri yang katanya macet dan penuh gojek itu ternyata bisa bikin sistem pembayaran seamless,” begitu kira-kira komentar pengunjung Expo.

Ini penting, karena branding negara itu bukan cuma soal budaya, tapi juga soal inovasi, sama seperti Korea yang terkenal dengan K-Pop sekaligus Samsung. Jepang terkenal dengan anime sekaligus Shinkansen. Nah, Indonesia bisa bikin formula unik batik + QRIS. Tradisi ketemu teknologi.

Ada pepatah Jawa bilang “Witing tresno jalaran soko kulino”. Cinta tumbuh karena terbiasa, begitu pula teknologi, ia jadi warisan global bukan karena dipamerkan sekali, tapi karena terus dipakai dan dibiasakan. QRIS di Osaka ini bukan sekadar pajangan di etalase dunia, tapi bukti kalau sistem pembayaran kita sudah siap menyeberang batas negara.

World Expo hanyalah pintu awal, setelah orang Jepang terbiasa menerima QRIS dari turis Indonesia, bisa jadi nanti QRIS dipakai di lebih banyak merchant, dari bandara sampai kedai ramen. Dan jangan kaget kalau suatu saat orang Jepang bisa jajan sate madura di Surabaya pakai aplikasi mereka sendiri yang terkoneksi dengan QRIS.

Lucunya, QRIS ini punya cerita kocak. Bayangkan kode kotak-kotak yang dulu dipakai anak kampus untuk patungan beli cilok, kini jadi simbol globalisasi ekonomi digital, dari cilok ke takoyaki, dari bakso ke sushi semua bisa dibayar dengan satu “jendela kotak.”

Ini kayak pepatah Sunda yang di-upgrade “Mun hayang gede, mimitian ti leutik”. Kalau mau besar, mulai dari yang kecil. QRIS yang dulunya alat bayar gorengan sekarang melanglang buana jadi bagian strategi ekonomi global.

QRIS bisa sukses sampai ke Osaka, karena satu hal dia nyambung dengan kebutuhan sehari-hari, orang tidak perlu kuliah fintech dulu untuk mengerti cara pakainya, cukup buka aplikasi, scan, dan beres.

Pesan moralnya jelas teknologi yang berhasil bukan yang ribet, tapi yang bikin hidup lebih gampang, sama kayak pepatah Betawi “Yang ribet ditinggal, yang simpel dipeluk”.

Kalau negara lain mau bikin satelit canggih atau robot mirip manusia, silakan saja. Indonesia justru menunjukkan alat sederhana yang dipakai massal bisa lebih membekas di kehidupan global.[***]

Terpopuler

To Top