Sumselterkini.co.id, – Di balik layar laptop yang masih ada stiker “Core i3 Inside” dan tumpukan mi instan di pojok meja, industri gim Indonesia sedang menggeliat. Bukan cuma menggeliat karena pinggang pegal habis duduk coding 12 jam, tapi menggeliat karena ada harapan kolaborasi antara Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) dan Asosiasi Game Indonesia (AGI) yang kini makin mesra.
Belum lama ini, di Gedung Film Pesona Indonesia, Jakarta tempat yang namanya saja sudah seperti judul sinetron Ramadan terjadi audiensi strategis. Kemenekraf yang kini dinakhodai Teuku Riefky Harsya duduk semeja dengan para pelaku industri gim lokal. Tujuannya? Bukan buat mabar Mobile Legends, tapi membahas bagaimana caranya gim lokal bisa naik kasta. Dari yang dulunya “cuma lucu-lucuan” di Play Store, jadi produk kreatif yang bisa bersaing di kancah internasional.
Industri gim kita bukan sekadar tempat pelarian dari tugas kantor atau skripsi yang tak kunjung kelar. Industri ini adalah mesin ekonomi baru the new engine of growth, kata Pak Menteri. Dan benar saja, kalau dulu anak muda dibilang “nggak ada kerjaan” karena main gim, sekarang malah bisa jadi CEO studio gim indie.
Indonesia tak boleh ketinggalan dari negara tetangga. Lihat Korea Selatan, mereka tidak cuma jago bikin K-Drama dan skincare, tapi juga punya ekosistem gim yang bisa membuat dunia ternganga. Bahkan Vietnam, yang dulu terkenal karena pho dan semangat juangnya, sekarang punya gim “Flappy Bird” yang sempat bikin dunia stres kolektif. Masa kita cuma jadi penonton?
Langkah konkret pun dijanjikan Kemenekraf pendampingan, program-program pendukung, dan promosi event-event lokal seperti IGDX, Global Game Jam, Game Prime, dan tentu saja Game Seed 2025. Ini bukan sekadar nama-nama keren untuk diketik di spanduk, tapi ladang subur tempat bibit kreatif tumbuh dan bercabang, sampai bisa berbuah ekspor.
Wamenekraf Irene Umar juga menambahkan pentingnya literasi masyarakat soal gim lokal. Karena percuma ada game keren buatan anak bangsa, kalau yang dimainkan warga tetap Candy Crush buatan negeri seberang. Masyarakat perlu disadarkan bahwa main gim lokal itu bukan cuma hiburan, tapi juga dukungan nyata untuk ekonomi digital Indonesia.
AGI Asosiasi Game Indonesia bukan sekadar kumpulan pengembang dan penerbit. Mereka adalah pasukan kreatif yang saban hari berkutat dengan pixel, script, dan deadline. Mereka yang sejak 2013 tak pernah lelah menumbuhkan ekosistem, berharap kolaborasi dengan Kemenekraf bisa menyamakan visi bahwa industri gim lokal bisa jadi pemain utama, bukan figuran yang cuma muncul di end credit.
Shafiq Husein, sang presiden AGI, berharap audiensi ini bukan sekadar “foto bareng dan pulang”, tapi jadi batu loncatan strategis. Karena jika Indonesia bisa menghasilkan gim lokal yang punya daya saing global, maka bukan mustahil suatu hari nanti, anak muda Indonesia bisa main gim buatan lokal di konsol buatan sendiri. Dream big, play local…..
Kalau Jepang bangga dengan Nintendo, dan Swedia punya Mojang sang pembuat Minecraft, maka Indonesia juga bisa punya identitas digital sendiri. Tapi itu hanya bisa terjadi jika pemerintah, industri, dan masyarakat main di tim yang sama. Jangan sampai gim lokal cuma jadi underdog di negeri sendiri, tapi malah terkenal duluan di luar negeri.
Karena di zaman sekarang, pahlawan bukan cuma yang angkat bambu runcing, tapi juga yang bisa angkat sektor gim lokal dari level underrated ke world-class. Jadi, mari kita dukung gim buatan anak bangsa. Karena siapa tahu, di balik karakter pixel kecil itu, ada pahlawan ekonomi masa depan.
Kalau kamu punya ide buat gim lokal, jangan disimpan di mimpi. Push rank-lah ide itu sampai ke Kemenekraf. Karena siapa tahu, dari kamar sempit dan kopi sachet, lahir gim yang bikin dunia tercengang. Jangan biarkan industri gim lokal terus-terusan jadi gacha kadang dapet dukungan, kadang cuma dapet “try again next year”. Dengan kolaborasi epic ini, kita bisa ngatur strategi, bukan cuma ngandelin hoki. Biar anak bangsa bisa ngembangin gim, bukan cuma ngembangin sabar.
Dan terakhir Gim buatan lokal harus bisa bikin dunia bertanya, “Ini buatan mana nih? Keren banget!”. Bukan sebaliknya. “Ini buatan mana nih? Eh, nggak bisa bahasa Inggris…”
Jadi mari kita kombinasikan strategi, dukungan, dan kopi sachet, karena masa depan ekonomi digital bisa dimulai dari layar 14 inci dan semangat yang epic!.[***]