Tekno

“Ketika Batu, Besi & Silikon Nongkrong Bareng” (Revolusi Material & Mimpi Indonesia Bikin Sendiri Masa Depannya)

ist

DULU manusia cuma bisa pilih satu gaya hidup berdasarkan bahan baku, mau jadi manusia batu, manusia perunggu, atau manusia besi. Gaya hidup mereka ditentukan, apa yang bisa dipukul, dibakar, atau dicetak. Tapi sekarang?. Kita hidup di zaman di mana bahan baku bukan cuma batu, tapi bisa “dibikin dari imajinasi”.

Hal ini bukan omong kosong motivator kelas seminar online, tapi keluar langsung dari mulut Profesor Konstantin Novoselov, peraih Nobel Fisika 2010, yang datang ke Bandung untuk buka Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) Indonesia 2025.

Di hadapan para ilmuwan, pejabat, dan barisan rakyat berjaket almamater, Novoselov melempar pernyataan yang lebih tajam dari ujung mikroskop “Untuk pertama kalinya, umat manusia tidak perlu memilih satu usia material tertentu”

Maksudnya, kita sekarang hidup di zaman “semua bisa jadi bahan”, manusia bukan lagi tergantung pada apa yang tersedia di alam, tapi bisa merancang material dari nol alias dari tingkat atom, ibarat dulu cuma bisa masak nasi, sekarang bisa bikin nasi dari bayangan.

Profesor yang kini menetap di National University of Singapore ini juga membahas si primadona dunia material graphene. Sekilas bentuknya tipis kayak kulit kue dadar gulung, tapi kekuatannya ngalahin baja, konduktivitasnya bikin kabel tembaga minder, dan… ia sudah nongol di tiap smartphone yang kita pakai.

“Kalau kamu beli HP baru, kemungkinan besar kamu udah bawa graphene ke rumah,” ujar Novoselov, setengah bercanda tapi serius.

Yang bikin dagelan ini makin serius adalah ketika dia bicara soal functional intelligent materials, bahan yang bisa merasa, mengingat, bahkan mikir kayak otak manusia, kalau ini berhasil dikembangkan, bayangkan ada baju yang bisa berubah warna saat kita stres, atau dinding rumah yang tahu kita lagi galau dan nyetel lagu ‘Cinta Dalam Hati’.

Nah, di sinilah Indonesia harus jeli, dalam sesi pleno yang katanya jadi arahan penting Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang namanya panjang kayak kereta api ditekankan Indonesia harus naik kelas, jangan cuma jadi pembeli HP canggih, tapi juga jadi penemu bahan dasar HP-nya.

Kalau dunia sedang masuk era “imajinasi adalah bahan baku”, masa kita masih ribut bikin surat permohonan laboratorium yang tumpah ruah stempelnya?. Kalau negara lain udah mikir bikin jembatan dari material yang bisa deteksi gempa, masa kita masih bangga bikin jembatan yang kuat meski tanpa pagar?

Seperti kata pepatah teknologi modern “Yang lambat bukan karena takdir, tapi karena terlalu banyak rapat.”

Kalau Indonesia mau ikut pesta besar revolusi material ini, maka riset harus naik tahta, bukan cuma untuk nambah gelar, tapi untuk nyari solusi. Gak ada gunanya punya profesor segudang kalau hasil risetnya cuma jadi file PDF yang berdebu di server kampus.

Kemdiktisaintek yang kayaknya hasil gabungan beberapa kementerian lama sudah menunjukkan arah ke sana. Mereka ingin riset jadi tulang punggung, bukan cuma brosur pameran. Indonesia diajak jadi pemain, bukan penonton.

Forum KSTI 2025 ini bisa jadi awal, tapi seperti kata orang bijak dari masa lalu “Awal yang baik harus dilanjutkan dengan kerja nyata, bukan cuma foto bareng dan coffee break.”

Perjalanan manusia dari zaman batu ke zaman graphene bukan cuma kisah tentang perubahan teknologi, tapi tentang perubahan cara berpikir. Dulu, kita nunggu alam memberi, sekarang, kita bisa menciptakan.

Kalau masa depan adalah tentang siapa yang bisa mengolah imajinasi jadi realita, maka Indonesia harus segera berhenti jadi negara yang terlalu banyak ‘rencana strategis’ tapi miskin aksi konkret.

Karena di era bahan bisa dirancang dari atom, yang jadi batas cuma imajinasi, kalau imajinasi kita masih dibelenggu birokrasi, bisa-bisa kita kalah sama negara kecil yang punya mimpi besar, dan tak pernah takut untuk mencoba.

Jadi, kapan Indonesia mulai ngoprek atom sendiri, dan berhenti hanya jadi pelanggan tetap toko material global?

Klik dan renungkan, apakah anak cucu kita akan hidup di zaman Material Indonesia, atau masih jadi importir peradaban dari negeri orang?.[***]

Terpopuler

To Top